Sabtu, 28 Maret 2020

e-Antologi Puisi. Nafiri

Jurnal Apero Fublic.- Antologi puisi Nafiri diterbitkan di Bandung oleh Penerbit Pustaka. Perpustakaan Salman Institut Teknologi Bandung, 1403 Hijriyah atau 1983 Masehi. Buku Antologi Puisi Djamil Soeherman ini memuat 58 puisi. Di dalam e-Antologi ini di muat sepuluh puisi saja. Fungsi dari e-Antologi puisi ini untuk mengenalkan dan memberikan informasi puisi tahun 50-an pada masyarakat Indonesia sekarang. Terutama bagi pemerhati puisi dan para mahasiswa kesusastraan Indonesia. e-Antologi puisi hanya memuat sepuluh puisi sebagimana kapasitas bakunya. Namun boleh juga sebuah e-Antologi memuat lebih dari sepuluh puisi. Semoga bermanfaat dan memberi inspirasi.

(1)
Malam Kehilangan

Senja ini dilukai dua manusia
Dalam kemerahan warna darah
Pada ombak gila ketawa
Jerit satu di antaranya
Hilang dalam arus yang datang
Seluruh pantai jadi mati
Gubuk tiris nganga
Tercium angin pada dada
Pada paha
Dalam ketemaraman laut membara
Dua insan bertolakan
Mendegupi napas sendiri
Ada suara meronta meminta
Ada suara terbata damba
-Lepaskan aku pulangkan
Aku cintai napas ini aku cintai bumi ini
-penculik jauh dari manusia
Aku satu-satunya
Mendegum guru
Dua insan hilang dalam bahana
Kepekatan membiru ada bayangan hantu
Kekuyupan kelam kekuyupan hitam
Berlari di antaranya
Gubuk diam
Terdengar deru ombak
Ia telah mati-mati
Mereka memburu ombak
Mereka memburu kematian
Malam itu berakhir
Dua manusia hilanh

(Medan Sastra 1953)


(2)
Sunyi

Yang sunyi bersendiri
Yang pergi tak kembali
Tapi sunyi dan pergi lahir atas cinta
Yang kisahnya terkubur hari ini
Mereka lupa mulanya
Ada kegelapan sesudah purnama

(pena 1954).


(3)
Kapan Lagi

Sri, tanjung putih
Kita lagukan irama kasih
Malam ini tanpa sansai

Bila bulan berpantul di pelataran
Belum lagi kita punya jembang
Kapan lagi
Kita belum punya jembang
Tahu kan nanti
Malam segera berguguran

(pena 1954)


(4)
Hari-Hari Penanggungan

Cahya yang berpaut di senja ini
Menjelma bayangan bumi bertiarapan
Meratapi kematian hari-lagukan
Nyanyi sepi pohon palem
Menerpa hati semakin diam

Ada terasa hidup ini semakin pendek
Semakin jauh terpisah masa remaja
Semakin jauh perjalanan buat yang pergi
Ah, mengapa harapkan kembalinya hari kemarin
Pohon palem makin jauh dari pulau
Betapa kan menari bukankah kini sedang mimpi
Berlaku apa yang berlaku
Manusia berjalan tanpa meniti
Bapa bapa yang alpa
Buyung-buyung yang bertangisan
Kembali sebelum langit kelam
Kembali sebelum terbenam
Buat yang tinggal
Buat yang tak dikenal

(pena 1954)


(5)
Sepi

Sepi
Sepi di bulan
Sepi di ranjang
Mata menatap sepi
Hati mendekap sunyi

Antara kejauhan dan penghargaan
Apa hendak di ucapkan

Ah bulan saksi
Sebentar akan silam


(6)
Jendela Tua

Kepergiannya tanpa saksi
Biar dinding setua ini
Terlukis sebuah wajah
Pucat tanpa nama
Tanah kering sekeliling
Daun dan bunga berguguran

Ah jendela setua ini
Sudah lama tak bicara lagi


(7)
Di Lingkar Api

Menari lincah di lingkar api
Bernyanyi kecil mulut kecapi
Malam ini buat kurcaci

Lenggang lenggut lata
Dikecup malam buta
Api menggenggam menjilat gelap
Kurcaci kecil yang tak pernah ngerti
Nyanyikan buat pengembara yang tak pernah kembali


(8)
Elisa

Sekali kau bernyanyi
Sekali bertabur wangi
Mengantar segala ingatan kepangkal hari

Kurasa kini aku jadi burung camar
Melepas diri dari segala sangkar
Mencelup sama biru melihat kelasi
Matanya kuyu rindukan tepi

Tapi kurasa kini akupun kelasi
Di luar mauku datanglah angin selatan
Membawa kapalku jauh melancar
Tidak kutahu kapan aku kembali

Sekali kau bernyanyi
Sekali kau pautkan hati
Membayang segala impian di jauh hari

(Vita 1955)


(9)
Sebuah Berita

Malamnya di bawah gerai kabur merayap ia di sebuah pulau.
Tuhan dan lapar bersilang di dadanya
Disapunya debu kegelapan disebutnya sebuah nama
Namun kesunyian kian membantu
Hanya desah angin terdengar menggebu
Siapa mengira malam itu deru akan pasang

Paginya sebuah berita sampai ke kota
Ada penyair terbunuh

(10)
Yuliaku

Tiap petang tiap malam padamula selalu
Yulia, keras hati ingin sampaikan salam dan lagu
Bila mendung datang kelam sunyi berkabut
Mengenang hati meski jauh batas memendam pilu
O, Yulia dari segala dipuja, kenanglah selalu
Antara kau dan aku bergetar lagu malam bisu
Tergenang airmata terpagut waktu berlalu

Tiap petang tiap mimpi padamulah selalu
Cemas ingin segala dalam rangkum tanganku
Bila datang sepi segalanya jadi asing diri
Yuliaku ibu dari segala dipuja kenanglah selalu
Bawa daku dalam mimpimu biar ku berbaring di matamu
Antara kau dan aku Yuliaku Cuma himbauan rasa
Rimdu kegelisahan diri sempat ku berdoa untukmu

(merdeka/genta 1956)


Rewrite: Apero Fublic
Editor. Desti. S. Sos
Palembang, 29 Maret 2020.
Sumber: Antologi Puisi: Djamil Soeherman. Nafiri. Bandung: Penerbit Pustaka, 1983.

Sy. Apero Fublic

0 comments:

Posting Komentar