e-Jurnal Sastra Apero Fublic adalah jurnal kesusastraan yang dimiliki oleh Apero Fublic Sebagai Laman Publikasi Dunia Sastra.

Syarce

Syarce adalah singkatan dari syair cerita. Syair cerita bentuk penggabungan cerita dan syair sehingga pembaca dapat mengerti makna dan maksud dari isi syair.

Apero Mart

Apero Mart adalah tokoh online dan ofline yang menyediakan semua kebutuhan. Dari produk kesehatan, produk kosmetik, fashion, sembako, elektronik, perhiasan, buku-buku, dan sebagainya.

Apero Book

Apero Book adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi semua jenis buku. Buku fiksi, non fiksi, buku tulis. Selain itu juga menyediakan jasa konsultasi dalam pembelian buku yang terkait dengan penelitian ilmiah.

Apero Popularity

Apero Popularity adalah layanan jasa untuk mempolerkan usaha, bisnis, dan figur. Membantu karir jalan karir anda menuju kepopuleran nomor satu.

@Kisahku

@Kisahku adalah bentuk karya tulis yang memuat tentang kisah-kisah disekitar kita. Seperti kisah nyata, kisah fiksi, kisah hidayah, persahabatan, kisah cinta, kisah masa kecil, dan sebagaginya.

Surat Kita

Surat Kita adalah suatu metode berkirim surat tanpa alamat dan tujuan. Surat Kita bentuk sastra yang menjelaskan suatu pokok permasalaan tanpa harus berkata pada sesiapapun tapi diterima siapa saja.

Sastra Kita

Sastra Kita adalah kolom penghimpun sastra-sastra yang dilahirkan oleh masyarakat. Sastra kita istilah baru untuk menamakan dengan sastra rakyat. Sastra Kita juga bagian dari sastra yang ditulis oleh masyakat awam sastra.

Apero Gift

Apero Gift adalah perusahaan yang menyediakan semua jenis hadia atau sovenir. Seperti hadia pernikahan, hadia ulang tahun, hadiah persahabatan, menyediakan sovenir wisata dan sebagainya. Melayani secara online dan ofline.

Selasa, 23 November 2021

Sastra Lisan Toraja: Padarangan

JURNAL APERO FUBLIC.- Pada zaman dahulu, ada seorang yang bernama Padarangan. Dia mempunyai seorang budak bernama Pongtattulliq. Suatu hari, Padarangan diikuti budaknya pergi menggembalakan kerbaunya. Beberapa saat kemudian tibalah mereka dan kerbau gembalaan di pinggir sebuah sungai. Padarangan dan Pongtattulliq mencuci muka di tepian sungai, sedangkan kerbau-kerbaunya minum air sungai. Saat itu, ada sebutir buah jeruk hanyut di tengah sungai. Keduanya melihat buah jeruk besar dan segar itu.

“Biarlah saya mengambil buah jeruk hanyut itu.” Kata Pongtattulliq. Setelah itu, dia berusaha berenang ke tengah sungai. Namun tidak dapat mendapatkan buah jeruk itu. Sebab air sungai deras dan dalam. Padarangan memutuskan untuk membantu, dan dia berenang ke tengah sungai. Berkat usahanya akhirnya buah jeruk itu di dapat oleh Padarangan. Setelah di dapat, mereka naik ke darat dan berbagi untuk memakan buah jeruk itu. Oleh Padarangan buah jeruk dia belah dua, karena mereka berdua.

Namun, ketika sudah di belah dua keduanya kecewa. Sudah berharap memakan buah jeruk yang manis. Tetapi isi dari buah jeruk itu, adalah gulungan rambut sehelai. Keduanya membentangkan rambut itu. Ternyata sangat panjang, seukuran tujuh depa. Padarangan meminta Pongtatulliq menemaninya pergi ke hulu sungai untuk mencari tahu siapa yang mempunyai rambut itu.

“Ibu-ibu, siapakah kiranya yang memiliki rambut panjang sekali.?” Tanya Padarangan bertanya pada beberapa orang ibu-ibu yang sedang mandi mencuci di tepian mandi.

