Humaniora

Humaniora
Publish Your Articles in the Journal Apero Fublic of Humaniora

SASTRA LISAN: Sawirigadi di Togo Motondu Lasalimu

SASTRA LISAN: Sawirigadi di Togo Motondu Lasalimu
Share

JAF. HUMANIORA.- Kisah, hiduplah seorang raja yang bernama La Tolowu yang memerintah sebuah negeri. Raja La Tolowu hidup makmur dan rukun dengan permaisurinya dan sangat dicintai rakyatnya. Demikianlah semua rakyatnya patuh dan tunduk padanya. Permaisuri seorang wanita yang cantik jelita, badanya ramping, wajah bercahaya bak bulan purnama.

Sekarang permaisuri sedang hamil tua. Tidak berapa lama kemudian dia pun melahirkan kembar, satu laki-laki satu perempuan. Raja terkejut ketika mendengar kalau permaisurinya melahirkan dua anak sekaligus. Sebab, belum pernah ada ceritanya wanita melahirkan kembar di negeri mereka selama ini. Anak laki-laki dinamakan Sawirigadi dan anak perempuan dinamai Wadingkawula. Kelahiran kembar adalah hal ajaib bagi masyarakat negeri La Tolowu. Jangankan melihat, mendengar kelahiran kembar saja mereka belum pernah. Hal demikian membuat raja menjadi khawatir dan gusar. Dia memerintahkan pelayannya untuk mengundang para ahli nujum ke istana.

“Saya mengundang paman-paman semua ke istana, untuk meramalkan nasib anak laki-laki ku itu, karena lahir bersama kembar perempuan.” Kata raja setelah para ahli nujum hadir semua di hadapan beliau.

Mendengar perintah sang raja mereka. Maka mereka mulai bekerja untuk mencari tahu tentang nasib anak laki-laki raja. Mereka mulai membuka kitab kesaktian masing-masing. Beberapa saat kemudian, semua ahli nujum mulai menggeleng-geleng kepala mereka.

“Kenapa kalian menggeleng-geleng semua.” Tanya raja.

“Ampun tuanku, penglihatan kami dari kitab kami masing-masing  menunjukkan kalau kedua anak tuanku tidak boleh tinggal bersama-sama dipelihara dalam negeri kita, karena yang laki-laki kelak setelah dewasa akan mendapat bala dan kesukaran besar kalau tidak dipisakan. Demikian pula negeri ini akan binasa. Setelah mendengar semua ramalan ahli nujum, raja menjadi sedih dan serba salah. Namun, akhrinya mereka memutuskan untuk membuang anak laki-laki raja bernama, Sawirigadi.

Kemudian dibuatlah sebuah rakit dan perlengkapannya untuk tempat menghanyutkan Sawirigadi. Diringi upacara besar, dihadiri pembesar istana, hulubalang kerajaan, dan para tetua adat, rakyat dan tentu raja dan istrinya. Watu itu, arus muara sungai deras sekali sehingga sebentar saja rakit Sawirigadi menghilang meninggalkan negeri kelahirannya. Di bawa ombak laut, rakit Sawirigadi terdampar di pantai Luwu,  Sulawesi. Sawirigadi ditemukan seorang nelayan yang tidak punya anak, lalu mengangkat Sawirigadi menjadi anaknya.

Sawirigadi mendapat kasih sayang dari kedua orang tua angkatnya. Dia di manja dan menjadi anak ceria. Tibalah waktu Sawirigadi menjadi pemuda yang dewasa. Saat besar, Sawirigadi terpikirkan untuk membantu orang tuanya, dan tidak hidup menunggu di rumah saja. Suatu hari dia berpamitan dengan orang tuanya untuk pergi merantau. Orang tua angkatnya mengizinkan, dan berlayarlah dia sampai tiba di Mandar, pantai Barat Sulawesi. Tinggalah dia di Mandar, karena sikap dan sifatnya yang baik dan pandai bergaul. Sawirigadi akhirnya menjadi kesayangan masyarakat Mandar.

Ada seorang saudagar kaya di Mandar yang memberikan kepercayaan pada Sawirigadi untuk membantunya berdagang. Dia diangkat menjadi nahkodah kapal saudagar itu. Selain itu, Sawirigadi juga pandai berdagang. Sehingga perdagangan mereka menjadi untung dan terus maju berkembang.

