Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic (JAF) merupakan jurnal tentang humaniora membahas, budaya, sastra, sejarah, arkeologi, antropologi, hukum, psikologi, filologi, teologi, arkeologi, seni, filsafat, dan linguistik.

Penerbit

Penerbit Buku PT. Media Apero Fublic: Menerbitkan buku novel. komik. buku anak. umum. ajar. penelitian. buku instansi. ensiklopedia. majalah. koran. jurnal. tabloid. dan lain-lain.

Apero Book

Apero Book adalah toko buku yang menjual semua jenis buku (tulis dan baca) serta semua jenis ATK. Toko Online dan Ofline.

Apero Popularity

Apero Popularity adalah layanan iklan usaha, bisnis, dan figur. Membantu jalan karir dan provesi anda menuju kepopuleran. Tak Apero Tak Populer.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis asli Sumatera Selatan. Menyajikan informasi seputar Sumatera Selatan.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic (BAF) Tulisan segar dengan ide-ide baru, dan pemikiran baru. Ungkapkan semua isi kepala Anda.

Apero Fublic

Apero Fublic (AF) merupakan merek usaha bidang jurnalistik dari PT. Media Apero Fublic.

PT. Media Apero Fublic

Perusahaan Publikasi dan Informasi.

Tabloid Apero Fublic

Tabloid Apero Fublic (TAF) merupakan majalah informasi Muslimah.

Selasa, 30 Agustus 2022

KABA: Hikayat Puti Balukih (Sumatera Barat)

JURNAL APERO FUBLIC.- Di benua Yaman tersebutlah sebuah negeri Saba yang diperintah oleh raja bernama, Raja Saraki. Kerajaan kuat dan pemerintahannya tangan besi. Dia tidak dicintai rakyatnya karena zalim pada rakyatnya sendiri. Tapi dia memiliki seorang menteri yang baik, bijaksana, pemberani dan dicintai rakyat Kerajaan Saba, bernama Azu Sarah.

Pada suatu hari Menteri Azu Sarah bersama empat belas orang pengikutnya terdiri dari teman-temannya dan beberapa pengawalnya pergi berburu ke hutan. Dalam perburuan mereka tersesat dan memutuskan untuk bermalam di hutan. Malam-malam berlalu mereka masih di hutan. Setiap malam mereka bergantian untuk berjaga-jaga. Tibalah giliran Azu Sarah berjaga, dan tidak berapa lama semua teman dan prajuritnya tertidur lelap.

Malam itu terasa aneh, hewan-hewan di dalam hutan terus berbunyi. Azu Sarah mencoba menangkap binatang yang dapat dia makan sambil berjaga. Tapi tak satupun dia dapatkan. Waktu dia sedang berusaha menangkapi hewan dia melihat seorang wanita yang sangat cantik. Tapi beberapa saat kemudian wanita cantik itu menghilang juga. Betapa kesal hati Azu Sarah dengan keadaanya, sehingga dia berteriak-teriak ditengah hutan memanggil wanita itu atau memanggil kalau ada seseorang.

“Siapakah ananda, berseru-seru di tengah hutan.” Tiba-tiba seorang laki-laki tua muncul menemuia Azu Sarah. Azu Sarah menoleh lalu menjawab.

“Maaf paman, nama saya Azu Sarah. Saya mencari seorang wanita yang sangat cantik barusan saya lihat.”

“Oh, itu anak saya, namanya Hamizah.” Jawab laki-laki itu.

“Kalau paman tidak keberatan, saya mau ikut ke rumah paman.” Kata Azu Sarah. Laki-laki tua itu menolak dan tidak memperbolehkan. Menurutnya Azu Sarah akan menyesal kalau ikut dengannya, karena dunia mereka berbeda. Laki-laki itu kemudian memberi tahu kalau dia raja jin, dan dunia mereka berbeda. Tapi Azu Sarah nekad dan tidak mau tahu serta keras sekali permintaannya. Sehingga raja jin itu mengizinkannya. Tibalah di negeri jin yang bernama Kampung Palam. Raja jin sangat kaya raya dan negerinya makmur serta istananya megah.

“Azu Sarah, kalau kau ingin tinggal di negeri kami. Ada dua syarat yang harus kau patuhi, pertama kau tidak boleh menikahi banyak perempuan dan tidak boleh marah.” Kata Raja Jin pada Azu Sarah, dan dia mematuhi syarat itu. Sementara itu, Raja Jin memerintahkan beberapa orang prajurit jin dengan menyamar menjadi manusia dan mengantar pulang teman-teman dan prajurit Azu Sarah ke Negeri Saba. Sesampai di Negeri Sabah mereka menceritakan kejadian tersebut pada Raja Saraki.

Sementara itu, Azu Sarah kemudian menikah dengan Hamizah putri Raja Jin. Pesta pernikahan yang sangat meriah, dan keduanya hidup bahagia. Beberapa waktu kemudian lahirlah seorang anak perempuan dari pernikahan mereka. Anak mereka diberi nama Puti Balukih. Namun sayang takdir berkata lain, kebahagiaan Azu Sarah pun berakhir saat istrinya Hamizah meninggal dunia. Puti Balukih yang tidak beribu lagi itu, diasuh oleh tujuh orang dayang. Puti Balukih pun diajarkan bermacam-macam ilmu pengetahuan.

Suatu ketika, Azu Sarah merasa rindu dengan kampung halamannya. Sehingga dia ingin pulang ke Negeri Sabah. Mertuanya Raja Jin tidak mengizinkan, dan Puti Balukih tidak mau ditinggal ayahnya. Azu Sarah keberatan membawa serta putrinya, karena raja Negeri Saba sangat zalim. Taku Puti Balukih dijadikan istri muda Raja Saraki.

“Benar kata ayahmu, cucuku. Baiklah kau tinggal bersama kakek dan nenek. Ayahmu hanya pergi sebentar mengunjungi sanak kerabatnya di kampong halaman.” Kata ibu mertua Azu Sarah membujuk Puti Baluki. Namun sifat ayahnya menurun padanya, sehingga dia berkeras tetap mau ikut sang ayah pulang ke negeri Sabah. Dia ingin mengenal manusia sama dengannya. Raja Jin menjadi sedih dan memerintahkan prajuritnya untuk membangun rumah untuk cucunya.

“Kakek dan nenek janganlah bersedih, nanti Puti akan selalu berkunjung ke negeri jin, Kampung Palam.” Mendengar itu, kedua kakek nenek menjadi gembira. Beberapa waktu kemudian rumah besar yang dibangun rakyat jin di negeri Saba selesai. Rumah itu besar dan indah bagai istanah. Raja Saraki mengetahui bangunan rumah megah itu dari laporan seorang gembala. Raja Saraki membiarkan saja karena dia tahu Azu Sarah orang baik dan bekar menterinya. Sehingga dia tidak merasa terancam kedudukannya.

Setelah rumah selesai, Azu Sarah dan Puti Baluki pindah dan tinggal di rumah itu. Suatu hari, Puti Balukih memetik bungah di pekarangan rumahnya. Kebetulan pengembala dulu melihat Puti Baluki dan sangat kagum pada kecantikannya itu. Oleh karena itu, gembala itu pergi melaporkan pada Raja Saraki di istananya.

“Ada hal penting apa gembala.” Tanya Raja Saraki.

“Ampunkan Patik, tuanku. Saya hanya ingin memberi tahu, kalau di rumah besar milik Azu Sarah ada seorang gadis yang sangat cantik.” Kata gembala itu sambil membungkuk.

“Secantik apakah gadis itu.” Tanay Raja Saraki.

“Sulit untuk dibayangkankan yang muliah. Dia begitu cantik dan mempesona, lebih dari yang pernah kita temui.” Ujar gembala itu, Raja Saraki begitu penasaran dan ingin melihatnya sendiri. Keesokan harinya dia bersama dengan para prajurit dan rakyatnya mendatangi rumah Azu Sarah.

