e-Jurnal Sastra Apero Fublic adalah jurnal kesusastraan yang dimiliki oleh Apero Fublic Sebagai Laman Publikasi Dunia Sastra.

Syarce

Syarce adalah singkatan dari syair cerita. Syair cerita bentuk penggabungan cerita dan syair sehingga pembaca dapat mengerti makna dan maksud dari isi syair.

Apero Mart

Apero Mart adalah tokoh online dan ofline yang menyediakan semua kebutuhan. Dari produk kesehatan, produk kosmetik, fashion, sembako, elektronik, perhiasan, buku-buku, dan sebagainya.

Apero Book

Apero Book adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi semua jenis buku. Buku fiksi, non fiksi, buku tulis. Selain itu juga menyediakan jasa konsultasi dalam pembelian buku yang terkait dengan penelitian ilmiah.

Apero Popularity

Apero Popularity adalah layanan jasa untuk mempolerkan usaha, bisnis, dan figur. Membantu karir jalan karir anda menuju kepopuleran nomor satu.

@Kisahku

@Kisahku adalah bentuk karya tulis yang memuat tentang kisah-kisah disekitar kita. Seperti kisah nyata, kisah fiksi, kisah hidayah, persahabatan, kisah cinta, kisah masa kecil, dan sebagaginya.

Surat Kita

Surat Kita adalah suatu metode berkirim surat tanpa alamat dan tujuan. Surat Kita bentuk sastra yang menjelaskan suatu pokok permasalaan tanpa harus berkata pada sesiapapun tapi diterima siapa saja.

Sastra Kita

Sastra Kita adalah kolom penghimpun sastra-sastra yang dilahirkan oleh masyarakat. Sastra kita istilah baru untuk menamakan dengan sastra rakyat. Sastra Kita juga bagian dari sastra yang ditulis oleh masyakat awam sastra.

Apero Gift

Apero Gift adalah perusahaan yang menyediakan semua jenis hadia atau sovenir. Seperti hadia pernikahan, hadia ulang tahun, hadiah persahabatan, menyediakan sovenir wisata dan sebagainya. Melayani secara online dan ofline.

Jumat, 25 Desember 2020

Hikayat Awang Permai

Jurnal Sastra Apero Fublic.- Tersebutlah zaman dahulu kalah sebuah negeri Melayu di Antah Beranta. Hiduplah sepasang suami istri yang sederhana, pengantin baru. Mereka hanya dapat makan sehari-hari untuk menyambung hidup. Seperti ayam yang mengais baru dapat makan. Pencaharian mereka dari menjual sayur-mayur di pasar. Beberapa waktu kemudian istrinya hamil, dan mendekati kelahiran anak mereka.

Suatu malam hujan turun dengan deras, air menetes dari atap rumah mereka yang bocor. Istrinya terbangun dan menyadari keadaan dirinya. “Oh, Kakanda rasanya adinda sudah mendekati waktu melahirkan. Tapi ada satu keinginan Adinda yang belum terwujud. Selama ini, sudah lama Adinda mengidamkannya. Malu mengungkapkan keingin ini pada Kakanda.” Kata istrinya.

“Apa yang Adinda inginkan itu.” Tanya Suaminya. “Adinda ingin makan buah mangga yang tumbuh di halaman istana sultan negeri kita. Jawab istrinya. “Oh, Adinda bagaimana caranya Kakanda mengambil buah itu. Letaknya jauh di kota dan penjagaan istana sangat ketat.” Jawab suaminya. Akan tetapi istrinya terus mendesak terus. Sehingga suaminya dengan berat hati pergi ke kota, untuk mengambil buah mangga di halaman istana sultan.

Dengan memanjat pagar istana yang tinggi. Dia berhasil masuk kedalam istana. Kebetulan malam itu hujan lebat. Sehingga penjaga tidak begitu ketat dan kebanyakan pengawal berteduh. Menjumpai pohon mangga, dia menemukan sebuah yang masak. Memetiknya, dan dia bungkus rapi dan diikat kuat-kuat. Pada masa itu, apabila ketahuan mencuri buah mangga di halaman sultan hukumannya, mati.