Melihat keadaan demikian Saudagar itu mengangkat Sawirigadi menjadi saudagar juga. Kemudian memerintahkan dia membuka perdagangan di Wolio. Maka berlayarlah dia bersama teman-temannya menuju tanah Wolio. Sebelumnya saudagar kaya itu juga sering berdagang di Wolio.

Tibalah Sawirigadi di Wolio, dia membawa anak buahnya kedarat dan berdagang. Kemudian barang dagangan mereka habis karena memang dibutuhkan oleh rakyat negeri Wolio. Sementara Sawirigadi berjalan-jalan dan dia bergaul dengan banyak pemuda. Tampak dia bermain dan berbincang-bincang dengan pemuda di sekitar rumah raja Wolio.

Pada saat itu, mereka bermain raga di halaman rumah raja. Dari dalam istanah keluarlah seorang gadis cantik, kulitnya kuning langsat. Dia tampak mengangkat jemuran di halaman istanah. Sawirigadi melihat gadis cantik itu, dia pun jatuh cinta. Keesokan harinya kembali Sawirigadi datang bermain raga. Melihat gadis cantik itu, terpikirkan bagaimana dia mendekatinya. Sawirigadi kemudian memasukkan cincinnya ke dalam bola raga, lalu dia tending ke jendela kamar putri cantik itu. Ketika melihat raga jatuh di pangkuannya putri cantik itu mengambilnya. Dia melihat ada sebuah cincin dan dia pasangkan di tangannya. Putri itu kemudian melepaskan cincinnya dan memasukkan kedalam bola raga. Saat dilempar dan di tangkap Sawirigadi dia juga melihat cincin yang berbeda. Saat dia kenakan di jari manisnya, cincin itu sesuai dan pas di jari-jari keduanya. Keduanya akhirnya saling mencintai dan berhasrat besar. Maka Sawirigadi memberanikan diri untuk melamar putri cantik itu. Dia membawa banyak harta dan buah-buahan sebagai tanda lamaran. Namun, lamaran ditolak oleh raja. Walau demikian, Sawirigadi tidak mau menyerah.

Tanpa sepengetahuan Sawirigadi, raja mengetahui tentang cincin yang ditukar oleh putrinya Wadingkawula beberapa waktu lalu. Dari cerita putrinya, kalau cincin keduanya sangat pas di jadi manis mereka, tidak longgar dan tidak sempit. Raja juga mengenali cincin tersebut dan menduga kalau yang melamar anaknya, adalah anaknya sendiri yang dia buang puluhan tahun lalu.

Sawirigadi merasa dipermalukan karena lamarannya ditolak raja. Diambilah keputusan yang berat, dia lebih baik mati daripada tujuannya tidak tercapai. Dia memerintahkan semua teman dan pengikutnya untuk bersiap. Kemudian dia menerobos ke istana raja dan menuju kediaman putri Wadingkawula. Setelah itu, dia menggendong putri Wadingkawula ke hadapan raja. Sehingga raja tidak dapat menolak lagi dan terpaksa menikahkan Sawirigadi dengan putrinya Wadingkawula. Pernikahan itu, kemudian dimeriahkan dengan pesta besar dan ramai.

Pesta pernikahan selesai sudah. Namun ada hal yang terjadi sangat buruk. Hujan mulai turun dengan lebat dan angina topan datang bertiup kencang. Petir menyambar-nyambar, guntur menggelegar dan kilat berkelipan. Seluruh negeri menjadi gelap gulita bagaikan malam terus. Pada awalnya orang mengira kalau itu hujan biasa. Namun akhirnya kejadian itu pun berlanjut sampai tujuh hari tujuh malam. Setelah itu, negeri itu pun tenggelam dan hilang di dalam laut.

Orang La Salimu menyebut negeri yang tenggelam itu dengan, Togo Montondu. Dikisahkan juga untuk mereka yang selamat dari malapetaka itu pergi ke Ambua di daratan La Salimu. Sebagian lagi yang selamat pergi dan tinggal di Kamaru. Menurut kisah, Sawirigadi dan Wadingkawula berubah wujud menjelma menjadi buaya.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Melinda
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 8 Juli 2022.
Sumber: M.Arief Mattalitti, Dkk. Sastra Lisan Wolio. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.

 Sy. Apero Fublic

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel