Rabu, 09 Desember 2020

Muslihat Busuk Kepala Labu

Jurnal Sastra Apero Fublic.- Alkisah zaman dahulu, pada masa kesultanan Islam di Nusantara. Hiduplah di Kesultanan Langkat seorang pemuda yang dijuluki warga daerahnya, Busuk Kepala Labu. Hidup miskin bersama orang tuanya. Pekerjaannya sebagai pembela kayu bakar dan dijual ke pasar.

Dijuluki dengan Busuk Kepala Labu karena pemuda itu sangat pandai berkelakar atau membual. Dia juga cerdik mengakali orang-orang. Walau demikian, dia tidak pernah berbuat berbuah tercelah dan melanggar hukum. Di daerah itu, terdapat pasar yang ramai dan pelabuhan kapal besar.

Suatu hari, Sultan membangun rumah di daerah tinggal, Busuk Kepala Labu. Suatu hari Sultan berjalan-jalan di desa Busuk Kepala Labu. Dia menemukan keadaan keluarga dan Busuk Kepala Labu yang sangat memprihatinkan. Penghasilan dari menjual kayu bakar tidak mencukupi, selain makan sehari-hari. Karena merasa kasihan dan ingin membantu kehidupan Busuk Kepala Labu. Baginda Sultan mempekerjakannya di rumah kediaman Sultan.

Setelah beberapa lama bekerja, putra dan putri sultan juga kasihan. Di kediaman sultan menetap putri bungsunya yang belum menikah. Dia bermaksud membatu Busuk Kepala Labu mendapatkan uang lebih. Suatu hari, dimintalah Busuk Kepala Labu membeli perbekalan alat menyirih.

Kemudian putri meracik sirih untuk dijual kembali kepada warga di pasar. Satu racikan sirih sehat itu, seharga satu sen sesuai apa yang diajarkan Putri Bungsu. Tapi, Busuk Kepala Labu menaikkan harga penjualan. Awalnya dua sen, kemudian tiga sen satu racikan.

Semua anak-anak sultan, teman-teman Putri Bungsu dan lainnya merasa heran. Padahal pembeli siri dagangan Busuk Kepala Labu orang-orang istana. Busuk Kepala Labu tidak mengerti dibantu agaknya, atau dia memang sengaja karena tahu orang-orang kaya itu yang menjadi pembeli. Suatu hari, daerah kesultanan itu kedatangan kunjungan putra-putri sultan daerah seberang. Saat membeli ikat sirih, mereka keheranan mengapa begitu mahal harganya.

“Mengapa kau begitu mahal menjual seikat racik siri ini.” Tanya Putra Sultan Negeri Seberang itu.

“Tidak, tahukah kalau ini siri racikan Putri Bungsu Sultan negeri ini. Itulah mengapa harganya mahal.” Kata Busuk Kepala Labu. Putra raja dan pengawalnya tidak percaya, maka dia bertanya pada penduduk kota. Penduduk kota memberi tahu agar jangan percaya pada Pemuda itu, karena dia seorang pembual. Tidak mungkin putri Sultan mau menikah dengannya.

Tapi gosip terlanjur menyebar dan tersampaikan ke Putri Bungsu.

Putri Bungsu bukan main marahnya. Kemudian dia mencari Busuk Kepala Labu dengan amarah yang meluap-luap. Mana mungkin dia mau menikah dengan orang seperti Busuk Kepala Labu. “Dasar tidak tahu terima kasih, dibantu malah membuat gosip.” Gerutu Putri Bungsu. Saat menjumpai Busuk Kepala Labu dia langsung marah dan mau memukulnya.

Menyadari kalau Putri Bungsu sangat marah. Busuk Kepala Labu melarikan diri, dan Putri Bungsu mengejar. Sampai akhirnya Busuk Kepala Labu tiba di kantor pengadilan agama Islam. Kemudian dia menemui kadi. “Ada apa kau ke kantor pengadilan ini, anak muda?.” Tanya Kadi Kesultanan. Masih dengan nafas sesak dia berkata.

“Tuan Kadi, Putri Bungsu baginda sultan mengejar saya memaksa menikah dengannya.” Kata Busuk Kepala Labu, pada Tuan Kadi. Tuan Kadi yang mengerti syariat Islam dan hukum adat. Tidak boleh bujang dan gadis berlarian berkejaran. Mungkin juga pikir Tuan Kadi sudah terjadi sesuatu diantara mereka. Maka Tuan Kadi memutuskan menikahkan Busuk Kepala Labu dan Putri Bungsu. Karena pengadilan memutuskan demikian, tidak ada lagi yang dapat memprotes termasuk baginda Sultan.

Pulanglah mereka berdua ke rumah kediaman Sultan. Tapi keduanya tidak sejalan karena Putri Bungsu tidak mencintai dan menyukai Busuk Kepala Labu. Busuk Kepala Labu kemudian berpikir bagaimana cara agar diterima tuan Putri. Suatu malam Busuk Kepala Labu tidak bisa tidur. Karena dia tidur di luar, banyak nyamuk. Dia merenung entah apa yang dia pikirkan.

“Tuttt.. Tuuttt...Tutttt. Tutttt... Tutttt... Tutttt,” Terdengar dua suara terompet kapal layar besar yang akan berlabu di pelabuhan. Busuk Kepala Labu kemudian berpikir keras tentang sesuatu. Kali ini, entah apa yang dia pikirkan.