Sesampai di rumah, dia memberikan pada istrinya. Keduanya makan buah mangga berdua, rasanya enak sekali buah mangga itu. Karena itu, terpikirlah kalau dia mau menanam biji buah mangga itu. Beberapa bulan kemudian istrinya melahirkan, anak laki-laki. Anak mereka memiliki keajaiban dimana anak mereka langsung dapat berbicara.

“Wahai orang tuaku, namakanlah aku Awang Permai. Jangan pula ayah dan bunda terkejut jika besok rumah kita sudah berubah menjadi indah, berubah bentuk dan isinya. Ayah dan bunda juga menjadi orang besar.” Kata anak mereka yang baru dilahirkan. Benar saja besok keadaan rumah mereka sudah berubah. Ayahnya menjadi sultan, dan ibunya permaisuri. Anak berubah menjadi Raja Muda atau Pangeran Mahkota. Beberapa waktu kemudian, kembali ibu Awang Permai melahirkan anak perempuan, bernama Putri Mayang Mengurai.

Pada suatu hari, datanglah seorang tua menghadap sultan, ayah Awang Permai. “Ampun Patik Tuanku, Patik datang kemari hendak melihat dan menujumkan putra dan putri tuanku. Seperti yang lazim dilakukan oleh pada anak-anak raja.” Ujar orang tua itu.

“Baiklah, aku beri waktu tiga hari. Kumpulkan segera semua ahli nujum di negeri ini.” Jawab sultan. Setelah tiga hari berkumpullah semua ahli nujum di negeri Awang Permai. Namun, orang tua yang pertama menghadap ternyata adalah anak buah seorang raja di negeri lain. Dia diperintahkan untuk mengaku menjadi ahli nujum dan menjalankan sebuah misi.

Beberapa waktu kemudian para ahli nujum mendapat kesimpulan dari terawangan mereka. Berkatalah orang tua yang mengaku ahli nujum pertama datang.

“Ampun Tuanku. Menurut penglihatan kami dua orang anak baginda harus disingkirkan karena akan membawa celaka kepada taunku.” Katanya dengan sembah sujud. Sultan atau ayah Awang Permai tidak percaya sedikit pun.

Begitu juga dengan para mentri dan punggawa istana. Namun, karena semua ahli nujum di negerinya sudah berkata sama akan ramalan itu. Sultan akhirnya percaya dan mengikuti kata para ahli nujum.

Akhirnya, Awang Permai dan Mayang Mengurai dibawa ke hutan, dan ditinggalkan disana. Mereka berangkat pada malam hari, dan dikawal Datuk Panglima. Sebenarnya Datuk Panglima tidak sampai hati meninggalkan kakak beradik yang masih anak-anak. Untuk bekal makan mereka sementara, diberikan tujuh buah ketupat.

Kira-kira pukul tiga malam berkatalah Mayang Mengurai. “Adinda lapar, Kanda. Oleh Awang Permai diberikan ketupat sebelah. Lalu membujuk adiknya jangan menangis. Saat mereka haus, mereka pergi dan Awang Permai menggendong adiknya. Beberapa saat berjalan keduanya menemukan sebuah telaga di hutan itu. Mereka gembira dan minum sepuasnya.

Tidak jauh dari mereka minum, ternyata ada dua ekor singa. Keduanya berpikir akan menerkam mereka. Yang dapat mereka lakukan hanya pasrah pada tuhan. Tapi dua ekor singa itu datang ke hadapan mereka dan duduk meniarap di tanah. Tanda keduanya tidak akan menerkam mereka.

Belum hilang rasa terkejut dan heran Awang Permai dan Mayang Mengurai. Dari dalam kolam muncul seekor naga yang mau menolong mereka. “Hai, Awang Permai masuklah kau kedalam mulutku ini. Di dalamnya ada sebuah permata cincin, ambillah dan gunakan kalau perlu. Ingatlah, permata ini harus dipakai turun-temurun. ” Kata sang Naga.

Setelah diambil, benar cincin pas di jari Awang Permai dan Jari adiknya. Di kemudian hari, saat diwariskan cincin juga pas dengan jari-jari keturunannya. Awang Permai memiliki cincin pemberian ibunya. Kemudian dia berikan pada adiknya. Cincin pemberian naga dia pakai. Tujuh buah ketupat habis, mereka sekarang makam buah-buahan pemberian dua singa.

