Minggu, 22 November 2020

Hikayat Wa Lancar

Apero Fublic.- Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda bernama, Wa Lancar. Wa Lancar tinggal bersama ibunya, sedangkan ayah sudah tiada. Kehidupan mereka sangat sederhana, mata pencaharian ibunya dari menjual kayu bakar di pasar.

Lancar tidak belajar seperti anak-anak lainnya, seusianya. Melihat teman-temannya belajar, timbul hasrat Wa Lancar mau belajar. Wa Lancar meminta restu ibunya untuk belajar. Dengan berat hati ibu Wa Lancar mengizinkan dia  pergi belajar. Pergilah Wa Lancar menemui Syeh yang ternama di daerahnya.

“Ada apa kau datang, bujang.” Tanya Syeh itu. Wa Lancar dengan memohon meminta diangkat menjadi murid syeh itu. Dia tidak dapat membayar, untuk itu dia mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari. Namun bertahun-tahun Wa Lancar tidak pernah belajar seperti murid-murid lain.

Wa Lancar hanya belajar dari murid-murid Syeh itu. Wa Lancar terus bersabar dan terus hanya belajar dari murid-murid syeh tanpa setahu Syeh itu. Karena kesabarannya terbatas bertanyalah dia pada syeh itu. Karena Wa Lancar datang untuk belajar bukan hanya bekerja di rumah syeh itu, tanpa di gaji.

Wa Lancar kemudian menjelaskan pada syeh itu kalau dia mau belajar seperti anak-anak lainnya. Kemudian syeh memberinya pelajaran dengan sebuah kalimat. “Kalau sudah lapar, jangan makan.” Setelah memberikan kalimat itu syeh menyatakan kalau Wa Lancar sudah tamat mengaji. Wa Lancar tidak mengerti dengan maksud kata-kata itu. Rasa herannya ditekannya didalam hatinya. Kata-kata syeh itu, kemudian dia ingat baik-baik. Kemudian Wa Lancar pergi meninggalkan rumah syeh itu.

Kemudian Wa Lancar pergi menemui seorang syeh yang lain. Dia bermaksud untuk belajar dengan syeh itu. Kembali Wa Lancar melakukan aktivitas seperti di rumah syeh yang pertama. Dia mengerjakan semua pekerjaan rumah di rumah syeh itu, bertahun-tahun.

Tapi Wa Lancar belum juga di angkat menjadi murid dan belajar seperti anak-anak lain. Diam-diam Wa Lancar belajar dan bertanya pada murid-murid syeh itu. Beberapa tahun kemudian Wa Lancar menghadap syeh dan menegaskan kalau dia ingin belajar seperti murid-murid lainnya.

Ketika Wa Lancar datang menghadap dan meminta pelajaran ilmu pengetahuan dan ilmu agama. Syeh itu kemudian berkata. “Kalau lelah berjalan, berhentilah. Wa Lancar tidak mengerti dengan perkataan itu. Tapi dia akhirnya pergi juga meninggalkan rumah syeh itu. Dia kembali pergi mencari guru untuk belajar. Saat dia menemukan seorang syeh di daerah lain, dia juga datang menghadap.

Wa Lancar kemudian kembali bekerja di rumah syeh itu, tanpa gaji. Dia hanya ingin belajar ilmu pengetahuan. Bertahun-tahun lamanya namun dia belum juga mendapat pelajaran. Sebagaimana saat dia berada di rumah syeh sebelumnya. Wa Lancar hanya belajar dan bertanya pada murid-murid syeh itu. Tidak pernah diangkat murid atau diberikan pelajaran.

Wa Lancar kembali menghadap dan menegaskan dia meminta diberi pelajaran. Syeh itu kemudian berkata. “Ambil batu, ambil pisau, asah tajam-tajam.” Kembali keheranan Wa Lancar juga pergi pulang ke rumah ibunya. Wa Lancar mengingat kata-kata syeh terakhir itu, juga. Waktu berlalu Wa Lancar terpikir untuk mengabdikan pengetahuannya di tengah masyarakat.

