Waktu berlalu,
ternak warga terutama kerbau pun habis. Sekarang elang raksasa itu mulai
memburu manusia untuk dia jadikan makanannya. Sebuah tempat yang menjadi daerah
elang raksasa itu menerkam mangsa yaitu sebuah padang luas, di Bende. Padang
itu adalah tempat lalu lintas masyarakat utama. Dimana banyak aktivitas harus
melalui padang luas itu. Namun sekarang tidak seorang pun yang mampu melintasi
padang itu.
*****
Sementara itu,
di negeri Solumba yang kini dinamakan negeri Balandete. Ada seorang yang pandai
dan pemberani. Dia datang dari negeri kayangan di langit tinggi. Memiliki
sebuah keris sakti, dan sebuah kain sarung ajaib yang digunakannya untuk
terbang kemana-mana, namanya Larumbalangi. Penduduk Negeri Kolaka mengutus
orang untuk menemui Larumbalangi, kemudian menceritakan semua musibah yang
menimpa negeri mereka.
Mendengar
cerita utusan tersebut, Larumbalangi tersenyum dan berkata. “Janganlah susah,
pergilah kalian mengambil batang buluh. Kemudian kalian buat bambu runcing
sebanyak-banyaknya. Kalian kumpulkan tombak, baik tombak biasa atau tombak mata
bercabang. Kemudian pasang semua itu, di tempat-tempat yang biasa didatangi
burung elang raksasa itu. Supaya burung itu datang, buat umpan seorang manusia.
Tetapi harus orang yang kuat dan berani. Lalu pasang di sekeliling orang yang
dijadikan umpan, dan di sepanjang pinggir tempat umpan itu kamu pasang ranjau.”
Mendengar
saran dari Larumbalangi, utusan pulang dan menyampaikan apa yang dia dengar.
Kemudian mereka membuat apa yang diajarkan Larumbalangi. Kemudian dipanggil dan
dikumpulkanlah semua kesatria dari seluruh negeri di Kolaka. Hampir semuanya
tidak ada yang mau dijadikan umpan. Hanya seorang yang bersedia, bernama
Kesatria Tasahea dia dari negeri Loeya.
Beberapa saat
umpan terpasang, dan semua ranjau bambu runcing serta tombak sudah siap. Burung
elang raksasa yang sudah lapar itu datang. Pertama dia terbang mengitari padang
luas Bende. Mata elang melihat manusia, si Tasahea. Burung elang itu terbang
menukik ke bawak dengan capat. Dia akan menyambar Tasahea yang berada di antara
ranjau bambu runcing. Sampai di dekat Tasahea tubuh elang tertancap pada
bambu-bambu runcing itu. Lalu Tasahea bangkit dan melemparkan tombak, tepat
mengenai jantungnya.
Saat dia
mengepakkan sayapnya hendak terbang kembali ke udara. Sayapnya mengepak dan
tertusuk juga oleh bambu-bambu runcing yang dipasang penduduk sebelumnya.
Dengan susah paya akhirnya elang raksasa itu terbang kembali ke udara. Daranya
keluar dengan deras, memancar dan menetes. Terbang melalui daerah Pomalaa,
Ladongi, Torobulu, Amesiu, Malili, Pulau Pinang, dan akhirnya elang raksasa itu
jatuh diatas Gunung Mekongga.
Di tempat
dimana darah burung elang itu jatuh atau berceceran, tanahnya menjadi merah.
Dimana darah jatuh bergumpal-gumpal tanah tersebut berubah warna merah ke
hitam-hitaman. Kemudian berubah berbentuk menjadi batu nekel. Setelah tujuh
malam elang raksasa itu mati. Muncul bau yang sangat busuk. Akibatnya banyak
penduduk yang terkena sakit perut dan meninggal. Kemudian disusul dengan
munculnya ulat seluruh daratan, air, dan di daun-daun pepohonan.
Kemudian
menyebabkan orang kelaparan dan banyak juga yang meninggal. Orang-orang Kolaka
kembali mengutus orang menemui, Larumbalangi. Kemudian kembali menceritakan
bencana yang kembali menimpa negeri mereka. Mendengar itu, Larumbalangi
kemudian segerah berdoa pada Tuhan agar hujan turun dengan lebat dan deras.
Hujan deras turun selama tujuh hari tujuh malam. Menyebabkan semua sungai dan
anak sungai menjadi banjir.
Semua
ulat-ulat yang muncul di negeri Kolaka hanyut terbawa air hujan itu ke laut.
Semua ulat-ulat itu secara ajaib berubah menjadi ikan-ikan. Sedangkan tulang
belulang burung elang raksasa di atas Gunung Mekongga. Hanyut terbawa air hujan
melalui Sungai Lamekongga dan sampai ke lautan juga. Secara ajaib tulang
belulang burung elang itu berubah menjadi, Karang. Konon, oleh sebab itulah
lautan di Kolaka banyak ikannya dan banyak juga karangnya.
*****
Gunung tempat matinya elang raksasa dinamakan, Mekongga. Kata Mekongga berarti gunung tempat matinya elang besar. Sungai besar yang membawa hanyut tulang belulang elang raksasa itu, dinamakan Sungai Lamekongga. Kata Lamekongga berarti sungai yang membawa hanyut tulang elang raksasa.
Negeri Sorume diubahlah namanya menjadi Negeri
Mekongga. Laki-laki kesatria bernama Tasahea dari Loeya diangkat menjadi
bangsawan. Larumbalangi kemudian dilantik menjadi pemimpin Negeri Mekongga.
Wilayah negeri Mekongga itu terdiri dari tujuh wilayah yang dinamakan wilayah
pemerintahan “tonomotuo” yang pada
waktu itu statusnya sebagai, “tobu.”
Kemudian terbentuklah adat, bahwa setiap kali diadakan pelantikan seorang raja di Mekongga. Dari ketujuh wilayah pemerintahan itu, “tonomotuo” Sabilambo menjadi wakil dari ketujuh wilayah negeri dalam menentukan pengganti seorang raja. Sejak saat itu, penghidupan dan kehidupan masyarakat di Mekongga sangat baik dan makmur sentosa.
Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor.
Selita, S.Sos.
Tatagambar.
Dadang Saputra
Palembang, 29
Maret 2021.
Sumber: J.S. Sande. Struktur Sastra Lisan Tolaki. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.
Sy. Apero Fublic
0 comments:
Posting Komentar