Suatu hari, datanglah seekor burung murai. Adiknya ingin makan burung. Awang Permai lalu membidik burung murai itu, dan jatuh. Awang Permai pergi untuk mencari api. Dia bertemu dengan seorang yang tinggal di hutan. Tetapi orang itu menuduh Awang Permai mencuri tanamannya. Tidak jauh dari mereka berjumpa, terdapat sebuah sungai. Orang itu kemudian memukul Awang Permai. Dia jatuh pingsan dan berguling ke dalam sungai, hanyut.

Awang Permai ditemukan oleh seorang gadis bernama, Mah Dewa. Dia seorang putri raja yang diculik raksasa. Dia memercikkan air pada wajah Awang Permai. Akhirnya Awang Permai sadar dari pingsannya. Setelah itu, Awang Permai dibawa Mah Dewa ke rumah raksasa.

Tiga hari kemudian, si Raksasa pulang ke rumahnya. Dia curiga kalau ada orang baru di rumahnya. Itu tercium dari bau manusia selain Mah Dewa. Mah Dewa berusaha mengalihkan perhatian raksasa itu. Sehingga Awang Permai aman bersembunyi di sebuah peti.

Waktu berlalu dengan cepat, sehingga Awang Permai sekarang sudah berumur 17 tahun, sedangkan Mah Dewa 15 tahun. Keduanya berusaha bagai mana mengalahkan Raksasa itu. Dengan taktik hebat akhirnya Raksasa itu, mati.

Keduanya pergi ke arah pantai, lalu berjalan menyusuri pantai. Saat berjumpa dengan sebuah kapal, mereka meminta pertolongan. Nahkoda kapal berhenti, saat melihat Mah Dewa yang cantik dia pun tertarik. Timbul niatnya mau mempersunting Mah Dewa. Nahkoda bertanya Awang Permai, siapa dia Mah Dewa. Awang Permai mengakui Mah Dewa sebagai adik angkatnya.

Nahkoda yang tertarik pada Mah Dewa berusaha menyingkirkan Awang Permai. Nanti, setelah Mah Dewa cukup dewasa akan dia nikahi. Di tengah lautan, Nahkoda kapal kesultanan memerintahkan anak buahnya melemparkan Awang Permai ke lautan. Beberapa saat kemudian Awang Permai ditelan ikan hiu. Ikan Hiu itu kemudian terdampar di sungai, di dekat rumah Nenek Kabayan. Nenek Kabayan pergi ke tepian hendak mandi.

“Nenek Kabayan, turiskan perutku dengan daun ilalang sehelai. Nanti akan kau dapati anak seorang raja yang bertuah. Nenek Kabayan menuruti permintaan ikan hiu itu. Benar, dia mendapati Awang Permai di dalam perut hiu. Awang Permai akhirnya tinggal di rumah Kenek Kabayan. Nenek Kabayan seorang perajin perangkai bunga. Hasil bunga rangkaiannya sudah terkenal sampai ke kota dan istana sultan.

*****

Sementara itu, adik Awang Permai yang dulu ditinggal di hutan saat dia pingsan dan jatu kesungai. Mayang Mengurai yang menunggu dan mencari Awang Permai kemana-mana tidak bertemu dan tidak kunjung kembali, hanya dapat menangis. Tangisan Mayang Mengurai terdengar oleh seorang putra raja yang sedang berburu. Oleh putra raja itu, Mayang Mengurai dibawa ke istana. Raja dan ratu pun sangat menyayangi Mayang Mengurai. Sekarang Mayang Mengurai sudah besar, dan dia menjadi menantu raja.

*****

Suatu hari Nenek Kabayan bertanya pada Awang Permai. “Awang Permai, siapakah kau sebenarnya. Apakah benar kau anak seorang raja.” Tanya Nenek Kabayan seraya mengunya siri. Awang menjawab. “Tidak Nek, saya anak orang biasa.”

