Bangun Hijau dan Bangun Merah (Wolio)
“Alangkah
baiknya seandainya orang tua kita dinikahkan saja. Agar lebih akrab
persahabatan kita dan kekal selamanya.” Kata Bangau Merah suatu hari. Kata-kata
Bangun Merah disampaikan oleh Bangun Hijau pada ayahnya.
“Ayah,
alangkah baiknya kalau ayah menjadi suami ibu Bangau Merah.” Kata Bangun Hijau.
“Ayah
belum mau menikah, sebab ayah masing ingin mengurusmu. Kalau kau sudah
mempunyai ibu tiri, nanti kau menderita Upik.” Kata ayah Bangun Hijau.
Perkataan ayahnya dia sampaikan pada sahabatnya saat bermain.
“Masa
ibuku akan menyengsarakan engkau, ia akan menyayangimu. Kembalilah beri tahu
ayahmu seperti kataku ini.” Ujar Bangun Merah.
Kembalilah
pulang Bangun Hijau memberi tahu ayahnya menyampaikan perkataan Bangun Merah.
Dia memohon sungguh-sungguh agar ayahnya mau menikahi ibu Bangun Merah.
Akhirnya ayah Bangun Hijau menikahi ibu Bangun Merah. Setelah ayahnya menikah
barulah Bangun Hijau merasakan penderitaannya sebagaimana yang ayahnya katakan.
Penderitaanya karena sebab ulah ibu Bangun Merah si ibu tirinya.
Sementara
Bangun Merah bertembah senang hidupnya, dia selalu bermain dengan
teman-temannya yang lain. Sementara Bangun Hijau bekerja di dapur, mengambil
air, mengambil kayu bakar dan lainnya. Mengalami penderitaan itu barulah timbul
penyesalan, namun sudah terlambat.
Suatu
ketika Bangun Hijau pergi ke sungai. Tiba di sungai dia menangkap seekor ikan
gabus. Kemudian dia pelihara pada sebuah kolam kecil di dekat sungai itu.
Setiap kali dia pergi ke sungai, dia selalu memberi ikan gabus peliharaanya
dengan sisa-sisa makanan. Saat memberi makan ikan gabusnya, dia selalu
menyanyi-nyanyi.
“Si
gabus-gabus gala, mari ambil bekalmu.” Bunyi nyanian Bangun Hijau. Setelah puas
bermain dengan ikannya. Dia pulang membawa pasu airnya, tiba di rumah dia pun
memasaknya. Begitulah pekerjaan Bangun Hijau setiap harinya, dia lakukan silih
berganti dengan mengambil kayu bakar. Setiap kali tiba di rumah, ayah, ibu tiri
dan saudara tirinya sudah selesai makan. Sisa-sisa makannan dia bawa kemudian
kolam dan diberikan pada ikan gabus peliharaanya. Tidak lama kemudian tersebar
kabar di kampungnya kalau Bangun Hijau memelihara ikan gabus yang sangat besar.
Suatu
hari Bangun Hijau pergi mengambil kayu bakar ke hutan. Ayah dan ibunya pergi ke
kolam di dekat sungai dimana ikan peliharaan Bangun Hijau. Ayahnya membawa
kapak dan ibu tirinya membawa wadah Loyang besar untuk wadah. Setiba di dekat
kolam, ayah Bangun Hijau bernyanyi juga sebagaimana Bangun Hijau memanggil ikan
gabus peliharaanya. Beberapa saat kemudian ikan gabus yang sangat besar
mengapung di permukaan kolam. Dengan cepat ayah Bangun Hijau mengayunkan kapak
dan menancap tepat di kepala ikan gabus itu. Ikan gabus peliharaan Bangun Hijau
kemudian diambil dan diolah, lalu dimasukkan kedalam wadah Loyang. Setibah di
rumah mereka memasaknya, dan memakan ikan gabus itu. Bangun Merah tidak di
sisakan, sementara tulang-tulangnya mereka sembunyikan di dalam abu perapian dapur.
Disembunyikan agar Bangun Hijau tidak tahu.
Bangun
Hijau pulang dari mengambil kayu bakar. Setelah meletakkan kayu bakar dia
segerah pergi ke kolam tempat dia memelihara ikan gabusnya, untuk memberi
makan. Namun, sampai lelah dia menyanyi ikan gabus tidak muncul-muncul.
Sehingga dia pulang kerumah dan menangis. Beberapa waktu kemudian terdengarlah
kabar kalau yang mengambil ikannya adalah ayahnya sendiri.
Waktu
berlalu, Bangun Hijau terus melakukan pekerjaanya setiap hari. Bangun Merah
juga tetap bersenang-senang setiap hari. Hari itu, pekerjaan telah dia
selesaikan semua. Tinggal memasak untuk makan malam. Saat membersihkan tungku
perapian tempat memasak. Bangun Hijau menemukan tulang ikan tertanam di dalam
abu dapur.
“Ini
pasti tulang ikanku.” Kata hati Bangun Hijau. Keesokan harinya dia pergi ke
atas sebuah bukit untuk menanam tulang ikannya. Pulangnya dia membawa kayu
bakar. Setelah berlalu tujuh hari tujuh malam, Bangun Hijau merasa rindu dengan
ikannya. Dia datang menjenguk kubur tulang ikannya. Beberapa minggu kemudian
dia kembali datang menjenguk kubur tulang ikannya.
Namun
hal aneh terjadi, saat mendekati tempat dia menanam tulang ikan gabusnya. Dia
melihat sebuah istana yang indah. Dia berjalan dan masuk istana, lalu menjumpai
mahligai yang indah. Di sana dia menjumpai seorang pemuda yang sangat tampan.
Dia kiranya anak seorang raja di istana itu. Bangun Hijau kemudian diperistri
oleh pangeran itu. Maka dia tinggal menetep di istana pangeran itu. Hidup
bahagia dan dilayani terus oleh dayang setiap hari.
Beberapa waktu berlalu, kabar tentang istana dan Bangun Hijau sampai juga ke ayah, ibu tiri dan saudara tirinya Bangun Merah. Mendengar berita itu, mereka ingin menemui Bangun Hijau. Sekarang hidup bahagia dan menjadi istri anak raja. Akhirnya ayah, ibu tiri dan Bangun Merah menemukan istana dimana kediaman Bangun Hijau. Namun sayang, saat mereka sudah dekat pintu gapura tiba-tiba istana terangkat ke langit dan menghilang. Hal demikian membuat ayah, ibu tiri dan Bangun Merah bersedih dan menyesal. Kesedihan dan penyesalan mereka yang telah berbuat jahat pada Bangun Hijau terlalu besar. Sehingga kahirnya mereka meninggal dunia karena penyesalan.
Rewrite: Tim
Apero Fublic
Editor.
Arip Muhtiar, S.Hum
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
23 Juli 2022.
Sumber:
M.Arief Mattalitti, Dkk. Sastra Lisan Wolio. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1985.
Sy. Apero Fublic
0 Response
Posting Komentar