Keesokan harinya, Busuk Kepala Labu pergi ke pelabuhan dengan berteriak gembira dan bahagia. Dari kediaman sultan dia berteriak-teriak kalau ada kerabatnya orang kaya datang di pelabuhan. Kata-katanya didengar oleh Putri Bungsu dan dayang-dayang. “Bang Ulung dan Bang Nga.

Sepanjang jalan dia berteriak-teriak memanggil Bang Ulung dan Bang Nga. Sesampai di pelabuhan dia berkata, ini kapal Bang Ulung. “Bang Ulung, apa kabarmu saudaraku. Lama tidak jumpa dan aku merindukanmu. Pemilik kapal yang tidak kenal dan tidak tahu menahu pada Busuk Kepala Labu menjadi kesal. Lalu dia meminta anak buahnya melemparkan ke luar kapal. Sehingga Busuk Kepala Labu jatuh ke laut.

Dengan basah kuyup dia kemudian naik ke kapal yang satunya. Kembali dia berteriak-teriak memanggil-manggil. “Bang Nga, apa kabar saudaraku.” Pemilik kapal itu juga kesal pada Busuk Kepala Labu yang diminta berhenti tidak berhenti. Bahkan Busuk Kepala Labu berani memeluk saudagar kaya pemilik kapal. Oleh pengawalnya, kembali dia dilemparkan keluar kapal dan jatuh ke laut.

Prajurit kerajaan mencari Busuk Kepala Labu. Lalu membawa dia ke istana, dimana Sultan dan pejabat sudah berada di istana untuk menjamu kedua saudagar kaya itu. Sultan menyatakan pada kedua saudagar kalau Busuk Kepala Labu adalah menantunya.

Dinikahkan oleh Kadi Kesultanan di pengadilan. Keduanya terkejut mendapati Busuk Kepala Labu. Mereka kaget takut perbuatan di adukan oleh Busuk Kepala Labu kepada sultan. Mereka pasti kena hukum apabila telah memperlakukan menantu raja tidak sopan.

“Bang Ulung dan Bang Nga, apa kabar?. Apa kalian tidak rindu dengan saudaramu ini.” Sapa Busuk Kepala Labu. Keduanya akhirnya mengalah dan mengikuti kehendak Busuk Kepala Labu. “Kabar baik saudaraku, bagaimana keadaan kamu. Kami sangat bersyukur sekarang saudara kami menjadi menantu sultan.” Kata keduanya. Seisi ruangan, Sultan, Pejabat Istana, dan Putri Bungsu menjadi terkejut. Tidak menyangka kalau Busuk Kepala Labu adalah saudara saudagar kaya dan bangsawan dari negeri seberang.

“Bagaimana, Apakah peninggalan Pakcik dibagi rata dengan saudara-saudara.” Tanya Busuk Kepala Labu. Keduanya terpaksa menjawab, karena sudah mengaku keluarga. Kalau sandiwara ketahuan sultan, mereka bisa di penggal berani mempermainkan sultan.

“Iya, semua mendapat bagian masing-masing.” Jawab yang satunya.

“Abang Nga, apakah lahan perkebunan lada, gambir, dan tambang timah orang tua kita dulu masih berjalan dengan baik.” Tanya Busuk Kepala Labu pada saudagar satunya. Saudagar itu, kaget bukan main mendapatkan pertanyaan seperti itu yang tidak-tidak. Tapi dia terpaksa menjawab dengan sandiwara juga. Takut Sultan tersinggung dan akan mendapat kesulitan membuat menantu sultan marah. “Alhamdulilah, saudaraku. Semua usaha orang tua kita masih menghasilkan dan bertambah maju.” Jawab saudagar itu.

“Baiklah kalau begitu, Alhamdulillah. Kalau kalian berdua tidak keberatan dengan harta berlimpah itu. Berilah aku kekayaan di tanah rantau ini. Agar aku hidup lebih layak di negeri rantau.” Kata Busuk Kepala Labu. Kedua saudagar itu kaget bukan main, matanya melotot. Tapi mereka sedang berurusan dengan keluarga istana. Hal yang sangat merepotkan apabila mereka marah. Maka keduanya mengiakan dan berjanji memberikan harta yang banyak.

“Alhamdullilah, kalian sesama keluarga sudah bertemu. Kami merasa bahagia mendapatkan menantu keluarga bangsawan dan saudagar kaya. Mari, kita makan terlebih dahulu dan setelah baru berbicara lagi.” Kata Sultan. Semua makan dengan lahap dan kekenyangan. Putri Bungsu dan pejabat istana merasa takjub pada Busuk Kepala Labu. Tidak di sangka pemuda miskin itu adalah keluarga bangsawan.

Sebelum pulang, kedua saudagar itu memberikan banyak uang, emas, dan pakaian yang indah dan bagus-bagus. Mereka terpaksa dan meminta maaf pada Busuk Kepala Labu atas perbuatan mereka di kapal. Sehingga Busuk Kepala Labu dapat membeli rumah bagus dan besar, berpakaian bagus, uang banyak dan dia membangun usaha juga.

Busuk Kepala Labu kemudian terkenal menjadi orang kaya dan anak bangsawan. Akhirnya Putri Bungsu menerima Busuk Kepala Labu dengan rela. Mereka tinggal di rumah mereka yang besar dan indah. Mereka hidup bahagia dan rukun selamanya.

Rewrite. Tim Apero Fublic.
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra
Palembang, 9 Desember 2020.
Sumber: Informan Mastur, lahir di Desa Hinai Kanan tahun 1920, berbahasa Melayu. Masindan, Dkk. Sastra Lisa Melayu Langkat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.
 
Sy. Apero Fublic

0 comments:

Posting Komentar