SASTRA LISAN: Sawirigadi di Togo Motondu Lasalimu
Sekarang
permaisuri sedang hamil tua. Tidak berapa lama kemudian dia pun melahirkan
kembar, satu laki-laki satu perempuan. Raja terkejut ketika mendengar kalau
permaisurinya melahirkan dua anak sekaligus. Sebab, belum pernah ada ceritanya
wanita melahirkan kembar di negeri mereka selama ini. Anak laki-laki dinamakan Sawirigadi
dan anak perempuan dinamai Wadingkawula. Kelahiran kembar adalah hal ajaib bagi
masyarakat negeri La Tolowu. Jangankan melihat, mendengar kelahiran kembar saja
mereka belum pernah. Hal demikian membuat raja menjadi khawatir dan gusar. Dia
memerintahkan pelayannya untuk mengundang para ahli nujum ke istana.
“Saya
mengundang paman-paman semua ke istana, untuk meramalkan nasib anak laki-laki ku
itu, karena lahir bersama kembar perempuan.” Kata raja setelah para ahli nujum
hadir semua di hadapan beliau.
Mendengar
perintah sang raja mereka. Maka mereka mulai bekerja untuk mencari tahu tentang
nasib anak laki-laki raja. Mereka mulai membuka kitab kesaktian masing-masing.
Beberapa saat kemudian, semua ahli nujum mulai menggeleng-geleng kepala mereka.
“Kenapa
kalian menggeleng-geleng semua.” Tanya raja.
“Ampun
tuanku, penglihatan kami dari kitab kami masing-masing menunjukkan kalau kedua anak tuanku tidak
boleh tinggal bersama-sama dipelihara dalam negeri kita, karena yang laki-laki
kelak setelah dewasa akan mendapat bala dan kesukaran besar kalau tidak
dipisakan. Demikian pula negeri ini akan binasa. Setelah mendengar semua
ramalan ahli nujum, raja menjadi sedih dan serba salah. Namun, akhrinya mereka
memutuskan untuk membuang anak laki-laki raja bernama, Sawirigadi.
Kemudian
dibuatlah sebuah rakit dan perlengkapannya untuk tempat menghanyutkan
Sawirigadi. Diringi upacara besar, dihadiri pembesar istana, hulubalang
kerajaan, dan para tetua adat, rakyat dan tentu raja dan istrinya. Watu itu,
arus muara sungai deras sekali sehingga sebentar saja rakit Sawirigadi
menghilang meninggalkan negeri kelahirannya. Di bawa ombak laut, rakit
Sawirigadi terdampar di pantai Luwu,
Sulawesi. Sawirigadi ditemukan seorang nelayan yang tidak punya anak,
lalu mengangkat Sawirigadi menjadi anaknya.
Sawirigadi
mendapat kasih sayang dari kedua orang tua angkatnya. Dia di manja dan menjadi
anak ceria. Tibalah waktu Sawirigadi menjadi pemuda yang dewasa. Saat besar,
Sawirigadi terpikirkan untuk membantu orang tuanya, dan tidak hidup menunggu di
rumah saja. Suatu hari dia berpamitan dengan orang tuanya untuk pergi merantau.
Orang tua angkatnya mengizinkan, dan berlayarlah dia sampai tiba di Mandar,
pantai Barat Sulawesi. Tinggalah dia di Mandar, karena sikap dan sifatnya yang
baik dan pandai bergaul. Sawirigadi akhirnya menjadi kesayangan masyarakat
Mandar.
Ada
seorang saudagar kaya di Mandar yang memberikan kepercayaan pada Sawirigadi
untuk membantunya berdagang. Dia diangkat menjadi nahkodah kapal saudagar itu.
Selain itu, Sawirigadi juga pandai berdagang. Sehingga perdagangan mereka
menjadi untung dan terus maju berkembang.
Melihat
keadaan demikian Saudagar itu mengangkat Sawirigadi menjadi saudagar juga.
