Jurnal Apero Fublic.- Antologi puisi
Nafiri diterbitkan di Bandung oleh Penerbit Pustaka. Perpustakaan Salman
Institut Teknologi Bandung, 1403 Hijriyah atau 1983 Masehi. Buku Antologi Puisi
Djamil Soeherman ini memuat 58 puisi. Di dalam e-Antologi ini di muat sepuluh
puisi saja. Fungsi dari e-Antologi puisi ini untuk mengenalkan dan memberikan
informasi puisi tahun 50-an pada masyarakat Indonesia sekarang. Terutama bagi
pemerhati puisi dan para mahasiswa kesusastraan Indonesia. e-Antologi puisi
hanya memuat sepuluh puisi sebagimana kapasitas bakunya. Namun boleh juga
sebuah e-Antologi memuat lebih dari sepuluh puisi. Semoga bermanfaat dan
memberi inspirasi.
(1)
Malam
Kehilangan
Senja ini
dilukai dua manusia
Dalam kemerahan
warna darah
Pada ombak
gila ketawa
Jerit satu di
antaranya
Hilang dalam
arus yang datang
Seluruh pantai
jadi mati
Gubuk tiris
nganga
Tercium angin
pada dada
Pada paha
Dalam ketemaraman
laut membara
Dua insan
bertolakan
Mendegupi napas
sendiri
Ada suara
meronta meminta
Ada suara
terbata damba
-Lepaskan aku
pulangkan
Aku cintai
napas ini aku cintai bumi ini
-penculik jauh
dari manusia
Aku satu-satunya
Mendegum guru
Dua insan
hilang dalam bahana
Kepekatan membiru
ada bayangan hantu
Kekuyupan kelam
kekuyupan hitam
Berlari di
antaranya
Gubuk diam
Terdengar deru
ombak
Ia telah
mati-mati
Mereka memburu
ombak
Mereka memburu
kematian
Malam itu
berakhir
Dua manusia
hilanh
(Medan Sastra
1953)
(2)
Sunyi
Yang sunyi
bersendiri
Yang pergi tak
kembali
Tapi sunyi dan
pergi lahir atas cinta
Yang kisahnya
terkubur hari ini
Mereka lupa
mulanya
Ada kegelapan
sesudah purnama
(pena 1954).
(3)
Kapan Lagi
Sri, tanjung
putih
Kita lagukan
irama kasih
Malam ini
tanpa sansai
Bila bulan
berpantul di pelataran
Belum lagi
kita punya jembang
Kapan lagi
Kita belum
punya jembang
Tahu kan nanti
Malam segera
berguguran
(pena 1954)
(4)
Hari-Hari
Penanggungan
Cahya yang
berpaut di senja ini
Menjelma bayangan
bumi bertiarapan
Meratapi kematian
hari-lagukan
Nyanyi sepi
pohon palem
Menerpa hati
semakin diam
Ada terasa
hidup ini semakin pendek
Semakin jauh
terpisah masa remaja
Semakin jauh
perjalanan buat yang pergi
Ah, mengapa
harapkan kembalinya hari kemarin
Pohon palem
makin jauh dari pulau
Betapa kan
menari bukankah kini sedang mimpi
Berlaku apa
yang berlaku
Manusia berjalan
tanpa meniti
Bapa bapa yang
alpa
Buyung-buyung
yang bertangisan
Kembali sebelum
langit kelam
Kembali sebelum
terbenam
Buat yang
tinggal
Buat yang tak
dikenal
(pena 1954)
(5)
Sepi
Sepi
Sepi di bulan
Sepi di
ranjang
Mata menatap
sepi
Hati mendekap
sunyi
Antara kejauhan
dan penghargaan
Apa hendak di
ucapkan
Ah bulan saksi
Sebentar akan
silam
(6)
Jendela Tua
Kepergiannya tanpa
saksi
Biar dinding
setua ini
Terlukis sebuah
wajah
Pucat tanpa
nama
Tanah kering
sekeliling
Daun dan bunga
berguguran
Ah jendela
setua ini
Sudah lama tak
bicara lagi
(7)
Di Lingkar Api
Menari lincah
di lingkar api
Bernyanyi kecil
mulut kecapi
Malam ini buat
kurcaci
Lenggang lenggut
lata
Dikecup malam
buta
Api menggenggam
menjilat gelap
Kurcaci kecil
yang tak pernah ngerti
Nyanyikan buat
pengembara yang tak pernah kembali
(8)
Elisa
Sekali kau
bernyanyi
Sekali bertabur
wangi
Mengantar segala
ingatan kepangkal hari
Kurasa kini
aku jadi burung camar
Melepas diri
dari segala sangkar
Mencelup sama
biru melihat kelasi
Matanya kuyu
rindukan tepi
Tapi kurasa
kini akupun kelasi
Di luar mauku
datanglah angin selatan
Membawa kapalku
jauh melancar
Tidak kutahu
kapan aku kembali
Sekali kau
bernyanyi
Sekali kau
pautkan hati
Membayang segala
impian di jauh hari
(Vita 1955)
(9)
Sebuah Berita
Malamnya di
bawah gerai kabur merayap ia di sebuah pulau.
Tuhan dan
lapar bersilang di dadanya
Disapunya debu
kegelapan disebutnya sebuah nama
Namun kesunyian
kian membantu
Hanya desah
angin terdengar menggebu
Siapa mengira
malam itu deru akan pasang
Paginya sebuah
berita sampai ke kota
Ada penyair
terbunuh
(10)
Yuliaku
Tiap petang
tiap malam padamula selalu
Yulia, keras
hati ingin sampaikan salam dan lagu
Bila mendung
datang kelam sunyi berkabut
Mengenang hati
meski jauh batas memendam pilu
O, Yulia dari
segala dipuja, kenanglah selalu
Antara kau dan
aku bergetar lagu malam bisu
Tergenang airmata
terpagut waktu berlalu
Tiap petang
tiap mimpi padamulah selalu
Cemas ingin
segala dalam rangkum tanganku
Bila datang
sepi segalanya jadi asing diri
Yuliaku ibu
dari segala dipuja kenanglah selalu
Bawa daku
dalam mimpimu biar ku berbaring di matamu
Antara kau dan
aku Yuliaku Cuma himbauan rasa
Rimdu kegelisahan
diri sempat ku berdoa untukmu
(merdeka/genta
1956)
Rewrite: Apero
Fublic
Editor. Desti.
S. Sos
Palembang, 29
Maret 2020.
Sumber: Antologi
Puisi: Djamil Soeherman. Nafiri. Bandung: Penerbit Pustaka, 1983.
Sy. Apero
Fublic
0 comments:
Posting Komentar