“Orang yang berambut panjang, adalah Riuqdatu.” Kata ibu-ibu itu.

Setiap kali mereka bertanya selalu dijawab dengan, Riuqdatu. Beberapa waktu kemudian maka bertanyalah Padarangan pada sekelompok gadis desa yang sedang mandi mencuci. Mereka juga menjawab pemilik rambut, Riuqdatu.

“Oh, baiklah kalau begitu. Dimanakah rumah Riuqdatu itu?.” Tanyanya.

“Masih jauh, ke arah sebelah utara.” Jawab salah satu mereka. Setelah mengucap terima kasih, Padarangan pergi ke arah utara diikuti budaknya. Beberapa waktu kemudian tibalah mereka di sebuah perkampungan. Padarangan menghampiri seorang lelaki tua. Orang tua itu menunjuk ke arah rumah Riuqdatu  dan berjalanlah Padarangan ke rumah Riuqdatu.

“Dimana rumah Riuqdatu?.” Tanyanya.

“Itu rumahnya. Orangnya, ada di serambi depan.” Jawab lelaki tua itu.

“Terimakasih Uwa.” Kata Padarangan.

Padarangan memasuki halaman rumah, sambil berkata pada Pongtattulliq. Dia meminta Pongtattulliq pulang untuk mengambil gendang pusakanya. Tanpa banyak bertanya segerahlah Pongtattulliq pulang. Sementara Padarangan menuju rumah Riuqdatu. Sebelum masuk dia menyapa sopan santun. Riuqdatu mempersilakan masuk, Padarangan pun menuju serambi. Mereka berkenalan dan saling berbasa-basi.

“Ada gerangan apa kiranya kakanda jauh-jauh kerumah saya?.” Tanya Riuqdatu.

“Baiklah, saya menemukan sehelai rambut yang panjangnya tujuh depa di dalam sebutir buah jeruk yang hanyut di sungai. Menurut keterangan orang-orang itu rambutmu.

“Benar sekali, kakanda.” Jawab Riuqdatu.

“Oleh sebab itu, Aku berniat melamarmu menjadi istriku.” Kata Padarangan.

“Baiklah, apa boleh buat. Aku bersedia menjadi istrimu.” Jawab Riuqdatu. Sorenya Pongtattulliq mengantar gendang pusaka yang diminta Padarangan, setelah itu dia pulang. Oleh Riuqdatu gendang dia simpan di dalam kamarnya. Ajaibnya, apabila orang melihat kedalam gendang tampak kosong, walau Padarangan ada di dalamnya.

Maka mulai saat itu, Riuqdatu dan Padarangan menjadi suami istri. Tapi pernikahan Riuqdatu tidak diketahui oleh kedua orang tuanya. Padarangan bersembunyi di dalam gendang pusakanya. Kemudian, beberapa waktu kemudian Riuqdatu mengandung. Mengetahui anak perempuan mereka mengandung, orang tua Riuqdatu mengira kalau dihamilih oleh budak mereka.

Mendengar Riuqdatu hamil, warga desanya jadi marah dan kedua orang tuanya kecewa. Karena mereka tidak tahu kalau Riuqdatu sudah menikah dengan Padarangan. Sebagai hukuman Riuqdatu akan dibakar hidup-hidup. Orang-orang mengumpulkan kayu bakar yang cukup banyak. Setelah terkumpul, api mulai dinyalakan. Riuqdatu menjadi gelisah dan takut, maka dia menuangkan rasa dengan bernyanyi.

Padarangan dalam gendang.
Kekasihmu akan meninggalkanmu.
Liang kubur sudah menanti.
Bersamaan besarnya kobaran api.” Begitulah lagu Riuqdatu berulang-ulang.