“Besok ada kapal yang merapat di pelabuhan. Dalam penyambutan sudah biasa mengalungkan bunga pada Nahkoda kapal.” Kata Nenek Kabayan. Dia juga menceritakan memang sering orang-orang memesan rangkaian bunga padanya. Tapi rangkaian bunga yang dipesan belum dibuat. Maka Awang Permai diminta membatu merangkai bunga agar cepat selesai.

Saat itu, datang lalat hijau besar. Awang Permai menyarankan Nenek Kabayan mengikuti lingkaran yang dibuat oleh lalat hijau itu. Setelah selesai jadilah rangkaian bunga yang sangat indah. Keesokan harinya, Nenek Kabayan pergi ke pelabuhan dan memberikan rangkaian bunga.

Sementara Awang Permai menyamar menjadi nelayan. Dia memancing dan mendapat ikan yang banyak. Nahkoda kapal membeli ikan pada Awang Permai. Tahulah Awang Permai kalau nahkoda itulah yang melemparkannya ke laut. Dia juga melihat seorang gadis di geladak kapal, Mah Dewa. Keesokan harinya kapal itu kembali berlayar.

*****

Suatu hari terkabarlah permaisuri sultan negeri Nenek Kabayan sakit keras. Permaisuri itu adalah mertua dari Mayang Mengurai adik Awang Permai. Kemudian diadakan sayembara menyembuhkan permaisuri dari penyakitnya. Siapa yang dapat menyembuhkan akan diberikan hadiah yang besar.

Banyak dukun dan tabib yang datang. Namun tidak satupun yang dapat mengobati. Dalam keadaan putus asah keluarga sultan. Awang Permai datang untuk ikut mengobati permaisuri. Beberapa saat kemudian, permaisuri mulai membaik dan sembuh dari sakitnya. Saat ditanya hadiah apa yang Awang Permai inginkan. Awang Permai tidak mau apa-apa, dia ikhlas menolong.

“Baiklah kalau begitu, Awang Permai. Tapi, saya minta sudilah kau tinggal di istana bersama Nenek Kabayan.” Pinta Sultan. Awang Permai akhirnya menerima tawaran sultan, dia juga merasa tidak enak menolak ketulusan sang sultan. Suatu hari, Awang Permai melihat putri cantik di taman istana. Awang Permai ada firasat kalau itu adalah adiknya. Dia meminta Nenek Kabayan menemani putri mandi dan melihat di punggungnya, apakah ada tanda. Benar sekali, memang terdapat tanda lahir di punggung tuan putri.

Awang Permai memiliki banyak kemampuan, termasuk ilmu silat. Sultan menyadari kehebatan Awang Permai, lalu dia mengangkatnya menjadi Panglima pasukannya. Waktu pernikahan Mayang Mengurai dengan Putra Mahkota yang menemukannya di hutan, tiba. Banyak tamu yang diundang, pembesar negeri, orang kaya, dan salah satunya nahkoda yang melemparkan Awang Permai ke laut beberapa waktu lalu.

Karena tidak ada wali Mayang Mengurai. Maka Kadi (hakim) kesultanan yang akan menikahkannya. Saat itu, Awang Permai berkata kalau dialah wali dari Mayang Mengurai. Sebab dia adalah kakak kandungnya. Namun, sultan dan semua orang tidak langsung percaya. Awang Permai mengeluarkan cincin pemberian naga dulu sewaktu di hutan. Dia meminta Tuan Putri mengeluarkan cincin permata delima.

Tuan Putri terkejut karena Awang Permai tahu dia memiliki cincin itu. Dia juga yakin kalau Awang Permai kakaknya. Awang Permai menerangkan kalau kedua cincin mereka dapat menyatu apabila dimasukkan kedalam air. Dia mengambil gelas berisi air dan meletakkan kedua cincin mereka. Saat melihat itu, semua menjadi yakin kalau Awang Permai dan Mayang Mengurai adalah kakak beradik kandung.

Bertemulah kakak beradik yang saling merindukan. Awang Permai menikahkan Mayang Mengurai. Setelah acara pernikahan selesai, berceritalah keduanya tentang kejadian yang menimpa mereka. Mulai dari dibuang ke hutan oleh orang tua mereka. Kemudian Awang Permai dipukul orang, pingsan dan sampai disandera di rumah Raksasa.

Awang Permai juga menceritakan pertemuan dengan Mah Dewa yang disandera Nahkoda kapal kesultanan. Bagaimana dia dilempar ke laut dan dibantu Nenek Kabayan. Mendengar cerita itu, menangis semua orang mendengarnya. Begitu juga Mayang Mengurai yang merasa telah ditinggal oleh kakaknya. Dia pernah berpikir kalau Awang Permai tidak sayang padanya.

Mendengar itu, sultan menjadi marah pada Nahkoda kapal kerajaan. Kemudian dia memerintahkan prajurit untuk menangkap Nahkoda jahat itu dan dihukum mati. Mah Dewa kemudian dibebaskan dari sanderaan Nahkoda. Berjumpalah Awang Permai dan Mah Dewa kembali. Kembali pernikahan diadakan di istana. Kadi kesultanan menikahkan keduanya. Akhirnya Awang Permai dan adiknya Mayang Mengurai hidup bahagia bersama keluarga baru mereka.

Rewrite. Tim Apero Fublic.
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 16 Desember 2020.
Sumber. M. Jusuf Djamil, lahir di Stabat tahun 1931 berbahasa Melayu. Masindan, Dkk. Sastra Lisan Melayu Langkat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.

Sy. Apero Fublic.

Rabu, 09 Desember 2020

Muslihat Busuk Kepala Labu

Jurnal Sastra Apero Fublic.- Alkisah zaman dahulu, pada masa kesultanan Islam di Nusantara. Hiduplah di Kesultanan Langkat seorang pemuda yang dijuluki warga daerahnya, Busuk Kepala Labu. Hidup miskin bersama orang tuanya. Pekerjaannya sebagai pembela kayu bakar dan dijual ke pasar.

Dijuluki dengan Busuk Kepala Labu karena pemuda itu sangat pandai berkelakar atau membual. Dia juga cerdik mengakali orang-orang. Walau demikian, dia tidak pernah berbuat berbuah tercelah dan melanggar hukum. Di daerah itu, terdapat pasar yang ramai dan pelabuhan kapal besar.

Suatu hari, Sultan membangun rumah di daerah tinggal, Busuk Kepala Labu. Suatu hari Sultan berjalan-jalan di desa Busuk Kepala Labu. Dia menemukan keadaan keluarga dan Busuk Kepala Labu yang sangat memprihatinkan. Penghasilan dari menjual kayu bakar tidak mencukupi, selain makan sehari-hari. Karena merasa kasihan dan ingin membantu kehidupan Busuk Kepala Labu. Baginda Sultan mempekerjakannya di rumah kediaman Sultan.

Setelah beberapa lama bekerja, putra dan putri sultan juga kasihan. Di kediaman sultan menetap putri bungsunya yang belum menikah. Dia bermaksud membatu Busuk Kepala Labu mendapatkan uang lebih. Suatu hari, dimintalah Busuk Kepala Labu membeli perbekalan alat menyirih.

Kemudian putri meracik sirih untuk dijual kembali kepada warga di pasar. Satu racikan sirih sehat itu, seharga satu sen sesuai apa yang diajarkan Putri Bungsu. Tapi, Busuk Kepala Labu menaikkan harga penjualan. Awalnya dua sen, kemudian tiga sen satu racikan.

Semua anak-anak sultan, teman-teman Putri Bungsu dan lainnya merasa heran. Padahal pembeli siri dagangan Busuk Kepala Labu orang-orang istana. Busuk Kepala Labu tidak mengerti dibantu agaknya, atau dia memang sengaja karena tahu orang-orang kaya itu yang menjadi pembeli. Suatu hari, daerah kesultanan itu kedatangan kunjungan putra-putri sultan daerah seberang. Saat membeli ikat sirih, mereka keheranan mengapa begitu mahal harganya.

“Mengapa kau begitu mahal menjual seikat racik siri ini.” Tanya Putra Sultan Negeri Seberang itu.

