Sabtu, 23 Januari 2021

Kesastraan Sasak: Hikayat Mengapa Pulau Lombok Tidak Ada Harimau

Jurnal Sastra Apero Fublic. Hikayat ini diceritakan oleh orang-orang tua di Pulau Lombok, Melayu Sasak. Ada sebuah sawah yang terletak di pinggir hutan. Pemilik sawah baru saja selesai membajak sawahnya dengan menggunakan tenaga dua ekor sapi miliknya, yang gemuk dan besar. Pemilik sawah beristirahat di dangau atau pondok ditengah sawahnya. Dua ekor sapi dia tambatkan di antara sawah dan hutan. Palang kayu bajakan sawah tidak dilepas pemiliknya dan tali mengikat di hidung sapi. Jarak dangau dan tempat sapi beristirahat itu sekitar sepelemparan saja.

Kedua sapi beristirahat di teduhnya bayangan pohon dan sejuknya suasana. Tidak lama seekor Harimau jantan yang besar dan kuat lewat di dekat kedua sapi bajak sawah itu. Harimau itu adalah Raja Harimau di Bumi Sasak atau Pulau Lombok. Melihat keadaan sapi itu, Harimau bertanya. “Mengapa kamu begini, hai sapi. Hidungmu di tusuk dan lehermu di palang dengan kayu. Siapa gerangan yang dapat memperlakukan kamu seperti itu. Padahal kalian berdua dan kuat-kuat.” Kata si Harimau.

“Yang memperlakukan kami seperti ini, si manusia Harimau, kami tidak mampu melawannya.” Jawab sapi betina.

“Bagaimanakah rupa manusia itu, besar atau kecil?.” Tanya Raja Harimau penasaran.

“Manusia itu tidak besar, badannya kecil tapi akalnya banyak sekali.” Jawab sapi Jantan.

“Oh begitu, tetapi mengapa kalian bisa dikalahkannya, padahal badan manusia kecil. Kalian injak-injak saja dia, atau kalian tanduk saja dengan tanduk kalian yang tajam itu. Kalian berdua memang tidak becus. Badan kalian saja yang besar-besar. Ibarat pepatah, Besar-besar ubi.” Kata Harimau meremehkan. Besar-besar ubi berarti besar tapi tidak ada tenaga dan tidak berguna. Lalu Harimau melanjutkan kata-katanya.

“Mana mungkin saya tidak bisa mengalahkannya. Saya adalah Raja Harimau, harimau terkuat di Bumi Sasak ini. Mana dia, suruh dia ke sini, ingin sekali saya melihat rupanya.” Ujar Raja Harimau.

“Yah, tunggu saja. Nanti dia kesini. Tuan kami sedang beristirahat di dangau. Tidak perlu dipanggil.” Jawab sapi jantan.

Harimau menunggu, tidak lama kemudian datanglah pemilik sapi itu. Dia melihat ada seekor harimau besar. Di dalam hati pemilik sapi dia gentar dan takut. Tapi dia tidak memperlihatkannya, tenang dan terus berjalan mendekati Harimau dan kedua sapinya. Setelah dekat, Raja Harimau langsung bertanya padanya.

“Nah, sekarang bertemu kita wahai manusia, akan aku bunuh kamu.” Kata Raja Harimau dengan memperlihatkan gigi tajamnya.

“Saya bukan Manusia, yang namanya Manusia rupanya lain. Kalau saya ini, si Manusen namanya.” Jawab pemilik sapi.

“Kalau begitu, dimana tempat si manusia itu. Ingin saya melihat rupanya.” Kata Raja Harimau.

“Kalau kau ingin melihat rupa Manusia, nanti saya panggilkan. Oleh karena Manusia sangat takut dengan Harimau, sudah barang tentu dia tidak berani datang seandainya kamu tidak dibelenggu. Jadi sekarang, kalau kamu betul-betul ingin melihat si Manusia, maukah kamu saya belenggu terlebih dahulu.” Kata pemilik sapi. Harimau setuju untuk di belenggu atau diikat tubuhnya. Kemudian Manusen mencari tali untuk mengikat Harimau. Dia mengikat empat kaki Harimau dengan kuat. Kemudian dia meminta Harimau untuk berontak kuat-kuat. Sekali berontak saja tali di kakinya putus.