Kemudian memerintahkan dia membuka perdagangan di Wolio. Maka berlayarlah dia
bersama teman-temannya menuju tanah Wolio. Sebelumnya saudagar kaya itu juga
sering berdagang di Wolio.
Tibalah
Sawirigadi di Wolio, dia membawa anak buahnya kedarat dan berdagang. Kemudian
barang dagangan mereka habis karena memang dibutuhkan oleh rakyat negeri Wolio.
Sementara Sawirigadi berjalan-jalan dan dia bergaul dengan banyak pemuda.
Tampak dia bermain dan berbincang-bincang dengan pemuda di sekitar rumah raja
Wolio.
Pada
saat itu, mereka bermain raga di halaman rumah raja. Dari dalam istanah
keluarlah seorang gadis cantik, kulitnya kuning langsat. Dia tampak mengangkat
jemuran di halaman istanah. Sawirigadi melihat gadis cantik itu, dia pun jatuh
cinta. Keesokan harinya kembali Sawirigadi datang bermain raga. Melihat gadis
cantik itu, terpikirkan bagaimana dia mendekatinya. Sawirigadi kemudian
memasukkan cincinnya ke dalam bola raga, lalu dia tending ke jendela kamar
putri cantik itu. Ketika melihat raga jatuh di pangkuannya putri cantik itu
mengambilnya. Dia melihat ada sebuah cincin dan dia pasangkan di tangannya.
Putri itu kemudian melepaskan cincinnya dan memasukkan kedalam bola raga. Saat
dilempar dan di tangkap Sawirigadi dia juga melihat cincin yang berbeda. Saat
dia kenakan di jari manisnya, cincin itu sesuai dan pas di jari-jari keduanya.
Keduanya akhirnya saling mencintai dan berhasrat besar. Maka Sawirigadi
memberanikan diri untuk melamar putri cantik itu. Dia membawa banyak harta dan
buah-buahan sebagai tanda lamaran. Namun, lamaran ditolak oleh raja. Walau
demikian, Sawirigadi tidak mau menyerah.
Tanpa
sepengetahuan Sawirigadi, raja mengetahui tentang cincin yang ditukar oleh
putrinya Wadingkawula beberapa waktu lalu. Dari cerita putrinya, kalau cincin
keduanya sangat pas di jadi manis mereka, tidak longgar dan tidak sempit. Raja
juga mengenali cincin tersebut dan menduga kalau yang melamar anaknya, adalah
anaknya sendiri yang dia buang puluhan tahun lalu.
Sawirigadi
merasa dipermalukan karena lamarannya ditolak raja. Diambilah keputusan yang
berat, dia lebih baik mati daripada tujuannya tidak tercapai. Dia memerintahkan
semua teman dan pengikutnya untuk bersiap. Kemudian dia menerobos ke istana
raja dan menuju kediaman putri Wadingkawula. Setelah itu, dia menggendong putri
Wadingkawula ke hadapan raja. Sehingga raja tidak dapat menolak lagi dan
terpaksa menikahkan Sawirigadi dengan putrinya Wadingkawula. Pernikahan itu,
kemudian dimeriahkan dengan pesta besar dan ramai.
Pesta
pernikahan selesai sudah. Namun ada hal yang terjadi sangat buruk. Hujan mulai
turun dengan lebat dan angina topan datang bertiup kencang. Petir
menyambar-nyambar, guntur menggelegar dan kilat berkelipan. Seluruh negeri
menjadi gelap gulita bagaikan malam terus. Pada awalnya orang mengira kalau itu
hujan biasa. Namun akhirnya kejadian itu pun berlanjut sampai tujuh hari tujuh
malam. Setelah itu, negeri itu pun tenggelam dan hilang di dalam laut.
Orang La Salimu menyebut negeri yang tenggelam itu dengan, Togo Montondu. Dikisahkan juga untuk mereka yang selamat dari malapetaka itu pergi ke Ambua di daratan La Salimu. Sebagian lagi yang selamat pergi dan tinggal di Kamaru. Menurut kisah, Sawirigadi dan Wadingkawula berubah wujud menjelma menjadi buaya.
0 Response
Posting Komentar