Riuqdatu diikat lalu dibawa ke dekat kobaran api. Semua memandang penuh rasa kecewa pada Riuqdatu. Riuqdatu tidak berdaya, hanya menangislah yang dia dapat. Beberapa saat dirinya akan di lempar kedalam kobaran api. Tiba-tiba melompatlah Padarangan keluar dari dalam gendang pusaka dan muncul dihadapan orang banyak.

“Hai kalian semuanya, sebab apakah sehingga istriku mau kalian bakar?.” Tanya Padarangan.

“Syukurlah kalau kau suaminya. Kami akan menghukum bakar wanita yang hamil tanpa suami.” Kata tetua desa.

Warga desa baru mengetahui kalau Riuqdatu dan Padarangan sudah menjadi suami istri. Mereka tidak jadi menghukum Riuqdatu. Masyarakat dan para bangsawan yang ada di desa mengucapkan selamat pada mereka. Semua berdoa agar keduanya bahagia dan dikaruniahi anak-anak yang baik untuk melanjutkan generasi berikutnya.

Rewrite: Tim Apero Fublic.
Editor. Totong Mahipal.
Tatafoto. Rama Saputra.
Palembang, 23 November 2021.
Sumber: Muhammad Sikki, Dkk. Struktur Sastra Lisan Toraja (Transkripsi dan Terjemahan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.

Sy. Apero Fublic

Minggu, 21 November 2021

Dongng Toraja: Sendana Datu Baine (Asal Usul Pohon Cendana).

JURNAL APERO FUBLIC.- Dikisahkan pada zaman dahulu, ada seorang lelaki pergi ke dalam sebuah hutan. Mungkin dia hendak berburu, menangkap burung atau mencari tetumbuhan untuk kebutuhan sayur-mayur. Karena sudah cukup lama berjalan ditengah hutan itu, beberapa waktu kemudian, laki-laki itu terasa lelah. Saat melihat sebuah tunggul pohon cendana, timbul niat si laki-laki untuk beristirahat. Kemudian dia membaringkan tubuhnya di tanah dan menjadikan tunggul pohon cendana sebagai bantalnya.

Karena lelah dan mengantuk akhirnya si lelaki tertidur dengan nyenyaknya. Entah berapa lama dia tertidur. Namun, ada hal aneh terjadi. Tunggul pohon cendana tempat dia berbaring telah tidak ada. Sekarang dia sudah berbaring di pangkuan seorang gadis yang sangat cantik. Rupanya, tunggul pohon cendana itu telah berubah menjadi seorang gadis cantik. Keduanya berbincang-bincang dengan akrabnya. Saling memberi tahu satu sama lain tentang diri mereka.

“Maukah, adik menjadi istriku?” Tanya si lelaki.

“Saya bersedia menjadi istri kakanda. Namun ada syarat yang harus kakanda penuhi.” Jawab gadis itu.

“Apa syaratnya, dinda?.” Tanya si lelaki.

“Syaratnya, janganlah kakanda sekali-kali menyebut asalku.” Jelas si gadis.

“Baiklah, tentu aku akan tepati. Sebab syarat begitu mudah dan tidak memberatkan.” Kata si lelaki.

“Janji, hal yang berat kanda.” Jawab si gadis.

“Baiklah, kanda tepati. Oh, yah. Bagaimana kalau nama dinda, kakak namakan Sendana Datu Baine.” Kata si lelaki.

“Baiklah, terserah kakanda saja.” Jawab si gadis sambil tersenyum malu-malu.

Si lelaki mulai menyukai si gadis cantik itu. Dia mengutarakan kalau dia menyukainya dan melamar si gadis untuk jadi istrinya. Gadis cantik yang tidak bernama itu, menerima lamaran dengan baik dan bahagia. Waktu berlalu, keduanya kini menjadi suami istri. Keduanya juga telah saling mencintai. Tinggallah keduanya di hutan itu, hidup bahagia. Bulan berlalu dan tahun pun berganti.