“Tidak, tahukah kalau ini siri racikan Putri Bungsu Sultan negeri ini. Itulah mengapa harganya mahal.” Kata Busuk Kepala Labu. Putra raja dan pengawalnya tidak percaya, maka dia bertanya pada penduduk kota. Penduduk kota memberi tahu agar jangan percaya pada Pemuda itu, karena dia seorang pembual. Tidak mungkin putri Sultan mau menikah dengannya.

Tapi gosip terlanjur menyebar dan tersampaikan ke Putri Bungsu.

Putri Bungsu bukan main marahnya. Kemudian dia mencari Busuk Kepala Labu dengan amarah yang meluap-luap. Mana mungkin dia mau menikah dengan orang seperti Busuk Kepala Labu. “Dasar tidak tahu terima kasih, dibantu malah membuat gosip.” Gerutu Putri Bungsu. Saat menjumpai Busuk Kepala Labu dia langsung marah dan mau memukulnya.

Menyadari kalau Putri Bungsu sangat marah. Busuk Kepala Labu melarikan diri, dan Putri Bungsu mengejar. Sampai akhirnya Busuk Kepala Labu tiba di kantor pengadilan agama Islam. Kemudian dia menemui kadi. “Ada apa kau ke kantor pengadilan ini, anak muda?.” Tanya Kadi Kesultanan. Masih dengan nafas sesak dia berkata.

“Tuan Kadi, Putri Bungsu baginda sultan mengejar saya memaksa menikah dengannya.” Kata Busuk Kepala Labu, pada Tuan Kadi. Tuan Kadi yang mengerti syariat Islam dan hukum adat. Tidak boleh bujang dan gadis berlarian berkejaran. Mungkin juga pikir Tuan Kadi sudah terjadi sesuatu diantara mereka. Maka Tuan Kadi memutuskan menikahkan Busuk Kepala Labu dan Putri Bungsu. Karena pengadilan memutuskan demikian, tidak ada lagi yang dapat memprotes termasuk baginda Sultan.

Pulanglah mereka berdua ke rumah kediaman Sultan. Tapi keduanya tidak sejalan karena Putri Bungsu tidak mencintai dan menyukai Busuk Kepala Labu. Busuk Kepala Labu kemudian berpikir bagaimana cara agar diterima tuan Putri. Suatu malam Busuk Kepala Labu tidak bisa tidur. Karena dia tidur di luar, banyak nyamuk. Dia merenung entah apa yang dia pikirkan.

“Tuttt.. Tuuttt...Tutttt. Tutttt... Tutttt... Tutttt,” Terdengar dua suara terompet kapal layar besar yang akan berlabu di pelabuhan. Busuk Kepala Labu kemudian berpikir keras tentang sesuatu. Kali ini, entah apa yang dia pikirkan.

Keesokan harinya, Busuk Kepala Labu pergi ke pelabuhan dengan berteriak gembira dan bahagia. Dari kediaman sultan dia berteriak-teriak kalau ada kerabatnya orang kaya datang di pelabuhan. Kata-katanya didengar oleh Putri Bungsu dan dayang-dayang. “Bang Ulung dan Bang Nga.

Sepanjang jalan dia berteriak-teriak memanggil Bang Ulung dan Bang Nga. Sesampai di pelabuhan dia berkata, ini kapal Bang Ulung. “Bang Ulung, apa kabarmu saudaraku. Lama tidak jumpa dan aku merindukanmu. Pemilik kapal yang tidak kenal dan tidak tahu menahu pada Busuk Kepala Labu menjadi kesal. Lalu dia meminta anak buahnya melemparkan ke luar kapal. Sehingga Busuk Kepala Labu jatuh ke laut.

Dengan basah kuyup dia kemudian naik ke kapal yang satunya. Kembali dia berteriak-teriak memanggil-manggil. “Bang Nga, apa kabar saudaraku.” Pemilik kapal itu juga kesal pada Busuk Kepala Labu yang diminta berhenti tidak berhenti. Bahkan Busuk Kepala Labu berani memeluk saudagar kaya pemilik kapal. Oleh pengawalnya, kembali dia dilemparkan keluar kapal dan jatuh ke laut.

Prajurit kerajaan mencari Busuk Kepala Labu. Lalu membawa dia ke istana, dimana Sultan dan pejabat sudah berada di istana untuk menjamu kedua saudagar kaya itu. Sultan menyatakan pada kedua saudagar kalau Busuk Kepala Labu adalah menantunya.

Dinikahkan oleh Kadi Kesultanan di pengadilan. Keduanya terkejut mendapati Busuk Kepala Labu. Mereka kaget takut perbuatan di adukan oleh Busuk Kepala Labu kepada sultan. Mereka pasti kena hukum apabila telah memperlakukan menantu raja tidak sopan.

“Bang Ulung dan Bang Nga, apa kabar?. Apa kalian tidak rindu dengan saudaramu ini.” Sapa Busuk Kepala Labu. Keduanya akhirnya mengalah dan mengikuti kehendak Busuk Kepala Labu. “Kabar baik saudaraku, bagaimana keadaan kamu. Kami sangat bersyukur sekarang saudara kami menjadi menantu sultan.” Kata keduanya. Seisi ruangan, Sultan, Pejabat Istana, dan Putri Bungsu menjadi terkejut. Tidak menyangka kalau Busuk Kepala Labu adalah saudara saudagar kaya dan bangsawan dari negeri seberang.

“Bagaimana, Apakah peninggalan Pakcik dibagi rata dengan saudara-saudara.” Tanya Busuk Kepala Labu. Keduanya terpaksa menjawab, karena sudah mengaku keluarga. Kalau sandiwara ketahuan sultan, mereka bisa di penggal berani mempermainkan sultan.

“Iya, semua mendapat bagian masing-masing.” Jawab yang satunya.

“Abang Nga, apakah lahan perkebunan lada, gambir, dan tambang timah orang tua kita dulu masih berjalan dengan baik.” Tanya Busuk Kepala Labu pada saudagar satunya. Saudagar itu, kaget bukan main mendapatkan pertanyaan seperti itu yang tidak-tidak. Tapi dia terpaksa menjawab dengan sandiwara juga. Takut Sultan tersinggung dan akan mendapat kesulitan membuat menantu sultan marah. “Alhamdulilah, saudaraku. Semua usaha orang tua kita masih menghasilkan dan bertambah maju.” Jawab saudagar itu.

“Baiklah kalau begitu, Alhamdulillah. Kalau kalian berdua tidak keberatan dengan harta berlimpah itu. Berilah aku kekayaan di tanah rantau ini. Agar aku hidup lebih layak di negeri rantau.” Kata Busuk Kepala Labu. Kedua saudagar itu kaget bukan main, matanya melotot. Tapi mereka sedang berurusan dengan keluarga istana. Hal yang sangat merepotkan apabila mereka marah. Maka keduanya mengiakan dan berjanji memberikan harta yang banyak.

“Alhamdullilah, kalian sesama keluarga sudah bertemu. Kami merasa bahagia mendapatkan menantu keluarga bangsawan dan saudagar kaya. Mari, kita makan terlebih dahulu dan setelah baru berbicara lagi.” Kata Sultan. Semua makan dengan lahap dan kekenyangan. Putri Bungsu dan pejabat istana merasa takjub pada Busuk Kepala Labu. Tidak di sangka pemuda miskin itu adalah keluarga bangsawan.

Sebelum pulang, kedua saudagar itu memberikan banyak uang, emas, dan pakaian yang indah dan bagus-bagus. Mereka terpaksa dan meminta maaf pada Busuk Kepala Labu atas perbuatan mereka di kapal. Sehingga Busuk Kepala Labu dapat membeli rumah bagus dan besar, berpakaian bagus, uang banyak dan dia membangun usaha juga.

Busuk Kepala Labu kemudian terkenal menjadi orang kaya dan anak bangsawan. Akhirnya Putri Bungsu menerima Busuk Kepala Labu dengan rela. Mereka tinggal di rumah mereka yang besar dan indah. Mereka hidup bahagia dan rukun selamanya.

Rewrite. Tim Apero Fublic.
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra
Palembang, 9 Desember 2020.
Sumber: Informan Mastur, lahir di Desa Hinai Kanan tahun 1920, berbahasa Melayu. Masindan, Dkk. Sastra Lisa Melayu Langkat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.
 
Sy. Apero Fublic