“Azu Sarah, izinkan Aku melihat anakmu yang sangat cantik itu sekaligus aku akan menikahinya.” Kata Raja Saraki beberapa saat setelah mendengarkan cerita dari Azu Sarah. Azu Sarah menceritakan kalau rumah meganya dibangun oleh rakyat raja jin mertuanya.

“Ampun tuanku, anak hamba masih kecil.” Ujar Azu Sarah. Raja Saraki sangat marah, kemudian dia mencabut pedangnya dan mengancam akan membunuhnya. Melihat itu dia menjadi ketakutan, dan berjanji pada raja meminta waktu tiga hari lagi untuk mempertemukannya dengan raja.

Azu Sarah merasa sedih dengan keadaan itu. Puti Baluki mengetahui kesedihan ayahnya. Beberapa saat kemudian datang surat raja pada Puti Baluki, menyatakan kalau dia ingin menikahinya. Kebetulan sekali, akhirnya Puti Balukih membalas surat tersebut. Karena dia memang ingin mengirim surat pada Raja Saraki.

“Baiklah tuan Raja Saraki, saya mengajukan syarat agar membawa harta yang sebanyak-banyaknya dan membawa pakaian untuk dayang-dayang sebanyak tujuh puluh orang. Raja Saraki setuju dan dia mengabulkan permintaan itu. Maka datanglah Raja Saraki ke rumah Puti Baluki. Dia tidak boleh membawa prajurit agar Puti Baluki tidak ketakutan. Untuk menyambut raja, telah disiapkan ruangan-ruangan yang banyak makanan dan dilayani dayang-dayang. Diam-diam Puti Balukih telah meletakkan racun tidur di dalam makanan-makanan.

Raja mulai masuk rumah Puti Balukih dan semua tentara pengawal dan rakyat hanya menunggu di luar sesuai permintaan Puti Balukih. Raja Saraki masuk rumah, pada ruangan pertama dia disambut oleh dayang-dayang cantik dengan tarian dan makanan yang enak-enak. Raja Saraki sangat terpesona dan gembira disambut demikian. Di ruangan ke dua juga demikian, Raja Saraki disambut dengan sepuluh orang dayang-dayang cantik. Masuk ke ruangan ketiga, keempat, kelima, keenam Raja Saraki kebingungan dan kekenyangan. Baru masuk ruangan yang ke tujuh Raja Saraki berjumpa dengan Puti Baluki.

“Mari makan dan minum, tuanku baginda raja.” Ujar Puti Baluki dengan suara merdu dan lembut. Sehingga Raja Saraki tidak dapat menolak, dia pun makan dan minum dengan banyak. Raja Saraki tidak menyadari kalau makanan yang dibawa Puti Saraki telah diberi racun tidur. Setelah itu tubuh Raja Saraki diselimuti kain ajaib, Kain Bala. Barang siapa yang diselimuti kain itu dia akan segerah meninggal dunia.

Raja Saraki pun meninggal dunia, kemudian dia memerintahkan beberapa orang dayang memenggal kepala Raja Saraki. Kemudian kepala di bungkus dengan kain kuning, dan jasadnya dibuang oleh dayang yang lain disuatu tempat yang jauh. Selain itu, dayang-dayang yang lain juga memberikan makanan pada orang-orang. Azu Sarah dipanggil Puti Baluki dan dimintanya melihat kepala Raja Saraki. Setelah itu, Puti Balukih keluar dan menemui rakyat banyak dan para prajurit Raja Saraki yang menunggu di luar rumah.

“Wahai semuanya rakyat negeri Sabah, dan para prajurit sekalian. Raja Saraki memutuskan kalau dia akan menjadikan seluruh anak gadis di negeri Sabah untuk sebagai gundiknya.” Kata Puti Balukih. Mendengar kata-kata Puti Balukih semuanya percaya dan menyatakan menolak dan memberontak pada Raja Sarakih.

“Kita ganti saja Raja Saraki yang zalim dan keterlaluan itu dengan raja yang adil.” Teriak orang-orang, kemudian mereka mengusulkan untuk mengangkat Puti Balukih yang menjadi ratu. Ternyata semua setujuh mengangkat Puti Balukih menjadi Ratu di negeri Saba.

“Kami setujuh rajah di singkirkan dan dihukum mati.” Kata semua rakyat mulai menuntut atas kezaliman Raja Saraki selama ini. Puti Balukih kemudian mengatakan kalau telah menghukum Raja Saraki, lalu memperlihatkan kepala Raja Saraki. Semua rakyat dan prajurit percaya kalau Raja Saraki telah mati. Maka Puti Balukih akhirnya dinobatkan menjadi Ratu di Negeri Saba. Diadakan pesta besar-besaran acara penobatan selama tujuh hari tujuh malam. Setelah itu, Puti Balukih menjadi ratu yang hebat. Dia memerintah dengan adil dan bijaksana. Hanya sayangnya, Puti Baluki masih menjadi orang kafir. Dia dan rakyatnya menyembah matahari.

Puti Balukih memiliki peliharaan seekor burung merak. Burung berbuluh indah dan pandai berkata-kata. Menjadi hewan peliharaan kesayangan Putih Balukih. Suatu hari burung merak itu diminta olehnya mencari sumber air. Dalam hal jodoh sangat sulit mencari bandingannya, karena Putih Baluki sangat cantik dan seorang ratu. Membuat dirinya sulit mencari jodoh yang sepadan. Maka dari itu, hanya Baginda Sulaiman, raja yang amat besar kerajaannya dan tidak ada yang menyamainya. Manusia, jin, hewan-hewan menjadi rakyatnya.

Baginda Sulaiman dapat mengendarai angin, sehingga dia dapat pergi kemana saja. Rupanya Baginda Sulaiman juga memiliki peliharaan kesayangan, burung merak. Suatu hari Baginda Sulaiman melihat-lihat negerinya. Dia mengajak burung merak peliharaannya untuk menemaninya. Terbang kesana kemari mengendarai angina. Tibalah waktunya shalat zuhur, beliau istirahat di suatu tempat. Meminta burung merak peliharaanya mencari air untuk wudhu.

“Merak, pergilah carikan air untuku. Aku mau wudhu dan shalat zuhur.” Perintah Baginda Sulaiman.

“Baik Baginda Sulaiman.” Kata burung Merak peliharaan beliau. Merak terbang mencari air, lama terbang akhirnya dia menemukan sumber air yang jernih. Saat turun dan hinggap di sebuah dahan pohon didekat air. Merak peliharaan Baginda Sulaiman melihat Merak peliharaan Puti Baluki.

“Hai, kau merak dari negeri mana.” Tanya Merak peliharaan Baginda Sulaiman.

“Aku merak dari Negeri Saba. Aku merak peliharaan Rutu di Negeri Saba.” Jawab Merak peliharaan Putih Baluki. Keduanya berkenalan dan saling memberitahu tentang siapa pemilik mereka. Merak Puti Balukih mengajak Merak Baginda Sulaiman pergi ke negeri saba. Tibalah di sana, Merak peliharaan Baginda Sulaiman melihat negeri makmur itu. Kagum dengan kecantikan Puti Balukih, ratu yang adil dan bijaksana, pemimpin besar di banua Yaman. Melihat istananya yang megah dan luas. Merak juga menceritakan tentang Baginda Sulaiman yang seorang Nabi.

*****

Sementara itu, Baginda Sulaiman sudah gelisah menunggu burung meraknya yang tidak kembali-kembali dari mencari air. Dia begitu marah dan akan menghukum burung merak itu. Tidak beberapa lama muncul burung gagak. Baginda Sulaiman yang mengerti bahasa hewan-hewan segerah memanggil burung gagak.