*****

Pada suatu hari, Sendana Batu Baine sedang berjalan-jalan di hutan itu. Sendana memiliki kekuatan seperti seorang dewi. Dia mampu memanggil bunga-bunga di hutan untuk menemaninya jalan-jalan. Bunga-bunga yang indah datang dan mengelilingi Sendana Datu Baine. Karena banyaknya bunga-bunga membuat tubuh Sendana Datu Baine terselimuti bermacam-macam bunga. Suaminya yang juga kebetulan tiba di sekitar itu, tidak melihat istrinya.  Melihat bunga-bunga itu, berkatalah suami Sendana Datu Baine.

“Walau istriku berasal dari tunggul pohon cendana. Tapi kecantikan dan kelembutannya melebihi kalian semua para bunga-bunga.” Kata dia, walau tidak terlalu keras tapi terdengar oleh semua yang berada di sana. Setelah berkata demikian, terjadilah peristiwa aneh dan ajaib lagi. Semua bunga-bunga menghilang. Tinggalah Sendana Datu Baine seorang, berdiri memandang penuh rasa sesal yang mendalam.

“Kakanda, mengingkar janji.” Kata Sendana Datu Baine, sambil menangis. Sementara sang suami terdiam seribu bahasa dan menyesal setengah mati. Namun semua sudah terlanjur, ibarat pepatah nasih sudah menjadi bubur. Sendana Datu Baine menghilang, dan di dalam hutan itu tumbuh banyak sekali pohon cendana. Padahal di hutan itu tidak ada pohon cendana yang tumbuh, kecuali tunggul yang berubah menjadi Sendana Datu Baine.

“Dinda, maafkan Aku. Aku menyesal sekali, kembalilah.” Teriak sang suami. Namun Sendana Datu Baine tidak pernah kembali lagi. Oleh sebab itu, si lelaki yang belum menerima kepergian istrinya selalu mencari-cari. Dia mengambil kapak dia ingin membuat tunggul pohon cendana, berharap istrinya kembali. Lalu menebang pohon cendana yang dia jumpai. Tapi aneh, dari pohon-pohon cendana yang dia tebang keluar darah. Demikianlah kisahnya, sehingga sampai sekarang getah pohon cendana berwarna merah seperti darah. Sebab asal pohon cendana dari wanita yang cantik sekali.

Rewrite: Tim Apero Fublic.
Editor. Rama Saputra.
Tatafoto. Arip Muhtiar.
Palembang, 21 November 2021.
Sumber: Muhammad Sikki, Dkk. Struktur Sastra Lisan Toraja (Transkripsi dan Terjemahan). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.

Sy. Apero Fublic

Jumat, 19 November 2021

Dongeng Toraja: Kerbau dan Lintah.

JURNAL APERO FUBLIC.- Pada zaman dahulu kala dikisahkan cerita kerbau dan lintah. Suatu hari, lintah mengajak kerbau berlomba lari. Tawaran lomba diterima dengan senang hati oleh kerbau. Karena kerbau tahu dia pasti akan menang. Sepakat, keduanya kemudian menentukan waktu perlombaannya.

Beberapa hari kemudian waktu perlombaan tiba. Keduanya bersiap-siap di garis yang ditentukan. Lintah telah merencanakan sebelumnya. Dia sengaja berdiri di dekat kaki kerbau. Sehingga saat kerbau mulai berlari dia langsung menempel di kaki kerbau. Lintah juga menghisap darah kerbau selama kerbau berlari. Kerbau berlari kencang sekali dan terus berlari sampai garis pinis. Untuk itu, kerbau selalu memanggil lintah untuk mengetahui posisi lintah dan siapa yang menang.

“Lintah, dimana posisimu?.” Panggil kerbau.

“Dari tadi saya menunggu disini, di garis pinis di dekat kakimu.” Jawab Lintah.

Kerbau terkejut, dia tidak menyangkah kalau lintah sudah digaris pinis. Kerbau kembali memutuskan untuk berlari kembali. Sedangkan lintah langsung menempel di kaki kerbau. Berulang-ulang kerbau berlari demikian. Setiap kali dia memanggil lintah di garis pinis. Lintah menjawab. Membuat kerbau panik dan terus berlari lagi. Dia bernafsu sekali ingin mengalahkan lintah. Kerbau tidak menyadari kalau lintah menempel di kakinya dan terus meminum darahnya.

