Jurnal Apero Fublic.- Pada suatu masa, hiduplah seorang Datu atau Raja bertahta di Tundung sebelah selatan desa Sukadana. Datu Aca suka berladang di kaki gunung Sawia di sekitar Desa Sukadana. Datu Aca menanam berbagai macam tanaman, seperti labu, sondaq, jagung dan ubi. Saat tanaman mulai berbuah, dan ubi mulai berisi Datu Aca membuat sebuah dangau yang bagus untuk menjaga ladangnya.
Pada suatu malam
sedang tidur di dangaunya. Datu Aca bermimpi basah, dia didatangi seorang
perempuan. Air mimpi basahnya jatuh ke tempurung tergeletak di bawah dangaunya.
Atas kehendak Tuhan air mimpi basah diminum oleh Datun Tikus atau Ratu Tikus.
Setelah meminum air mimpi basah itu, Datun Tikus hamil. Atas kehendak Tuhan beberapa
waktu kemudian Datun Tikus melahirkan anak perempuan berparas cantik sekali.
Oleh Datun
Tikus anak perempuannya dia bawa ke tengah ladang diantara tanaman, labu,
sondaq, ubi dan jagung. Kalau siang Datun Tikus membawa anak perembuannya ke
hutan dan malam harinya kembali lagi ke tengah ladang Datu Aca. Dalam waktu
lama keberadaan anak Datun Tikus tidak diketahui oleh siapa pun. Enam tahun
kemudian, suatu malam Datu Aca berkeliling ladangnya. Saat dia tiba diantara
tanaman labunya dia menemukan anak perempuan Datun Tikus dan Datun Tikus.
Datu Aca
berhasil menangkap anak perempuan Datun Tikus. Sedangkan Datun Tikus berhasil
meloloskan diri. Oleh Datu Aca anak Datun Tikus dia bawa ke dangaunya. Kemudian
dia rawat, diberikan makan dan pakaian yang bagus dan indah. Setiap malam Datun
Tikus mengunjungi anak perempuannya di dangau, tanpa sepengetahuan Datu Aca.
Datu Aca juga tidak tahu kalau anak perempuan yang dia rawat beribukan Tikus.
Waktu berlalu, anak Datun Tikus tumbuh dewasa dan menjadi gadis yang cantik. Kemudian dijadikan Datu Aca sebagai permaisurinya. Beberapa bulan kemudian dia ngidam dan hamil. Sembilan bulan kemudian melahirkan seorang anak perempuan. Raja Aca membuat ayunan untuk anaknya. Seperti biasa, setiap hari Datu Aca pergi ke ladangnya.
Sementara Datun Tikus yang menjadi neneknya juga selalu datang
mengunjungi, menjaga dan menunggui anak Datu Aca di buayan. Istri Datu Aca
membiarkan Datun Tikus bermain dan menungui anaknya. Karena dia tahu tikus itu
adalah ibunya, berarti nenek anaknya. Sementara Datu Aca tidak mengetahui kalau
mertuanya adalah seekor tikus.
Suatu hari, istri Datu Aca pergi ke sungai untuk mencuci. Kebetulan hari itu, Datu Aca tidak pergi ke ladang. Dia menjaga ayunan anaknya. Saat itu, Tikus ibu istri Datu Aca datang dan dia melompat masuk kedalam ayunan anak Datu Aca.
Datu Aca
melihatnya, tentu saja Datu Aca sebagai manusia khawatir melihat anaknya
didekati tikus. Datu Aca kemudian mendatangi dan mengusir tikus itu, lalu dia
pukul dengan kkayu dan mati. Oleh Datu Aca bangkai tikus dia buang ke jurang
Montong Tudung, di sebelah selatan Desa Sukadana.
Datu Aca
menceritakan tentang kejadian itu pada istrinya. Membuat istrinya sangat sedih,
tapi dia tidak memperlihatkannya. Dia malu untuk menceritakan beribukan tikus dan
juga hal tidak masuk akal manusia. Istri Datu Aca menjadi sering pergi ke
sungai. Diam-diam dia pergi mencari bangkai ibunya di Jurang dan menemukannya.
Istri Datu Aca meratapi dan menangis pilu. Hampir setiap hari dia datang untuk
meratapi kematian ibunya.
“Aduhhh. Kalau
ibu manusia yang mati ramai suara alu menumbuk padi. Kalau ibu saya yang mati
sunyi senyap seperti jarum besi.” Kata ratapan istri Datu Aca. Begitulah setiap
hari, berulang-ulang. Kalau pergi ke sungai tidak pernah cepat pulang karena
dia mendatangi bangkai tikus ibunya dan meratapi. Saat Datu Aca memperhatikan
wajahnya, tampak sekali raut wajah orang yang baru saja menangis.
Tingkah istrinya yang aneh tersebut membuat Datu Aca berpikir-pikir. “Ada apa dengan istriku, setiap pergi ke sungai tidak pernah cepat pulang seperti biasanya. Sementara wajahnya seperti baru saja menangis.” Kata hati Datu Aca.
Keesokan harinya istri Datu
Aca pergi ke sungai seperti biasa. Datu Aca kemudian diam-diam mengikuti
istrinya dari jauh. Untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sampai di
jurang dimana menemukan bangkai ibunya. Kembali istri Datu Aca meratapi
kematian ibunya. Dia mengusap bangkai tikus ibunya sambil menangis dan meratap.
Kata-kata yang dia ucapkan seperti biasa dia ucapkan lagi.
Datu Aca
mendatangi, istrinya terkejut melihatnya. Tapi kemudian dia menceritakan
semuanya sehingga Datu Aca mengerti. “Hamba menangisi bangkai tikus ini, karena
tikus ini adalah ibuku.” Jelas istri Datu Aca. Datu Aca kemudian berkata pada
istrinya.
“Kalau demikian
adanya, Adinda. Jangan susah dan bersedih akan perkara ini. Kita kuburkan ibumu
dan kita upacarai juga.” Kata Datu Aca dan istrinya setuju. Keesokan harinya
mulai bersiap-siap dan kemudian menguburkan Datun Tikus atau mertua Datu Aca
dengan meriah dan besar-besaran. Sejak saat itu, semua orang mengetahui cerita
tentang Datun Began atau Ratu Tikus di Bumi Sasak atau di Pulau Lombok.
Dengan demikian, kalau banyak hama tikus merusak tanaman padi di sawah. Pemilik sawah akan pergi ke kuburan Datun Tikus (Datun Began) dan ke kuburan Datu Aca (Raja Aca) di Jurang Tundung membawa; bubur lima warna dan jajan renggi, beras digongseng, gulah merah, dan ketupat nasi. Bawaan adalah syarat untuk mengambil air di kuburan Datun Tikus (Datun Began). Kemudian air digunakan untuk memupuk atau menyiram padi. Setelah itu, insyaa Allah padi tidak lagi diganggu oleh tikus.
Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Desti,
S.Sos.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang, 26
Januari 2021.
Sumber: Sahleh
Saidi, Dkk. Sastra Lisan Sasak.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.
Sy. Apero Fublic.
0 comments:
Posting Komentar