“Aku perintahkan kau gagak, cari Merak dan minta dia segerah kembali karena dia akan Aku hukum.” Kata Baginda Sulaiman. Gagak mengiakan dia segerah terbang cepat terbang kemana-mana. Beberapa waktu baru berjumpa dengan Merak peliharaan Baginda Sulaiman di istanah Puti Baluki sedang bersama merak milik Puti Baluki.

“Hei merak, disini rupanya kamu. Jauh sekali kau bermain, kelelahan mencarimu. Lupa dengan tugas sendiri. Segeralah pulang perinta Baginda Sulaiman karena kau akan dia hukum.” Kata burung gagak, mendengar itu Merak menjadi ketakutan dan segerah dia pamit pulang untuk menemui Baginda Sulaiman.

“Ampunkan hamba baginda, atas kelalaian saya. Saya melihat hal yang sangat mengherankan sehingga terlambat kembali menemui baginda.” Kata Merak.

“Baiklah Merak, kalau yang kau lihat itu benar Aku akan mendengarkanmu.” Jawab Baginda Sulaiman. Merak kemudian menceritakan awal berjumpa dengan Merak peliharaan Puti Balukih. Kemudian dia diajak ke negeri Saba dan menjumpai Ratu yang sangat cantik, negeri yang makmur, dan istanahnya sangat megah. Negeri Saba berada di banua Yaman. Tapi mereka bukan bangsa Muslim dan menyembah matahari. Mendengar itu, Baginda Sulaiman tidak memarahi merak peliharaanya. Dia mengajak merak segerah kembali ke istana beliau.

Tiba di istana beliau segerah menulis surat pada Puti Balukih mengajaknya masuk agama Islam. Surat diantar oleh merak yang sudah tahu jalannya. Menerima surat itu Puti Baluki menjadi bahagia dan gembira. Setelah membaca surat Puti Balukih tidak sadar kalau sudah terkena mujizat Baginda Sulaiman. Setelah itu, dia mengumumkan pada semua rakyat Negeri Saba kalau ada surat dari Baginda Sulaiam untuk mengajak semuanya menjadi Islam.

Tapi Puti Baluki harus menguji dahulu. Benarkah Baginda Sulaiman itu seorang Nabi Allah. Maka dia mengirimkan persembahan kuda dan emas. Bila persembahan itu dikembalikan berarti Sulaiman itu seorang nabi. Kalau persembahan itu diterima maka dia hanyalah seorang raja. Nabi tidak boleh dilawan dan harus diikuti ajakannya.

Persembahan Puti Balukih dikembalikan oleh Baginda Sulaiman. Maka yakinlah dia kalau Baginda Sulaiman seorang Nabi. Maka Puti Balukih dan seluruh rakyatnya menyatakan masuk Islam. Utusan Putih Balukih yang dikirim ke negeri Baginda Sulaiman disambut dengan meriah. Semua mengagumi kebesaran negeri dan kemegahan istana Baginda Sulaiman. Dia mengatakan kalau Puti Baluki tidak dapat datang menemuinya, dia yang akan datang menemuinya.

Mendengar pesan dari Baginda Sulaiman yang disampaikan utusan sudah pulang. Begitu juga betapa banyak rakyat Baginda Sulaiman. Membuat Puti Balukih berpikir kalau dia tidak akan mampu menjamu kedatangan rombongan Baginda Sulaiman. Puti Balukih kemudian mengumumkan dan menghimpun rakyat yang mau ikut ke negeri Baginda Sulaiman. Di temani para hulubalang, prajurit, rakyatnya Puti Baluki berangkat menuju negeri Baginda Sulaiman. Merak peliharaanya terbang terlebih dahulu memberi tahu Baginda Sulaiman kalau Puti Balukih beserta pengikutnya sedang dalam perjalanan.

Baginda Sulaiman bersiap-siap menyambut kedatangan Putih Balukih. Dari jamuan sampai keperluan lainnya. Beliau juga memerintahkan jin Azap bin Barkaia memindahkan mahligai Puti Baluki ke istanah Baginda Sulaiman untuk tempat tinggal Puti Balukih nantinya saat dia tiba, hanya dalam waktu setengah hari saja. Setelah mahligai tiba dilengkapi dengan tempat mandi yang ditutupi dengan kaca.

Semua kalangan masyarakat diundang untuk menyambut kedatangan rombongan Puti Balukih. Saat tiba di istanah Baginda Sulaiman. Puti Baluki merasa heran karena mahligai sama persis dengan mahligai miliknya.

“Ini mahligai milik Puti Baluki, saya harap kau akan nyaman kalau tidur di tempat sendiri. Saya memerintahkan salah seorang jin untuk memindahkannya ke sini.” Jelas Baginda Sulaiman, sehingga membuat Puti Baluki menjadi yakin kalau itu memang mahligai miliknya.

“Terimakasih, Baginda Sulaiman.” Jawab Puti Baluki yang kagum dengan mujizat Baginda Sulaiman.

“Bagimana dengan niat menjadi orang Islam.” Tanya Baginda Sulaiman. Puti Baluki menjawab kalau dirinya sudah siap menjadi orang Islam begitu juga rakyatnya. Beberapa waktu berlalu dan Puti Baluki dilamar oleh Baginda Sulaiman. Mereka akhirnya menikah dan hidup bahagia. Mujizat Baginda Sulaiman membuat semua rakyat negeri Saba menjadi Muslim. Puti Balukih, menjadi muslimah yang taat. Di kisahkan kalau istri Baginda Sulaiman berjumlah seribu dua ratus orang.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Rama Saputra.
Palembang, 29 Agustus 2022.
Sumber: Edwar Djamaris. Hikayat Puti Balukih:Cerita Klasik dalam Sastra Minangkabau. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.

Sy. Apero Fublic

Selasa, 23 Agustus 2022

SASTRA KLASIK: Hikayat Puti Balukih (Sumatera Barat)

JURNAL APERO FUBLIC.- Selain Tambo jenis sastra klasik dari Sumatera Barat adalah Kaba. Kaba berbentuk prosa yang ditulis berirama.Tambo biasanya dituturkan sehingga menjadi sejenis sastra lisan. Sastra kaba juga dituturkan dan ditulis. Berikut ini kita menjelaskan naskah kaba, berjudul Kaba Puti Balukih. Naskah ini, disimpan Museum Nasional di Jakarta. Naskah Kabah Puti Balukih dialih aksarakan oleh Edwar Djamaris.

Cerita ini bukan cerita asli dari Minangkabau, tapi bentuk sastra bernasab dan tersebar. Maksud bernasab cerita adalah cerita klasik yang ditulis ulang oleh penulis dan disesuaikan dengan budaya daerah penulis. Selain di Sumatera Barat cerita Putri Balukih juga ditemukan di Sunda, dengan judul Putri Balkis. Jenis pengaruh sastra Putri Balukih adalah sastra pengaruh Islam.

Namun cerita ini dapat digolongkan dengan sastra Sumatera Barat pengaruh Islam karena di tulis menggunakan bahasa Minangkabau dan disusun dengan sistem sastra kaba. Zaman Belanda pernah diterjemahkan oleh Gerth van Wijk ke dalam bahasa Belanda, berjudul De Geschiedenis van Princes Balkis.” Een Maleische vertelling dimuat dalam VBG XLI, 1881.

Naskah dimuali dengan bacaan basmalah dan kalimat Alhamdulillah dalam bahasa Arab. Kisah Putri Balukih dimulai dari  Yaman. Diceritakan Raja Saraki menjadi raja di negeri Kota Saba, Banua Yaman. Dia menjadi raja yang zalim dan rakyat sangat membencinya. Seorang menteri Raja Saraki bernama Azu Sarah pergi berburu ke hutan. Saat berburu di tengah hutan dia dan teman-temannya tersesat. Pada suatu malam dia melihat seorang putri ternyata anak bangsa jin, berwajah cantik sekali. Dengan bantuan seorang jin juga dia menemui raja jin. Azu Sarah akhirnya dinikahkan dengan dengan putri raja jin itu. Sedangkan teman-teman Azu Sarah diantar kembali pulang ke negeri Sabah.