Pergilah Wa Lancar ke sebuah Kampung. Dia menuju sebuah masjid untuk beribadah. Memutuskan tinggal di masjid untuk sementara. Terlebih dahulu Wa Lancar meminta izin pada pemuka kampung itu. Selain ibadah, Wa Lancar juga membersihkan masjid.

Karena ketekunan dan ketaatan Wa Lancar membuat warga kampung tertarik. Mereka meminta untuk mengajar ilmu agama di masjid. Wa Lancar tidak menolak karena memang itu yang dia rencanakan. Wa Lancar mengajar, waktu demi waktu muridnya bertambah banyak. Dia pun terkenal sebagai seorang ulama yang berilmu. Sampai juga berita itu pada syeh tempat dia mau belajar dulu, tapi tidak diterima-terima.

Kadi kerajaan menjadi iri atas kemajuan mengajar Wa Lancar. Banyak murid Kadi kerajaan pindah tempat belajar ke Wa Lancar. Kepindahan itu membuat kadi kehilangan sebagian pemasukannya. Kemudian Kadi mengadukan Wa Lancar kepada Sultan dengan tuduhan menyebarkan ajaran sesat.

Pengaduan itu, menyebabkan Wa Lancar di hukum. Dia dihukum menikahi putri sultan yang sudah menikah sebanyak 17 kali. Tujuh belas suami putri sultan itu meninggal dunia sehari setelah ijab kabul. Walau takut terpaksa Wa Lancar menikahi putri sultan itu.

Pertama-tama Wa Lancar dan temannya dijamu di istana. Ketika itu, perut Wa Lancar terasa begitu lapar. Wa Lancar pun teringat pesan syeh yang pernah dia datangi untuk belajar. “Kalau sudah lapar, jangan makan. Dengan segera Wa Lancar tidak makan. Beruntung Wa Lancar tidak makan. Sebab ternyata hidangan telah diracuni. Sehingga dia tidak mati, sementara temannya meninggal setelah makan.

Melihat Wa Lancar selamat, kembali rencana pembunuhan dilakukan. Kemungkinan Kadi kerajaan yang menjadi otak pembunuhan Wa Lancar. Keesokan harinya Wa Lancar diperintahkan ke suatu tempat. Di kawal oleh seorang prajurit. Karena perjalanan jauh membuat Wa Lancar menjadi lelah.

Dia pun teringat pesan syeh yang pernah dia datangi untuk belajar. “Lelah berjalan, berhentilah. Dia pun berhenti dan pengawal itu terus berjalan. Tidak seberapa lama pengawal itu menjerit dan mati. Ternyata tempat yang diperintahkan itu, telah dipasang perangkap membunuh.

Setelah melewati dua aksi pembunuhan, tibalah Wa Lancar untuk masuk kamar putri yang sudah dia nikahi. Karena tuan putri sedang tidur dan keadaan sepi. Wa Lancar kemudian duduk berdiam diri di salah satu sudut kamar.

Saat itu, dia teringat pesan syeh yang ketiga yang dia datangi. “Ambil batu, ambil pisau, lalu asahlah.” Maka dari pada melamun Wa Lancar melakukan apa yang dia ingat. Pisau tajam, ketika itu, tiba-tiba datang lipan putih yang hendak menggigit Wa Lancar. Lansung saja, Wa Lancar menikam lipan putih sampai mati. Lipan itulah yang selama ini menewaskan suami-suami tuan putri karena mereka terlalu ceroboh dan terburu nafsu.

Akhirnya sang Kadi kerajaan yang dianggap membawa ajaran sesat. Sedangkan Wa Lancar setelah diuji pihak kerajaan tidak terdapat tanda mengajarkan ajaran sesat. Kemudian pernikahan Wa Lancar dirayakan karena tuan putri telah lepas dari lipan putih, penunggu badannya.

Rewrite. Tim Apero Fublic.
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra
Palembang, 22 November 2020.
Sumber: Informan Amir Bintang, lahir di Tanjung Pura 1927 bergama Islam dan berbahasa Melayu. Masindan, Dkk. Sastra Lisan Melayu Langkat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.

Sy. Apero Fublic.

0 comments:

Posting Komentar