“Tidak berani Manusia mendekati kamu, Harimau. Sebaiknya kamu saya belenggu dengan tali dari bambu, agar kuat. Harimau setuju dan dia menunggu. Manusen menebang sebatang bambu dan membuat tali. Kemudian dia mengikat keempat kaki Harimau dengan kuat. Setelah selesai, Manusen meminta Harimau kembali meronta kuat-kuat. Tapi beberapa kali Harimau merontak, kembali tali pengikat Harimau putus.

“Harimau, manusia benar-benar tidak akan mau mendekati kamu. Sebab mereka takut padamu. Tali apa saja mengikat kamu, putus.” Kata Manusen.

“Jangan begitu, Manusen. Ingin sekali Aku melihat rupa manusia itu. Karena itu, pergilah kamu mencari lantan macam. Hanya lantan macan yang sanggup memebelengguku, dan tidak akan putus.” Jelas Harimau. Lantan macan nama sejenis tumbuhan merambat yang digunakan untuk mengikat, akar. Pergilah si Manusen mencari lantan macan untuk mengikat Harimau. Tidak lama kemudian dia kembali dan mengikat kaki Harimau dan juga melilit tubuh Harimau. Kali ini, selain ikatannya kuat, juga di perbanyak.

“Harimau, sekarang coba kau kembali meronta-ronta sekuatnya.” Kata si Manusen. Harimau meronta sekuat-kuatnya dan ikatan dari lantan macam tidak putus. Tapi si Manusen tidak langsung percaya dai kemudian berkata. “Kau rupanya tidak mengeluarkan semua tenagamu dalam meronta tadi?.” Tanya si Manusen.

“Saya bersungguh-sungguh, saya juga berani bersumpa.” Kata Raja Harimau bersungguh-sungguh dan dia tidak berbohong.

“Baiklah. Kalau begitu hai Harimau. Sekarang bolehlah kamu melihat rupa manusia yang badannya kecil, dan banyak sekali akalnya. Tidak dapat dikalahkan oleh makhluk apa saja. Jangan kau terkejut, sebab Aku inilah si Manusia itu. Kamu puaslah dahulu melihat saya, sebelum kau saya bunuh. Kata si Manusen atau si Pemilik Sapi.

“Wahai manusia, janganlah kamu membunuh saya. Saya memohon ampun padamu.” Kata Harimau ketakutan dan dia baru sadar mengapa sapi-sapi itu tidak dapat mengalahkan manusia.

“Ya, saya tidak akan membunuhmu, tapi ada syaratnya.” Kata si Manusen.

“Apa syaratnya.” Tanya Raja Harimau.

“Syaratnya, mulai besok kau kumpulkan semua harimau di Bumi Sasak ini. Satu pun tidak boleh ada yang tertinggal. Kemudian kamu ajak semuanya pergi meninggalkan Bumi Sasak.” Kata si Manusen. Syarat itu diterima oleh Harimau. Kemudian si Manusen membuka ikatan pada tubuh Harimau. Harimau pergi ke dalam hutan. Kemudian dia mengumpulkan semua harimau yang ada di Bumi Sasak atau Pulau Lombok.

Beberapa hari kemudian, di sebuah pagi hari. Kawanan harimau berbaris di pesisir pantai Pulau Lombok. Manusen dan kedua sapinya memperhatikan kawanan harimau itu. Raja Harimau Pulau Lombok kemudian memerintahkan semua rakyat harimau untuk pergi meninggalkan Pulau Lombok atau Bumi Sasak. Mereka berenang ke tengah laut ke arah Barat Nusantara. Begitulah ceritanya, mengapa di Pulau Lombok tidak ada harimau.

Rewrite. Tim Apero Fublic.
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 24 Januari 2021.
Sumber: Shaleh Saidi. Sastra Lisan Sasak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.

Sy. Apero Fublic.

0 comments:

Posting Komentar