Lama kelamaan kerbau mulai kepayahan dan dia tidak sanggup lagi berlari. Kemudian dia terjatuh sebab tubuhnya lemah karena darahnya terkuras dihisap lintah sepanjang dia berlari. Kerbau jatuh dan kemudian kerbau itu mati. Lintah merasa puas dan senang hati. Dia merasa menang lomba lari dan dia telah menipu kerbau. Begitu pun perut lintah juga kenyang.

Dalam kisah dongeng ini, memberikan pengajaran kalau kita harus hati-hati dalam menerima tawaran dan ajakan orang. Tidak mustahil kalau orang tersebut telah merencanakan niat jahat atau ada maksud lain yang akan mencelakai kita. Apa lagi kalau tawaran itu sangat menarik dan menawarkan hal  yang terlalu menggiurkan. Cermati dan tanyakan lah tujuan dari tawaran tersebut.

Rewrite. Tim Apero Fublic.
Editor. Melly.
Tatafoto. Rama Saputra.
Palembang, 19 November 2021.
Sumber: Muhammad Sikki, Dkk. Struktur Sastra Lisan Toraja (Transkripsi dan Terjemahan). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.

Sy. Apero Fublic

Rabu, 10 November 2021

e-Antologi Puisi: Wasiat Laika

JURNAL SASTRA APERO FUBLIC.- Dalam publikasi kesastraan kali ini, kita mengangkat puisi-puisi hasil karya dari penyair Sumatera Selatan tepatnya di Sekayu. Penyair muda bernama Herdoni Syafriansah. Puisi yang banyak mengandung unsur nasihat dan bersifat melankolis. Puisi-puisi tersebut telah di terbitkan oleh penyair.


KAU PUISI
 
kau adalah lidahku untuk bicara.
kau adalah cintaku dalam kata.
kau adalah sayapku untuk mengudara.
kau adalah segala risauku yang tertumpah.
kau adalah pisau terindah dalam luka.
 
Terbanglah kata, terbanglah cinta!.
 
Sekayu,  2016.


BURUNG-BURUNG DARI KUBUR
 
angin menderu hujan menderau.
gelombang pasang pekik menerjang.
kasih menipis cinta menjuntai.
makin tipis jangkau kehidupan.
luyu ulat di daun layu.
duuaarrr.
terkena – tertawa.
prahara melanda; porak-poranda.
senandung mambang :
Asaralah ya Qarim Qarim.
semua janji.
semua menjadi.
 
Sirin, Ugekin, Runta, Maladin.
dalam kehampaan: Asaralah—
“tulislah kematianmu,” sesayap sabda.
 
tak hingga menggapai senyap.
angin hujan hening.
 
Sekayu,  Februari 2012.


UNTAIAN
 
membaca tiada jiwa.
tanya tanda makna.
rasa asah bahasa.
bersisa; tersia.
 
Sekayu, Maret 2015.


SOLILOKUI IKTIOLIT
: untuk kau
 
aku hanya seekor ikan terjerat pada jala.
yang semestinya di sini ia tak ada.
aku liar tak ingin kau taklukan.
maka jangan kau tahan aku untuk kebebasan.
meskipun aku mati, tapi aku tidak sebenar mati.
sebab arwahku sekadar pergi.
aku mengalir hingga kau tak bisa.
tahu aku hingga kau.
buta lihat aku hingga kau.
lumpuh tangkap aku hingga.
kau tak sampai cecap aku.
hingga kau tak, kau tak.
aku.
 
Sekayu, 20 Juli 2011.


DEBU
 
banyak debu.
bertabur di kuburmu.
gayungkan air.
siram di kuburmu.
rengkuh bunga bunga.
semaikan ‘tuk kuburmu.
 
Sekayu, 5 November 2013.