Beberapa saat kemudian lahirlah seorang anak, dinamakan Puti Balukih. Tidak lama kemudian istri Azu Sarah meninggal dan anak mereka dirawat oleh tujuh dayang. Waktu berlalu, setelah Puti Balukih dewasa ayahnya ingin kembali ke negerinya, Negeri Saba. Puti Balukih ingin ikut, tapi dilarang oleh kakeknya. Namun Putri Balukih akhirnya ikut ke negeri Saba. Sebelum berangkat, kakeknya membuatkan sebuah rumah di negeri Saba.

Mangko ado dalam Banua Yaman.
Sebuha nagari amaek taguah.
Lai bakoto-koto kaciak.
Lai baparik tanah bato.
Balabuah bapintu gadang.
Batantu urang ka masuak.
Pintu bakawa hulubalang.
Halaman carano basah.
Urai tatabua tidak hilang.
 
Di sanalah urang kayo-kayo.
Budak bamain-main ria.
Urang bujang bamain ameh.
Urang tuo badiam diri.
Batambah tuo batambah pakak.
Di sanalah urang sanang-sanang.
Nagari banamo koto Saba.
Rajo banamo Rajo Saraki.
 
Rajo nak kuat gadang panjang.
Rajo mamutuih rantai basi.
Tidak panah dilawan urang.
Kahandaknyo tidak tabalintang.
Maniayo anak mudo-mudo.
Mahanguihkan hati ibu bapak.
Mamandang anak bibao rajo.
Tidak buliah dijapuik lai.
Malainkan dengan relanyo.
Mambunuah tidak batanyo.
Madando tidak buliah kurang.
Salah saketek kanai bunuah.
Tidak tatanggung dicambuk rantai.
Banyak manyumpah dalam hati.
Hati nan tidak buliah sanang.

Demikian sedikit cuplikan dari Kaba Putri Balukih. Buku alih aksara ini berjudul Hikayat Putri Balukih, yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta tahun 1985. Buku setebal 112 halaman, halaman judul dan alih aksara, daftar isi, kata pengantar, latar belakang, cerita singkat, dan  tulisan naskah kabah berbentuk bait-bait panjang. Baitnya tidak teratur dan kalimatnya seperti berpuisi dan mirip irama pantun, hampir bersahutan. Kalau Anda ingin lebih tahu dapat menjumpai buku di Perpustakaan Daerah atau Perpustakaan Nasional.

Disusun: Tim Apero Fublic
Palembang, 23 Agustus 2022.
Editor. Arip Muhtiar, S.Hum
Tatagambar. Dadang Saputra.
Sumber: Edwar Djamaris. Hikayat Puti Balukih: Cerita Klasik dalam Sastra Minangkabau. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.


Sy. Apero Fublic

Sabtu, 06 Agustus 2022

MENGENAL Naskah Awi-Awian

JURNAL APERO FUBLIC.- Naska awi-awian dan I dremen adalah naskah dari kebudayaan masyarakat Bali. Naskah awi-awian koleksi Perpustakaan Nasional dengan nomor naskah 523.P.18. Diterjemahkan dan alihaksarakan oleh Made Purna, I Gusti Ngurah Arinton, Anak Agung Alit Geriya, dan Fajria Novari Manan dengan editor Elizabeth Tioria. Diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1992-1993 di Jakarta.

Buku setebal 112 halaman, terdiri dari halaman caver, daftar isi, pendahuluan dan pembahasan alih aksara dan terjemahan. Sistem pupu masih dipakai sebagaimana ciri kesastraan Bali lama. Pupuh juga sama dengan pupuh naskah klasik sastra Bali, misalnya pupuh demung, pupuh maskumambang, pupuh pangkur, dan lainnya. Pada Bab ketiga dibahas nilai-nilai naskah, da nisi naskah. Seperti menjelaskan ajaran-akaran agama Hindu yang terkandung dalam naskah.

Penulisan terjemahan dan alih aksara dengan system memanjang seperti kalimat. Tidak mengikuti bentuk asli dari naskah yang berbait-baik layaknya naskah lama. Sehingga kita disajikan seperti membaca buku pada umumnya. Bentuk tulisan naskah asli berbait-bait dan layaknya naskah klasik. Berikut cuplikannya.

Saking tuhu manah guru,
Mituturincening jani,
Kawru luwir senjata,
Ne dadi prabotang sai,
Kaanggen ngaruruh merta,
Saenun ceninge urip.
 
Ring sekolah genah ipun,
Telebang janten kapanggih,
Malajah seken-sekenang,
Eda sok demen malali,
“laline” maarti engsap.
Yang engsap mapuara kali.

Alih Aksara.

1.Iseng nggawe kidung akikit anggon panglilan ati bilih sinya kasiddhan lipur paripurnna amanggih panas ati buka borbor idhep tityange sai saidupe nama kaerang-erang baya tityang twah ne ring kuna tan pakirti sangkane mangkin tama, tan pgat amanggih wisti.

Terjemahan.

1.Mencoba membuat sedikit tembang dipakai penghibur hati, semoga bisa terhibur sempurna, selalu diliputi sakit hati bagaikan terbakar pikiran hamba setiap saat, seumur hidup diliputi bahaya, mungkin kehidupan hamba dahulu tiada pengabdian sehingga sekarang harus diterima, tiada hentinya kesengsaraan.

Alih Aksara.

2.Mawuwu wuwu sai manggredek maluwab luwab kbus buka timbung buka ilehin geni idhep tityange rahima wngi twara pgat manahen kajantaka mangkim tityang dini manyidayang kasangsara sasryen jimani loka, boya ke cingat tityang mangkin susuhunan tityang lalisan jwa tuhu nyanta.

Terjemahan.

2.Bertambah-tambah terus bagaikan sampai mendidih panasnya seperti dilalap dan dikitari api pikiran hamba, setiap saat tiada hentinya menahan kesedihan, sekarang hamba di sini dihadapi dengan jaman yang selalu setia terhadap kesengsaraan. Bukankah dilihat hambah sekarang, junjungan hambah mungkin sangat lupa, sungguh mentakdirkan.

………………..

Dalam buku naskah awi-awian juga memuat naskah I-Dremen yang memiliki nilai-nilai ajaran luhur. Ada ajaran yang menerangkan tentang aktivitas mabebasan. Aktivitas tersebut berupa membawa dan menyanyikan dan menerjemahkan kadang juga dibahas oleh peserta. Dorongan untuk mabebasan di kalangan masyarakat Bali karena kurang menguntungkan kalau membaca naskah sendiri. Selain itu, nystra wajib diketahui dan dikuasai oleh setiap orang, terutama orang dari wangsa Brahmana. Sebab wangsa Brahmana adalah wangsa tertinggi yang menjadi panutan dari wangsa Ksatria, Weisa dan Sudra.

Disusun: Tim Apero Fublic
Palembang, 8 Agustus 2022.

Sy. Apero Fublic

Selasa, 26 Juli 2022

SASTRA LISAN: Sawirigadi di Togo Motondu Lasalimu

JURNAL SASTRA APERO FUBLIC.- lkisah, hiduplah seorang raja yang bernama La Tolowu yang memerintah sebuah negeri. Raja La Tolowu hidup makmur dan rukun dengan permaisurinya dan sangat dicintai rakyatnya. Demikianlah semua rakyatnya patuh dan tunduk padanya. Permaisuri seorang wanita yang cantik jelita, badanya ramping, wajah bercahaya bak bulan purnama.

Sekarang permaisuri sedang hamil tua. Tidak berapa lama kemudian dia pun melahirkan kembar, satu laki-laki satu perempuan. Raja terkejut ketika mendengar kalau permaisurinya melahirkan dua anak sekaligus. Sebab, belum pernah ada ceritanya wanita melahirkan kembar di negeri mereka selama ini. Anak laki-laki dinamakan Sawirigadi dan anak perempuan dinamai Wadingkawula. Kelahiran kembar adalah hal ajaib bagi masyarakat negeri La Tolowu. Jangankan melihat, mendengar kelahiran kembar saja mereka belum pernah. Hal demikian membuat raja menjadi khawatir dan gusar. Dia memerintahkan pelayannya untuk mengundang para ahli nujum ke istana.

“Saya mengundang paman-paman semua ke istana, untuk meramalkan nasib anak laki-laki ku itu, karena lahir bersama kembar perempuan.” Kata raja setelah para ahli nujum hadir semua di hadapan beliau.

Mendengar perintah sang raja mereka. Maka mereka mulai bekerja untuk mencari tahu tentang nasib anak laki-laki raja. Mereka mulai membuka kitab kesaktian masing-masing. Beberapa saat kemudian, semua ahli nujum mulai menggeleng-geleng kepala mereka.

“Kenapa kalian menggeleng-geleng semua.” Tanya raja.

“Ampun tuanku, penglihatan kami dari kitab kami masing-masing  menunjukkan kalau kedua anak tuanku tidak boleh tinggal bersama-sama dipelihara dalam negeri kita, karena yang laki-laki kelak setelah dewasa akan mendapat bala dan kesukaran besar kalau tidak dipisakan. Demikian pula negeri ini akan binasa. Setelah mendengar semua ramalan ahli nujum, raja menjadi sedih dan serba salah. Namun, akhrinya mereka memutuskan untuk membuang anak laki-laki raja bernama, Sawirigadi.

Kemudian dibuatlah sebuah rakit dan perlengkapannya untuk tempat menghanyutkan Sawirigadi. Diringi upacara besar, dihadiri pembesar istana, hulubalang kerajaan, dan para tetua adat, rakyat dan tentu raja dan istrinya. Watu itu, arus muara sungai deras sekali sehingga sebentar saja rakit Sawirigadi menghilang meninggalkan negeri kelahirannya. Di bawa ombak laut, rakit Sawirigadi terdampar di pantai Luwu,  Sulawesi. Sawirigadi ditemukan seorang nelayan yang tidak punya anak, lalu mengangkat Sawirigadi menjadi anaknya.

Sawirigadi mendapat kasih sayang dari kedua orang tua angkatnya. Dia di manja dan menjadi anak ceria. Tibalah waktu Sawirigadi menjadi pemuda yang dewasa. Saat besar, Sawirigadi terpikirkan untuk membantu orang tuanya, dan tidak hidup menunggu di rumah saja. Suatu hari dia berpamitan dengan orang tuanya untuk pergi merantau. Orang tua angkatnya mengizinkan, dan berlayarlah dia sampai tiba di Mandar, pantai Barat Sulawesi. Tinggalah dia di Mandar, karena sikap dan sifatnya yang baik dan pandai bergaul. Sawirigadi akhirnya menjadi kesayangan masyarakat Mandar.

Ada seorang saudagar kaya di Mandar yang memberikan kepercayaan pada Sawirigadi untuk membantunya berdagang. Dia diangkat menjadi nahkodah kapal saudagar itu. Selain itu, Sawirigadi juga pandai berdagang. Sehingga perdagangan mereka menjadi untung dan terus maju berkembang.

Melihat keadaan demikian Saudagar itu mengangkat Sawirigadi menjadi saudagar juga. Kemudian memerintahkan dia membuka perdagangan di Wolio. Maka berlayarlah dia bersama teman-temannya menuju tanah Wolio. Sebelumnya saudagar kaya itu juga sering berdagang di Wolio.

Tibalah Sawirigadi di Wolio, dia membawa anak buahnya kedarat dan berdagang. Kemudian barang dagangan mereka habis karena memang dibutuhkan oleh rakyat negeri Wolio. Sementara Sawirigadi berjalan-jalan dan dia bergaul dengan banyak pemuda. Tampak dia bermain dan berbincang-bincang dengan pemuda di sekitar rumah raja Wolio.

Pada saat itu, mereka bermain raga di halaman rumah raja. Dari dalam istanah keluarlah seorang gadis cantik, kulitnya kuning langsat. Dia tampak mengangkat jemuran di halaman istanah. Sawirigadi melihat gadis cantik itu, dia pun jatuh cinta. Keesokan harinya kembali Sawirigadi datang bermain raga. Melihat gadis cantik itu, terpikirkan bagaimana dia mendekatinya. Sawirigadi kemudian memasukkan cincinnya ke dalam bola raga, lalu dia tending ke jendela kamar putri cantik itu. Ketika melihat raga jatuh di pangkuannya putri cantik itu mengambilnya. Dia melihat ada sebuah cincin dan dia pasangkan di tangannya. Putri itu kemudian melepaskan cincinnya dan memasukkan kedalam bola raga. Saat dilempar dan di tangkap Sawirigadi dia juga melihat cincin yang berbeda. Saat dia kenakan di jari manisnya, cincin itu sesuai dan pas di jari-jari keduanya. Keduanya akhirnya saling mencintai dan berhasrat besar. Maka Sawirigadi memberanikan diri untuk melamar putri cantik itu. Dia membawa banyak harta dan buah-buahan sebagai tanda lamaran. Namun, lamaran ditolak oleh raja. Walau demikian, Sawirigadi tidak mau menyerah.

Tanpa sepengetahuan Sawirigadi, raja mengetahui tentang cincin yang ditukar oleh putrinya Wadingkawula beberapa waktu lalu. Dari cerita putrinya, kalau cincin keduanya sangat pas di jadi manis mereka, tidak longgar dan tidak sempit. Raja juga mengenali cincin tersebut dan menduga kalau yang melamar anaknya, adalah anaknya sendiri yang dia buang puluhan tahun lalu.

Sawirigadi merasa dipermalukan karena lamarannya ditolak raja. Diambilah keputusan yang berat, dia lebih baik mati daripada tujuannya tidak tercapai. Dia memerintahkan semua teman dan pengikutnya untuk bersiap. Kemudian dia menerobos ke istana raja dan menuju kediaman putri Wadingkawula. Setelah itu, dia menggendong putri Wadingkawula ke hadapan raja. Sehingga raja tidak dapat menolak lagi dan terpaksa menikahkan Sawirigadi dengan putrinya Wadingkawula. Pernikahan itu, kemudian dimeriahkan dengan pesta besar dan ramai.

Pesta pernikahan selesai sudah. Namun ada hal yang terjadi sangat buruk. Hujan mulai turun dengan lebat dan angina topan datang bertiup kencang. Petir menyambar-nyambar, guntur menggelegar dan kilat berkelipan. Seluruh negeri menjadi gelap gulita bagaikan malam terus. Pada awalnya orang mengira kalau itu hujan biasa. Namun akhirnya kejadian itu pun berlanjut sampai tujuh hari tujuh malam. Setelah itu, negeri itu pun tenggelam dan hilang di dalam laut.

Orang La Salimu menyebut negeri yang tenggelam itu dengan, Togo Montondu. Dikisahkan juga untuk mereka yang selamat dari malapetaka itu pergi ke Ambua di daratan La Salimu. Sebagian lagi yang selamat pergi dan tinggal di Kamaru. Menurut kisah, Sawirigadi dan Wadingkawula berubah wujud menjelma menjadi buaya.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Melinda
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 8 Juli 2022.
Sumber: M.Arief Mattalitti, Dkk. Sastra Lisan Wolio. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.

 Sy. Apero Fublic

Minggu, 24 Juli 2022

Dongeng: SI Kera dan Si Bangau

JURNAL APERO FUBLIC.- Pada suatu hari, seekor kera mengajak bangau pergi ke laut untuk mencari ikan.

