Jurnal Apero Fublic.- Kita sering
mendengar berita tentang korupsi di media cetak atau media elektronik. Mereka
mengambil uang rakyat dengan bangga. Bahkan mereka menjadikan sebagai buruan. Saat berbuat
korupsi mereka selalu bilang uang negara. Anggaran negara dan milik negara.
Padahal uang tersebut adalah uang masyarakat yang diambil melalui yang namanya
pajak. Koruptor berdasi yang bergelar tinggi, berperut buncit dan merasa dirinya memiliki derajat tinggi dibanding orang lain. Padahal mereka itu, makan dan minum dari uang
terasi, garam rakyat miskin.
Teruntuk Kamu Yang Korupsi
Yang Merasa Hebat dan Tinggi.
Kepada kamu yang suka mencari cara mengambil uang
rakyat atau uang masyarakat. Kalau kalian menyebutnya uang negara. Mari aku
uraikan dari mana uang yang kalian ambil itu.
Kalian lihat pedagang kecil, rakyat kecil yang membeli terasi, garam,
sasa, susu, kecap, indomie, dan lainnya. Mereka membeli dengan uang hasil keringat mereka menjadi kuli, tukang ojek atau tukang panggul di pasar.
Kalian juga lihat petani karet yang menyadap karet
setiap hari. Kadang mereka kehujanan dan kepayahan setiap hari. Keluar keringat
dan darah mereka. Lalu mereka menjual karet pada tengkulak sampai pabrik. Dari
satu kilogram karet mereka itu dibagi tiga. Kalau harga karet lima ribu tingkat
petani. Maka sepuluh ribu tingkat pedagang. Lalu lima belas ribu saat ekspor
dan diambil pemerintah. Belum lagi petani jenis lain, kopi, beras, coklat, dan
lainnya.
Pajak buru pabrik, pajak karyawan dan pajak
pendapatan, dan pajak usaha. Dari pajak-pajak itulah uang rakyat terkumpul dari
rupiah membeli terasi sampai membeli apapun.
Uang anggaran negara tidak berubah menjadi uang
negara. Tetap menjadi uang rakyat yang dipungut melalui yang namanya pajak. Kalau
kalian mengambil uang anggaran maka uang itu adalah hasil kumpulan uang-uang
rakyat kecil.
Seandainya kalian punya rasa malu tentu kalian
tidak akan melakukannya. Kalian koruptor tampak gemuk, berdasi, berjas, memakai
mobil mewah, istri dua dan tiga, tampak sukses, dan sombong merasa derajat tinggi. Tapi sesungguhnya kalian itu sangat memalukan. Lihat saja ibu-ibu
pedagang kecil yang membeli terasi untuk bumbu dagangannya. Kalian harus tahu
ada uang ibu itu yang kalian ambil.
Teruntuk koruptor apakah kalian merasa hebat.
Untuk apa uang yang kalian dapatkan. Bukankah gaji kalian sudah cukup dan
kadang berlebih. Nikmatilah, sebab kami pembeli terasi tidak akan pernah
merelakan itu. Kami akan menagih saat engkau sekaratul maut dan di akhirat
nanti.
Dari. Dundar Bey
Editor. Desti.
S.Sos.
Fotografer.
Dadang Saputra.
Aceh, 29 Juni
2020.
Buat semuanya
yang ingin mengirim surat kita. Kirimkan saja ke Apero Fublic atau jurnal Apero
Fublic melalui email fublicapero@gmail.com atau duniasastra54@gmail.com atau
whatsApp 081367739872. Surat kita harus bertema tidak bersifat rasial dan tidak
melanggar UU IT Republik Indonesia.
Surat kita
adalah jenis kesastraan yang selayaknya sebuah surat. Tapi dikirim tidak
ditujukan pada satu objek jelas. Surat kita bersifat abstrak dari alamatnya,
tujuannya, objek-nya. Ada tiga manfaat surat kita. Pertama untuk hiburan, kedua
sebagai media belajar menulis, ketiga untuk kritik sosial.
Sy. Apero Fublic.
0 comments:
Posting Komentar