YANG DIHARAP GUGUR DIHARAP CUCUR
 
surya tenggelam lentera padam.
kemilau kilau melesat tajam.
menarung hitam malam.
 
tasbih tasbih melingkar langit.
cahaya cahaya menumpah bumi.
bismillah bismillah bismillah.
cahaya merekah di rumah Allah.
 
lentera padam.
bulan temaram.
pukau tekuk merapat kalam.
menarung malam kelam.
 
tasbih tasbih melingkar langit.
bismillah bismillah bismillah.
syafaat kami meruah tumpah.
 
bismillah bismillah bismillah.
qalbu menetes mendesau fitrah.
cucurlah susu gugurlah tuba.
 
Allahuakbar Allahhurrahim.
ya Allahhu ya Rahman ya Rahim.
 
Sekayu, 25 Juli 2011.


PUING

tertinggallah segala cerita.
teringatlah segala dosa.
tinggallah segala suka.
segala perih sia-sia.
hanya sedih hanya tangis.
hanya sesal dan nestapa.
kepada alpa yang berkibar.
terlupa pada membuat tegak.
megahkan puncak istana.
terlupa lantainya retak.
                          
putaran waktu : puing debu.
                        
Sekayu, 31 Oktober 2013.


ALMI

cahayamu.
penuh rindu.
 
semesta berlimpah.
tiada kira asa.
 
lihat berucap.
lelap berharap.
mesra sehadap.
 
Sekayu, 1 Maret 2013.
 

PADA KITABKU, KITAB PADAKU
 
ketika badai tiba tiba menghempas.
burung burung panik memekik cemas.
ombak bergulung memecah karang.
membentang tangan lintang kehancuran.
 
        tunduk pada gunung.
tunduk pada langit.
        tunduk pada laut.
tunduk pada kitab.
        tunduk paling kepadaKu.
 
"salamun qaulan min Rabbin Rahim"
 
Sekayu, 5-13 Oktober 2011.


BERSUJUD

Kapalku berlabuh.
Bersujud di kakimu.
Mencari terang di lautan.
Aku teramat rapuh.
          
Satu dari duabelas waktu.
Kuingin penuh cintaimu.
Meski geladak berlumpur.
Dan dinding penuh lumut.
Aku tetap ingin bersujud.
Betapa ingin aku bersujud.
 
Memang tak bersih diriku.
Namun hati mencintaiMu.

Sekayu, 8 Juli 2012.


Oleh. Herdoni Syafriansah.
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Rama Saputra.
Palembang, 10 November 2021.

Sy. Apero Fublic

Selasa, 09 November 2021

SASTRA YANTRA: Sastra Klasik Karya Anak Agung (Bali).

JURNAL SASTRA APERO FUBLIC.- Sastra Yantra adalah sastra yang berbentuk puisi tetapi ditulis atau diungkapkan dengan bentuk gambar. Istilah yantra dimunculkan oleh peneliti atau penulis buku itu sendiri. Istilah sastra yantra dimunculkan berdasarkan adanya unsur keagamaan yaitu Hindu dengan aliran Tantrayana. Sastra klasik tersebut ditulis oleh Anak Agung istri Biang Agung. Anak Agung memiliki nama kecil Anak Agung Biang Muter.

Sastra yantra pernh mendapat perhatian dari orang Belanda bernama, P.J. Zoetmulder. Serta pernah dikaji secara selintas oleh Jacob Hooykaas. Dengan berbekal dua tulisan orang Belanda tersebut para peneliti sastra yantra menuntaskan penelitian tersebut. Anak Agung termasuk pengarang wanita dari zaman klasik.

Naskah dari sastra yantra berbentuk puisi yang tertuang di dalam lambang. Bahan tulis terbuat dari buku gambar yang ditulis menggunakan tinta hitam. Naskah terdiri dari 59 pupuh yang tertuang kedalam lima macam lambang. Yaitu berupa lambang bulan, lambang bunga padma, lambang burung mayura, lambang burung tadahasih, dan lambang bunga padak. Sedangkan kulitnya terdapat sebuah lambang dewi. Apa bilah diperhatikan tampak naskah tidak mencerminkan puisi tetapi berupa ilustrasi.