“Tidak mau, saya takut sebab diriku masih kecil.” Jawab bangau.

“Kana da saya, nanti kalau ada manusia saya yang akan menggigitnya.” Kata kera membujuk burung bangau. Bangau akhirnya setuju dan mereka pergi ke laut dan mencari ikan. Beberapa saat kemudian bangun pun banyak mendapat ikan. Sementara kera tak seekor pun mendapat ikan. Kera tidak pandai mencari ikan. Kakinya lebar, saat menginjak air langsung air terguncang dan ikan lari. Kalau bangau tidak, kakinya kecil dan tinggi. Bangau termasuk hewan pemburu ikan.

Kera, yang memiliki sifat jahat dan iri dengki itu, menjadi iri melihat keberhasilan bangau. Kera mendekati bangau dan menangkapnya. Kemudian ikannya dia rampas dan bulu-bulu bangaun dia cabuti, begitu juga bulu badan angsa. Setelah itu, kera pulang meninggalkan bangu yang kedingin karena bulunya sudah habis dicabuti kera. Dia pun tidak dapat terbang lagi. Kera tiba di rumah, semua ikan yang dia dapati dari bangau dimasaknya. Kemudian dimakannya dengan lahap dan habis.

“Hai kera, dimana anakku Bangau. Mengapa hari sudah malam belum juga pulang ke rumah.

“Tidak tahu, tadi sudah saya panggil diajak pulang, tapi dia tidak mau.” Jawab kera berbohong. Mendengar jawaban si kera, ibu bangau menjadi khawatir dan terbang menuju pantai. “apa mungkin anakku diterkam hewan buas, atau ditangkap manusia.” Pikir ibu bangau dalam perjalanan menuju pantai. Ibu bangau terbang rendah mencari-cari anaknya, dan bertemu. Tampak diam dan tidak bergerak.

“Kau kenapa anakku. Kasihannnnnya?.” Kata ibu Bangau.

“Ikanku habis dirampas kera, kemudian dia mencabuti bulu-buluku sampai habis.” Jawab anak bangau. Ibu bangau marah besar, kemudian dia membawa anaknya pergi ke sebuah gua batu. Setiap hari dia merawat dan memberi makan anaknya. Sampai akhirnya bulu-bulu anak bangau tumbuh seperti semua dan dia dapat terbang tinggi lagi. Setelah itu, barulah mereka pulang ke rumah mereka.

Ibu bangau menceritakan kejadian yang menimpa anaknya pada tetangga-tetangganya. Kemudian mereka bersepakat untuk memberi hukuman pada kera yang jahat. Si bangau kemudian mengajak kera menangkap ikan di suatu pulau yang banyak ikannya. Semua kawanan kera yang mau ikut diajak, termasuk kera yang dulu berbuat jahat pada anak bangau.

Mereka kemudian naik perahu dan mulai menyeberangi lautan menuju pulau yang dituju. Banyak sekali kawanan kera yang ikut. Di tengah-tengah lautan, kawanan bangau mulai mematuk dinding kapal. Kemudian membuat kapal menjadi bocor. Saat perahu hampir tenggelam, semua bangau beterbangan ke udara meninggalkan perahu. Semua kera mati lemas, hanya tertinggal satu yang belum mati yaitu si kera yang mencabuti bulu anak bangau. Namun, kera yang pernah mencabuti bulu anak bangau ternyata selamat. Dia kemudian sampai di sebuah pulau. Dia tiba di pulau itu dengan badan yang basah kuyup.

“Dari mana ekau kera.” Tanya ulat bulu.

“Aku baru tiba dari Pulau Jawa.” Jawab kera.

“Bohong sekali kau ini kera, bagaimana kau bisa kemari  kalau demikian.Barangkali kau baru saja dari kebun mengambil buah-buahan prang.” Jawab Ulat bulu. Ketika mendengar kata-kata ulat bulu, membuat kera menjadi marah.

“Awas, nanti ku siksa seperti bangau.” Kata hati kera. Kera kemudian berkata. “Ulat bulu, lancing sekali mulutmu. Nanti kau kumasukkan kedalam hidungku.” Kata kera menakut-nakuti ulat bulu.

“Omong kosong, kau tidak akan berani. Coba saja.” Kata ulat Bulu menantang kera. Kera menjadi semakin marah dan dia menangkap ulat bulu lalu dia masukkan ke dalam hidungnya. Ulat bulu kemudian terus masuk ke dalam hidung kera kera jahat itu.

“Ulat bulu, saya hanya main-main. Tidak serius, kasihani Aku.” Teriak kera yang merasakan sakit yang amat sangat karena ulat bulu memakan otaknya. Ulat bulu tidak peduli dengan teriakan kera, sampai akhirnya kera meninggal karena itu.

Rewrite. Tim Apero Fublic.
Editor. Arip Muhtiar, S. Hum.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 25 Juli 2022.
Sumber. M.Arief Mattalitti, Dkk. Sastra Lisan Wolio. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.

Sy. Apero Fublic

Putri Satarina dan Tujuh Bidadari

JURNAL APERO FUBLIC.- Suatu masa, hiduplah sepasang suami istri yang bahagia. Memiliki seorang anak perempuan bernama, Satarina. Namun kebahagiaan keluarga kecil itu berakhir, saat istrinya jatuh sakit. Setelah berusaha diobati, namun sakit terus bertambah parah dan akhirnya meninggal dunia. Ayah dan anak begitu kehilangan dan bersedih.

Beberapa waktu kemudian, ayah Satarina merasa kehidupan keluarga sangat kerepotan. Untuk itu, dia berencana untuk menikahi sehingga dia dapat mengurus anaknya Satarina dengan baik. Kemudian menikahlah ayah Satarina dengan seorang janda yang memiliki anak perempuan juga bernama, Katarina.

Satarina tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan baik perangainya. Sementara Katarina keadaan sebaliknya, wajahnya tidak cantik dan matanya membelalak. Ditambah juga perangainya tidak baik. Waktu berlalu cepat, akhirnya Satarina yang cantik dan baik cepat mendapat jodoh. Sementara Katarina sudah lama tidak ada yang melamar. Melihat keberuntungan hidup Satarina demikian, ibu tiri dan adik tiri Katarina menjadi iri. Timbulah niat jahat di dalam hati mereka.

Satarina kemudian melahirkan seorang anak. Ibu tiri Satarina sering memandikan anak satarina dengan air hangat. Suatu hari, ayah dan suami Satarina sedang tidak ada di rumah. Keadaan itu dimanfaatkan oleh Ibu tiri Satarina untuk berbuat jahat. Dia kemudian mengajak Satarina mandi di sungai. Sementara Katarina saudara tirinya menjaga anak Satarina. Tiba di sungai, Satarina menolak untuk turun mandi ke sungai. Karena dia tidak bisa berenang.

“Tidak apa-apa, kita mandi di pinggir sungai saja.” Kata ibu tirinya memaksa, dan akhirnya Satarina menuruti saja. Mandilah di pinggiran sungai yang surut. Tanpa disangkah-sangkah, ibu tiri Satarina mendorong tubunya ke tengah dimana air dalam dan deras. Sehingga Satarina akhirnya meninggal karena lemas. Setelah yakin Satarina telah meninggal, ibu tirinya pulang ke rumah.

“Katarina, kau sekarang menyamarlah menjadi Satarina. Saat suami Satarina pulang, kau masuk kamar mereka dan tutup pintu jendela.” Kata Ibu Katarina. Katarina menuruti perintah ibunya, dia juga merasa senang. Pulanglah ayah dan suami Satarina.

“Ibu, dimana Satarina.” Tanya suaminya.

“Satarina di kamar, bersama anaknya.” Jawab ibu tiri Satarina. Saat masuk kamar, keadaan kamar gelap gulita karena jendela tertutup rapat.

