Humaniora

Humaniora
Publish Your Articles in the Journal Apero Fublic of Humaniora

DONGENG WOLIO: Kera dan Kura-Kura

DONGENG WOLIO: Kera dan Kura-Kura
Share

JAF. HUMANIORA.- Suatu waktu hujan turun sangat lebat sehingga air sungai meluap dan banjir. Bermupakatlah kera dan kura-kura untuk memungut rampe (apa-apa yang hanyut oleh air diwaktu banjir). Tiba di sungai terlihatlah batang pisang yang hanyut terapung. Batang pisang di ambil lalu dibagilah antara kura-kura dan kera. Kera berpikir kalau ujung pisanglah yang akan berbuah. Maka dia mengambil ujung pisang batang pisang bersama dedaunannya. Sementara kura-kura diberikan batang pisang beserta akarnya. Keduanya kemudian pulang dan menanam batang pisang itu.

“Bagaimana keadaan tanaman pisangmu.” Tanya kura-kura suatu hari saat kera bermain ke ladangnya.

“Tumbuh-tumbuh layu.” Jawab kera. Demikianlah setiap hari kera bertanya pada kura-kura. Saat ditanya oleh kura-kura kera selalu menjawab “tumbuh-tumbuh layu” tapi yang sebenarnya terjadi tanaman kera sudah layu dan mati. Sementara pisang kura-kura sudah bertunas dan mulai berbuah. Waktu berlalu, masalah buah pisang kura-kura. Karena dia tidak dapat memanjat, maka meminta kura-kura memanjat buah pisangnya.

Kera sudah diatas pohon pisang. Dia mulai memetik buah dan memakan buah pisang satu demi satu. Kura-kura hanya melihat dan menunggu kera menjatuhkan untuknya.

“Berikan padaku juga, kera.” Pinta kura-kura.

“Nanti, jangan dulu. Aku makan dulu.” Jawab kera seenaknya. Kura-kura terus mendesak agar kera memberinya buah pisang. Namun kera tidak memperdulikan, yang dia jatuhnya hanyalah kulit-kulit pisang saja. Kura pun marah, karena haknya tidak diberikan dan dirampas. Maka dia pergi mengambil bamboo-bambu runcing dan dia pasang disekeliling pohon pisang dibalik rumput-rumput. Kera tidak menyadari karena dia asik makan dan makan.

“Hai kera, kalau kau melompat turun. Melompatlah di tempat yang ada rumputnya. Kalau tidak kau akan digonggong anjing raja.” Kata kura-kura dan dia pergi menjauh, karena kera tidak mau memberinya buah pisang.

Setelah beberapa waktu, habislah buah pisang kura-kura oleh kera. Dia begitu senang dan bangga sudah makan pisang banyak. Kemudian dia turun dari pohon pisang. Teringat kata-kata kura-kura tadi dia melompat ke semak dan rumput. Tanpa ampun akhirnya kera tertusuk oleh  ranjau bilah bamboo yang dipasang kura-kura tadi. Kera akhirnya mati dan kura-kura buru datang menampung darahnya dengan potongan bumbung bambu.

“Siapa mau beli. Siapa mau beli gula merah ini.” Kata kura-kura sambil berjalan menjajakan jualannya. Tiba di dekat rumah raja, dan dimintalah untuk membeli gula yang dijual kura-kura. Saat raja hendak membayar, kura-kura menolak dan dia meminta gong untuk tukarnya. Raja setuju dan dia memberikan gong pada kura-kura. Kura-kura pergi dan memukul gong sambil menawarkan jualan gula meranya.

“Dung. Dung. Dung.” Suara gong dipukul kura-kura.

“Makan-makan tulang sesamamu. Minum-minum darah sesamamu,” Nyanyian kura-kura sambil berjualan. Beberapa waktu kemudian kura-kura kembali mendekati rumah raja. Raja yang merasa di tipu oleh kura-kura. Raja kemudian memerintahkan pelayan untuk memanggil kura-kura. Tiba di depan raja, kura-kura mengakui kalau yang dia jual bukan gula merah tapi darah kera. Oleh karena itu, kura-kura dituduh telah membunuh. Maka hukuman seorang pembunuh akan di penggal kepalanya.

“Baiklah, saya terima keputusan hukuman dari baginda raja. Tapi syaratnya, kepala saya yang jatuh haruslah jatuh dipangkuan raja.” Kata kura-kura.

Demikianlah, hukuman untuk kura-kura dilaksanakan di muka umum. Hadir sekalian pembesar istana, seperti hulubalang, mangkubumi, para menteri. Algojo sudah siap dengan pedang terhunus dan siap menjalankan tugas. Leher kura-kura dijulurkan di atas paha raja agar saat terlepas setelah di pancung jatu ke pangkuan raja.

“Heeaaaaaa.” Pedang diayunkan algojo dengan kuat. Saat mata pedang mendekati lehernya, kura-kura tiba-tiba menarik lehernya kedalam cangkangnya. Sehingga mata pedang membacok paha raja. Membuat raja terluka parah dan darah mengucur deras. Raja pun mati kehabisan darah.

Demikianlah cerita kera dan kura-kura. Dongeng ini menarik sekali, karena memiliki makna dalam pada kehidupan. Kera melambangkan orang-orang serakah dan tamak yang memakan harta masyarakat biasa. Raja menjadi simbol pemerintahan di suatu negeri. Kura-kura mencari keadilan pada sang penguasa. Namun justru dirinya yang disalahkan membunuh. Hal yang lumrah terjadi di dunia politik. Orang serakah dan pemimpin yang tidak bijaksana akan berakhir dengan permasalahan-permasalahan.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Rama Saputra
Palembang, 23 Juli 2022.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Sumber: M. Arif Mattalitti, Dkk. Sastra Lisan Wolio. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.

Sy. Apero Fublic

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel