Rabu, 15 Juli 2020

Sastra Klasik: Hikayat Umar Maya.

Jurnal Apero Fublic.- Kisah Hikayat Umar Maya adalah jenis karya sastra klasik Nusantara. Hikayat ini ditulis sekitar abad ke 14 Masehi. Telah disalin kedalam berbagai bahasa pada masanya, bahasa Melayu, Jawa dan Sunda dan bahasa lainnya di Nusantara. Sastra ini adalah jenis sastra Islam yang berkaitan dengan masa-masa penyebaran Islam di Asia Tenggara.

Sudah umum kalau sastra klasik nusantara ditulis dengan cara bait-bait. Berupa pantun, tembang atau syair lama. Semua itu menjadi ciri khas sastra klasik. Tema keajaiban dan suverioritas seorang tokoh menjadi ide dasar dari jalan cerita. Penggunaan senjata sakti, jimat sakti, dan bercerita tentang raja atau bangsawan. Berikut ini, adalah ringkasan dari naskah Hikayat Umar Maya.

Hikayat Umar Maya

Alkisah di negeri Arab, memerintah seorang Maharaja bernama Amir Hamzah. Baginda Sultan Amir Hamzah telah menaklukkan beratus-ratus negara, sehingga dia memiliki sekutu yang sangat banyak. Senjata pusaka Sulatan Amir Hamzah berupa sebilah pedang  yang bernama Pedang Kangkam. Permaisuri beliau bernama Siti Munigar.

Sultan Amir Hamzah memiliki seorang kakak bernama Umar Maya. Sakti dan memiliki jimat bernama Endong dan Kantong. Keunggulan jimat Endong dimana semua perkataan Umar Maya dapat terkabulkan. Istri Umar Maya bernama, Dewi Bastari, dua anaknya Umar Sahad dan Umar Sahid.

Jauh dari negeri Arab ada sebuah negeri bernama Kerajaan Ayaban. Raja bernama Selaweji, dan patinya bernama Wajesi. Raja Selaweji memerintahkan pati untuk mencuri jimat Umar Maya dan Pedang Sultan Amir Hamzah. Saat kehilangan senjata pusaka Pedang Kangkam. Sultan memanggil sang kakak Umar Maya. Umar Maya berkeberatan melaksanakan tugas tersebut. Karena dia juga kehilangan jimat saktinya.

Mendengar itu, Sultan mengusir Umar Maya dari negeri Arab. Umar Maya terpaksa pergi dari negeri Arab. Dia mengembara kesana kemari bersama anak dan istrinya. Suatu hari, istrinya Dewi Bastari diculik seorang nahkoda. Lalu di bawa ke negeri Ayaban dan diserahkan ke Raja Selaweji. Permasalahan datang kembali, dua anaknya dilarikan siluman buaya putih ke tengah lautan. Umar Maya berusaha menyelamatkan anak-anaknya. Tapi dia akhirnya hanyut dan tenggelam terbawa ombak lautan.

Umar Sahad dan Umar Sahid yang dilarikan siluman Buaya Putih. Tanpa sengaja tertangkap jala seorang nelayan tua. Si Kakek itu kemudian menyerahkan Umar Sahad dan Umar Sahid kepada Raja Selaweji. Mereka bertemu dengan ibunya Dewi Bastari. Suatu hari Umar Sahad dan Umar Said melihat Pedang Kangkam dan jimat Endong dan Kantong di kamar Raja Selaweji.

Sementara itu, Umar Maya yang terbawa ombak lautan. Terdampar di sebuah negeri siluman. Umar Said akhirnya menikah dengan ratu siluman tersebut. Namun, suatu hari Umar Maya kembali pergi untuk mencari istri dan kedua anaknya.

Suatu hari, sampailah dia di negeri Ayaban. Dia bertemu dengan kedua anak dan istrinya. Anaknya menceritakan perihal pedang Sultan Amir Hamzah dan jimat milik Umar Maya. Maka, Umar Maya memerintahkan anaknya untuk mengambil kembali milik mereka dan pedang milik Sultan.