“Alangkah gelapnya, Dinda. Bukalah pintu Aku tidak dapat melihat dengan jelas.” Kata suami Satarina.

“Jangan dulu, Kanda. Mataku sedang sakit, jadi silau melihat cahaya.” Jawab Katarina, suami Satarina tidak menyadari kalau itu bukan istrinya Satarina, tapi Katarina adik tirinya. Pada suatu hari, datanglah undangan keluarga. Untuk itu, Katarina memakai pakaian Satarina dan memakai penutup wajah sehingga hanya matanya yang terlihat. Setelah acara selesai mereka pulang dan kembali kedalam kamar yang gelap.

*****

Sementara itu, setelah tubuh Satarina tenggelam lemas di dalam sungai. Dari langit turun tujuh bidadari menuju sungai untuk mandi. Saat masuk kedalam sungai salah satu dari mereka menemukan tubuh Satarina dibawa arus sungai. Setelah mandi, tujuh bidadari itu membawa Satarina ke langit dimana istana mereka. Di sana tubuh Satarina kemudian disiram dengan air kehidupan. Sehingga Satarina kemudian menjadi hidup kembali. Lalu mereka memasangkan sayap pada tubuh Satarina.

Seperti biasa, ketujuh bidadari itu akan mandi. Pada suatu malam yang cerah, mereka pergi mandi ke sungai seperti biasa. Satarina dibawa juga dan dia sekarang bisa terbang. Selesai mandi, Satarina meminta izin untuk menyusui anaknya di rumah.

“Oh, kau sudah punya anak, Satarina.” Tanya seorang Bidadari.

“Iya, saya sudah punya seorang anak. Aku akan menyusuinya, kiranya dia sudah lapar.” Jawab Satarina. Sebelum pulang Satarina menceritakan kejadian yang menimpanya sebelum ditemukan oleh tujuh bidadari itu. Dia punya suami, anak, ayah, ibu tiri dan saudara tiri. Sampai hari itu, dia didorong ibu tirinya ke air sungai yang dalam. Karena tidak bisa berenang dia lemas di dalam air, dan meninggal dunia.

“Terimakasih kalian sudah membantu dan menyelamatkanku.” Kata Satarina, dan semuanya mengiakan serta ikut bersedih atas kejadian buruk menimpa Satarina.  Ketujuh bidadari itu memberikan izin untuk menyusui anaknya. Syaratnya tidak boleh lama-lama di rumanya. Sebab dia sekarang sudah menjadi bidadari juga.

Satarina tiba di rumahnya, dia menggendong anaknya. Rasa rindu dan sayang terobati dan tidak henti-hentinya dia mencium anaknya. Rasanya dia tidak mau berpisah lagi. Lupalah Satarina dengan janjinya agar tidak berlama-lama. Tujuh bidadari menjadi khawatir karena hari sudah menjelang pagi. Maka tujuh bidadari mendatangi rumah Satarina. Setelah sampai di dekat rumah Satarina, tujuh bidadari bernyanyi memanggil Satarina.

“Putri Satarina,
Putri Satarina,
Putri Satarina,
Mari kita pulang,
Hari hampir siang.” Kemudian dijawab oleh Satarina.
“Putri Tujuh-Tujuh,
Putri Tujuh Tujuh,
Putri Tujuh-Tujuh,
Tunggulah dahulu,
Anakku sedang menyusu.”

Mendengar lagu Putri Satarina maka menunggulah ketujuh bidadari itu. Tidak lama kemudian berseru pula sampai tujuh kali hingga turun hujan lebat. Bersamaan itu juga, menghilanglah tujuh bidadari dan Satarina.

Para tetangga yang mendengar nyanian berbalas-balasan antara Putri Satarina dan Tujuh Bidadari menceritakan pada suami Satarina. Suami Satarina merasa aneh, benarkah istrinya seorang bidadari. Maka, suami Satarina mulai berjaga-jaga setiap malam. Tibalah malam yang cerah dan banyak bintang bertaburan. Seperti biasa, kembalilah tujuh bidadari dan Satarina turun ke bumi dan mandi di sungai seperti biasa. Setelah mandi, Satarina meminta izin untuk menyusui anaknya dan dia kembali ke rumah.

Suami Satarina yang sudah bersembunyi, mulai mendengar adanya yang mendatangi rumah mereka. Tidak lama kemudian terdengar nyanyian Satarina dan tujuh bidadari yang saling berbalas-balas. Benarlah apa yang diceritakan oleh tetangganya, pikir suami Satarina. Perlahan suami Satarina masuk kerumah dan langsung menyergap dan menangkap Satarina yang sedang menyusui anaknya. Kemudian suami Satarina memotong sayap Satarina dan dia tidak bisa lagi terbang.

Setelah itu, Putri Satarina menceritakan semua kejadian awal dan akhirnya sampai dia menjadi bidadari pada suaminya. Mendengar itu, betapa marah suami Satarina. Dia tahu sekarang mertua tirinya telah berbuat jahat pada istrinya. Sedangkan saudara tirinya yang menyamar menjadi istrinya Satarina. Keesokan harinya, suami Satarina menangkap ibu tiri dan saudara tiri Satarina dan dia masukkan kedalam balok kayu yang berlobang. Kemudian dia gulingkah ke lembah berjurang dalam. Sehingga kedua wanita jahat itu berakhir. Setelah itu, hidup bahagialah Satarina, suaminya, anak dan ayahnya.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Rama Saputra
Tatagambar. Dadang Saputra.
Palembang, 25 Juli 2022.
Sumber: M.Arief Mattalitti, Dkk. Sastra Lisan Wolio. Jakarta: Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.

Sy. Apero Fublic

Sabtu, 23 Juli 2022

Bangun Hijau dan Bangun Merah (Wolio)

JURNAL SASTRA APERO FUBLIC.- Alkisah, konon ada seorang gadis remaja bernama Bangun Hijau yang tinggal bersama ayahnya karena ibunya sudah meninggal. Bangun Hijau memiliki teman bernama Bangun Merah yang tinggal bersama ibunya, karena ayahnya sudah meninggal.

“Alangkah baiknya seandainya orang tua kita dinikahkan saja. Agar lebih akrab persahabatan kita dan kekal selamanya.” Kata Bangau Merah suatu hari. Kata-kata Bangun Merah disampaikan oleh Bangun Hijau pada ayahnya.

“Ayah, alangkah baiknya kalau ayah menjadi suami ibu Bangau Merah.” Kata Bangun Hijau.

“Ayah belum mau menikah, sebab ayah masing ingin mengurusmu. Kalau kau sudah mempunyai ibu tiri, nanti kau menderita Upik.” Kata ayah Bangun Hijau. Perkataan ayahnya dia sampaikan pada sahabatnya saat bermain.

“Masa ibuku akan menyengsarakan engkau, ia akan menyayangimu. Kembalilah beri tahu ayahmu seperti kataku ini.” Ujar Bangun Merah.

Kembalilah pulang Bangun Hijau memberi tahu ayahnya menyampaikan perkataan Bangun Merah. Dia memohon sungguh-sungguh agar ayahnya mau menikahi ibu Bangun Merah. Akhirnya ayah Bangun Hijau menikahi ibu Bangun Merah. Setelah ayahnya menikah barulah Bangun Hijau merasakan penderitaannya sebagaimana yang ayahnya katakan. Penderitaanya karena sebab ulah ibu Bangun Merah si ibu tirinya.

Sementara Bangun Merah bertembah senang hidupnya, dia selalu bermain dengan teman-temannya yang lain. Sementara Bangun Hijau bekerja di dapur, mengambil air, mengambil kayu bakar dan lainnya. Mengalami penderitaan itu barulah timbul penyesalan, namun sudah terlambat.