Pengaturan ilustari gambar menyesuaikan baris syair puisi. Pola gambar utama misalnya buluh burung dibuat sejumlah baris puisi. Gambar kelopak bunga padma yang berisi kata-kata juga sesuai dengan syair puisi, dan jumlah baitnya. Sehingga semua syair terdapat di dalam gambar-gambar tersebut. Pola baca juga perlu dipelajari, kemungkinan orang awam sastra kesulitan membacanya.

*****

Pupuh Demung. (Bahasa Daerah Bali).

1.Sembah ning hulun iki umungguh ri tranging ulun uparenggeng padma mkar cinitreng kumuda mrik makapangutameng sembah inustana jroning tanu ri kucuping kara karwa litning rasa suda nir tuduh, apan utama samreti makawebuhing swacita nirartaka milwa ngripta bilih sih sang siniwi mupwani maca gurit sun iki upama sodamamagut hyang citarasmi tan sakeng lengganeng atur. Puh Demung.

2.Pupuh Kawitan Demung.
Wong lara brantanggurit.
Wong alpa ajugul.
Wong tuna turung angreti.
Wong duka wkaseng punggung.
Wong muda cilia kasiasih.
Wong tan wring guna dadi wong.
 
3.Oli ingsun angwi.
Osadaning tanu.
Oyeng citra padma sari.
Ontuking biapareng ranu.
Osah sumesekeng ati.
Olihing manapa sih.

Pupuh  Demung. (Bahasa Indonesia).

1.Sujud bakti hamba berada dalam sinar rembulan berhiaskan bunga padma merah yang mekar bertahtakan teratai putih harum semerbak dijadikan inti persembahan yang bersemayam dalam hati ketika kedua jari tangan dicakupkan menyatukan rasa hingga jiwa menjadi bersih dengan sendirinya, maka disebut utama karena memberikan kebahagiaan batin meski hamba orang tak berilmu namun ikut-ikutan mengarang barangkali yang dipuja  berkenan mendendangkan serta membaca karangan hamba ini bagaikan kunang-kunang menyonsong kehadiran dewi rembulan bukan karena sombong.

2.Pupuh Kawitan Demung.
Orang duka lara menggubah syair.
Orang yang hina dungu.
Orang miskin belum mengerti.
Orang duka keliwat bebal.
Orang bodoh amat menderita.
Orang tak tahu diri.
 
3.Tujuanku mengarang.
Mengobati hati yang luka.
Dengan gambar padma sari.
Disebabkan pikiran kacau.
Gelisah menyesakkan hati.
Merindukan kasih.

Buku yang membahas “Sastra Yantra Karya Anak Agung Istri Biang Agung” diteliti oleh: Ida Wayan Oka Granoka, I Gusti Ngurah Bagus, I Made Seraya, I Nyoman Sulaga. Di terbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Bali, tahun 1989. Buku bersampul putih, dimulai dari pendahuluan dan dilanjutkan pembahasan tentang naskah.

Kemudian mulai membahas isi, yang pertama berupa ilustrasi-ilustrasi yang sama pada naskah asli. Buku terdiri dari 151 halaman, alih aksara puisi dalam dua bahasa; Bahasa Darah Bali dan Bahasa Indonesia. Diakhiri dengan penutup dan daftar acuan. Kalau Anda tertarik dengan buku ini, dapat mengunjungi perpustakaan darah atau Perpustakaan Nasional.

Disusun: Tim Redaksi Apero Fublic
Editor. Melly.
Tatafoto. Totong Mahipal.
Palembang, 10 November 2021.
Sumber: Ida Wayan Oka Granoka, dkk. Sastra Yantra Karya Anak Agung Istri Biang Agung. Bali: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989.

Sy. Apero Fublic

Kamis, 14 Oktober 2021

Sastra Klasik: Geguritan Ni Sumala.