Setelah memiliki jimatnya kembali, Umar Maya meminta Raja Selaweji untuk berperang. Umar Maya yang sangat sakti dengan jimatnya. Dapat mengalahkan Raja Selaweji dan bala tentaranya. Setelah itu, Raja Selaweji dan rakyatnya menyatakan masuk Islam dengan ikhlas.

Umar Maya kemudian menyusun kekuatan tentara. Dia ingin menaklukkan negeri Sultan Amir Hamzah di tanah Arab. Umar Maya merasa sakit hati atas perlakukan sultan sebelumnya. Sehingga terjadi perang saudara antara Umar Maya dan Sultan Amir Hamzah. Saat perang berlangsung sengit, diketahui kalau mereka berdua adalah saudara kandung. Maka serta merta mereka berdua berdamai.

Lebih jauh lagi dari negeri Arab ada negeri Banustan. Rajanya bernama Genduk Kowis, memiliki dua orang putri bernama Putri Cindawati dan adiknya Putri Cindaratna. Cindawati telah dijodohkan dengan putra raja Nursewan dari kerajaan Madayu, bernama Nirma.

Dua hari sebelum pernikahan, datang seorang nahkoda pelarian dari negeri Ayaban. Dia mengabarkan kalau kerajaan Ayaban telah ditaklukkan Umar Maya dan Raja Selaweji, Pati Wajesi dan pengikutnya telah memeluk Islam.

Mendengar berita tersebut, Raja Gendu Kowis sangat marah. Raja Gendu Kowis dan Raja Nursewan berencana menyerang negeri Arab. Keduanya tahu kalau Umar Maya telah diusir oleh Sultan. Maka kekuatan negeri Arab tidak seberapa tanpa Umar Maya.

Raja Gendu Kowis memerintahkan patinya bernama Bandul Alam untuk menculik permaisuri Sultan Amir Hamzah. Bandul Alam berhasil dan membawa permaisuri Sultan, Siti Munigar. Raja Gendu Kowis ingin memperistri Siti Munigar. Tapi sebelum itu, SitI Munigar mengajukan syarat, meminta capung emas bersayap sutra.

Sultan Amir Hamzah yang sangat mencintai permaisuri. Meminta Pati Wajesi untuk mengejar penculik. Pati Wajesi bertapa untuk mencari tahu dengan kekuatan gaib. Akhirnya dia memberi tahu Sultan kalau yang dapat menyelamatkan permaisuri hanyalah Umar Maya.

Maka berangkatlah Umar Maya dengan menyamar menjadi capung emas bersayap sutra. Seperti persyaratan dari Siti Munigar. Ikutlah bersama Pati Wajesi yang menyamar menjadi pengemis yang juga diikuti Raden Bagus Suwangsa anak angkat Siti Munigar.

Akhirnya Umar Maya dapat menyelamatkan permaisuri Sultan. Selain itu, mereka juga membawa dua putri Raja Gendu Kowis, Putri Cindawati dan Cindaratna. Sebelum kembali, Umar Maya menghancurkan negeri Banustan.

Karena hal tersebut, Raja Gendu Kowis beserta pasukannya menyerang negeri Arab. Perang itu, menyebabkan hampir seluruh pasukan tewas. Sedangkan pati Bandul Alam tewas dengan kepala terpenggal. Gendu Kowis meminta pengampunan dan diberi syarat asal dia mau masuk Isam. Tapi raja Gendu Kowis tidak mau, dia memilih untuk dihukum mati.

Sementara itu, Raja Nursewan dan putranya Nirman melarikan diri kedalam hutan. Mereka akhirnya hidup terlunta-lunta. Sejak saat itu, keadaan negeri Arab tenang dan damai. Tidak ada lagi negeri-negeri jahat yang menyerang dan mengganggu. Sehingga rakyat aman, damai, dan sejahtera.

Rewrite: Apero Fublic
Editor. Desti. S.Sos.
Fotografer. Dadang Saputra.
Palembang, 16 Juli 2020.
Sumber: S. Budhisantoso. Hikayat Umar Maya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990.

Sy. Apero Fublic.

0 comments:

Posting Komentar