Suatu ketika Bangun Hijau pergi ke sungai. Tiba di sungai dia menangkap seekor ikan gabus. Kemudian dia pelihara pada sebuah kolam kecil di dekat sungai itu. Setiap kali dia pergi ke sungai, dia selalu memberi ikan gabus peliharaanya dengan sisa-sisa makanan. Saat memberi makan ikan gabusnya, dia selalu menyanyi-nyanyi.

“Si gabus-gabus gala, mari ambil bekalmu.” Bunyi nyanian Bangun Hijau. Setelah puas bermain dengan ikannya. Dia pulang membawa pasu airnya, tiba di rumah dia pun memasaknya. Begitulah pekerjaan Bangun Hijau setiap harinya, dia lakukan silih berganti dengan mengambil kayu bakar. Setiap kali tiba di rumah, ayah, ibu tiri dan saudara tirinya sudah selesai makan. Sisa-sisa makannan dia bawa kemudian kolam dan diberikan pada ikan gabus peliharaanya. Tidak lama kemudian tersebar kabar di kampungnya kalau Bangun Hijau memelihara ikan gabus yang sangat besar.

Suatu hari Bangun Hijau pergi mengambil kayu bakar ke hutan. Ayah dan ibunya pergi ke kolam di dekat sungai dimana ikan peliharaan Bangun Hijau. Ayahnya membawa kapak dan ibu tirinya membawa wadah Loyang besar untuk wadah. Setiba di dekat kolam, ayah Bangun Hijau bernyanyi juga sebagaimana Bangun Hijau memanggil ikan gabus peliharaanya. Beberapa saat kemudian ikan gabus yang sangat besar mengapung di permukaan kolam. Dengan cepat ayah Bangun Hijau mengayunkan kapak dan menancap tepat di kepala ikan gabus itu. Ikan gabus peliharaan Bangun Hijau kemudian diambil dan diolah, lalu dimasukkan kedalam wadah Loyang. Setibah di rumah mereka memasaknya, dan memakan ikan gabus itu. Bangun Merah tidak di sisakan, sementara tulang-tulangnya mereka sembunyikan di dalam abu perapian dapur. Disembunyikan agar Bangun Hijau tidak tahu.

Bangun Hijau pulang dari mengambil kayu bakar. Setelah meletakkan kayu bakar dia segerah pergi ke kolam tempat dia memelihara ikan gabusnya, untuk memberi makan. Namun, sampai lelah dia menyanyi ikan gabus tidak muncul-muncul. Sehingga dia pulang kerumah dan menangis. Beberapa waktu kemudian terdengarlah kabar kalau yang mengambil ikannya adalah ayahnya sendiri.

Waktu berlalu, Bangun Hijau terus melakukan pekerjaanya setiap hari. Bangun Merah juga tetap bersenang-senang setiap hari. Hari itu, pekerjaan telah dia selesaikan semua. Tinggal memasak untuk makan malam. Saat membersihkan tungku perapian tempat memasak. Bangun Hijau menemukan tulang ikan tertanam di dalam abu dapur.

“Ini pasti tulang ikanku.” Kata hati Bangun Hijau. Keesokan harinya dia pergi ke atas sebuah bukit untuk menanam tulang ikannya. Pulangnya dia membawa kayu bakar. Setelah berlalu tujuh hari tujuh malam, Bangun Hijau merasa rindu dengan ikannya. Dia datang menjenguk kubur tulang ikannya. Beberapa minggu kemudian dia kembali datang menjenguk kubur tulang ikannya.

Namun hal aneh terjadi, saat mendekati tempat dia menanam tulang ikan gabusnya. Dia melihat sebuah istana yang indah. Dia berjalan dan masuk istana, lalu menjumpai mahligai yang indah. Di sana dia menjumpai seorang pemuda yang sangat tampan. Dia kiranya anak seorang raja di istana itu. Bangun Hijau kemudian diperistri oleh pangeran itu. Maka dia tinggal menetep di istana pangeran itu. Hidup bahagia dan dilayani terus oleh dayang setiap hari.

Beberapa waktu berlalu, kabar tentang istana dan Bangun Hijau sampai juga ke ayah, ibu tiri dan saudara tirinya Bangun Merah. Mendengar berita itu, mereka ingin menemui Bangun Hijau. Sekarang hidup bahagia dan menjadi istri anak raja. Akhirnya ayah, ibu tiri dan Bangun Merah menemukan istana dimana kediaman Bangun Hijau. Namun sayang, saat mereka sudah dekat pintu gapura tiba-tiba istana terangkat ke langit dan menghilang. Hal demikian membuat ayah, ibu tiri dan Bangun Merah bersedih dan menyesal. Kesedihan dan penyesalan mereka yang telah berbuat jahat pada Bangun Hijau terlalu besar. Sehingga kahirnya mereka meninggal dunia karena penyesalan.

Rewrite: Tim Apero Fublic
Editor. Arip Muhtiar, S.Hum
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 23 Juli 2022.
Sumber: M.Arief Mattalitti, Dkk. Sastra Lisan Wolio. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.

Sy. Apero Fublic

Sastra Lisan Wolio: La Dhangu Sarina.

JURNAL APERO FUBLIC.- Pada pertengahan abad ke Sembilan belas hiduplah seorang yang bernama La Dhangu Sarina di sebua pulau dalam pemerintahan kerajaan Wolio. Tubuhnya tumbuh sangat mengherankan orang-orang karena terlalu tinggi besar.

Diceritakan bahwa La Dhangu Sarina ketika baru dilahirkan telah dapat menghabiskan satu tandan pisang kapok sekali makan. Jadi, telah dapat kita bayangkan betapa besar tubuhnya.

Seiring waktu besarlah La Dhangu Sarina, berpikirlah ayahnya. “Sepertinya anakku ini bukan orang biasa. Baiklah dia mulai aku lati bertempur agar menjadi pahlawan negeri, hulubalang raja.” Pikir sang ayah.

Sejak saat itu, La Dhangu Sarina mulai dilatih ayahnya. Memegang senjata dan mulai dipukul-pukul dengan kayu. Karena dia memang kuat, kayu-kayu yang dipukulkan padanya patah-patah. Lama kelamaan tubuhnya tidak lagi merasakan sakit saat di pukul. Kemudian latihan dengan dihantamkan kepalanya ke batu. Lama kelamaan batulah yang hancur dan pecah belah.

Kabar tentang La Dhangu Sarina terdengar oleh raja. Dia dipanggil raja ke istana. La Dhangu Sarina kemudian diangkat menjadi pengawal raja dan dia tinggal di dalam istana. Karena badanya yang tinggi, saat dia menggendong raja menyemberangi sungai tubuh rajah tidak basah.

Beberapa waktu kemudian, di istana raja tibahlah tamu asing. Mereka adalah utusan Kompeni. Waktu di istana tamu itu melihat La Dhangu Sarina. Dia kemudian berkata dengan terheran-heran.

“Baginda, dapatkah kiranya orang itu saya bawa berlayar kemana-mana untuk ditunjukkan pada penduduk dunia. Karena bentuk perawakan tubunya tinggi besar dan tiada duanya di muka bumi ini.” Kata utusan Kompeni Belanda.

Raja sangat besar hati atas permintaan tamunya tersebut. Dia mengizinkan, tapi waktu itu belum dapat dibawa. Tapi akan dibawa pada pelayaran berikutnya. Waktu yang ditentukan tiba, utusan kompeni datang untuk menjemput La Dhangu Sarina. Namun utusan kompeni menjadi sangat kecewa karena beberapa malam sebelum berangkat berlayar La Dhangu Sarina kemudian meninggal dunia. Demikianlah kisah La Dhangu Sarina yang tidak jadi keliling dunia untuk menyaksikan bangsa-bangsa.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Rama Saputra.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 23 Juli 2022.
Sumber: M.Arief Mattalitti, Dkk. Sastra Lisan Wolio. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.

Sy. Apero Fublic.