JURNAL SASTRA APERO FUBLIC.- Geguritan adalah jenis sastra klasik yang berbentuk tembang dengan cerita. Geguritan Ni Sumala hasil kesastraan masyarakat dari Pulau Bali. Geguritan juga juga terdapat di Pulau Jawa, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah. Naskah Geguritan Ni Sumala dialih bahasakan oleh Drs. Ketut Nuarca. Naskah merupakan koleksi lontar Fakultas Sastra Universitas Udayana. Pada masa itu naskah berkode (Kropah) No. 379.

Cerita singkat Geguritan Ni Sumala menceritakan bahwa tokoh sastra yang bernama Ni Sumalah adalah seorang anak yatim piatu. Tubuhnya cacat dan pekerjaannya selalu mengemis dari satu tempat ke tempat lain. Oleh karena itu dia menjadi bahan tertawa-an dan cacian masyarakat di desanya. Oleh sebab itulah dia pergi meninggalkan desanya, pergi tanpa arah dan tujuan. Dalam perjalanan tersebut, tibalah Ni Sumala di sebuah bukit yang indah dan ada taman yang dihiasi bunga-bungaan. Dia merasa tenang, juga mengetahui kalau tempat itu adalah tempat tinggal para dewa.

Disana terdapat sebuah kolam, Ni Sumala kemudian mandi dan membersihkan seluruh tubuhnya. Setelah selesai mandi dan keluar dari kolam, ajaib sekali Ni Sumala berubah menjadi wanita yang sangat cantik. Dengan cepat kecantikan Ni Sumala diketahui para dewa, terutama Betara Siwa. Batara Siwa datang menemui Ni Sumala. Singkat cerita, Ni Sumala kemudian hamil.

Setelah kejadian itu, di Kayangan terjadi peristiwa dimana Betara Siwa bertengkar dengan istrinya, Dewi Uma.  Dia mengetahui atas hubungan Betara Siwa dengan Ni Sumala. Kemudian Dewi Uma bersama seorang raksasa bernama Ni Kalika mendatangi Ni Sumala. Namun, Ni Sumalah sudah tidak lagi di bukit itu. Dia sudah pergi dan kemudian dia dipungut anak oleh keluarga petani, De Dukuh.

Di rumah De Duku Ni Sumala kemudian melahirkan dua anak kembar laki-laki. Dua anaknya dinamakan Sang Krepatmaja dan Sang Krepaputra. Ni Sumala kemudian berganti nama, Sang Wedawati. Setelah kedua anaknya dewasa, mereka ingin menjumpai ayah mereka di Kayangan atau Sorga Luka.

*****

Dalam buku Geguritan Ni Sumala ada juga naskah geguritan berjudul, Dukuh Wanasara. Geguritan Dukuh Wanasara dialih aksarakan dan dialihbahasakan oleh Nengah Medera milik Ida Bagus Ketut Kajang, Desa Mambal, Badung. Pada hakekatnya geguritan tersebut melukiskan nilai-nilai kehidupan manusia. Manusia pada hakikatnya memiliki tiga sifat yaitu Satwan (kebenaran), rajah (kedinamisan), dan tamah (kelobaan).

Dalam geguritan Dukuh Wanasara mempunyai tiga tokoh, dengan sifat-sifatnya masing-masing. Yaitu, I Satwan, I Rajas, dan I Tamah. Masing-masing tokoh memiliki lakon yang berbeda sekali. Walau ketiganya adalah saudara kandung. Penulis geguritan Dukuh Wanasara penulis menggambarkan sifat dan kelakuan ketiganya dengan detail. Sehingga tampak jelas sekali perbedaan watak ketiganya walau mereka saudara kandung. Dinilai dari ajaran agama dan etika kehidupan. Geguritan Dukuh Wanasara dialih aksara oleh Nengah Medera. Berikut cuplikan Geguritan Ni Sumala:

Bahasa Indonesia Puh Ginada.

1.Tuhan Maha Pencipta, sudi menyertai, maafkanlah (saya) manusia sengsara, memberanikan diri mengarang lagu, bertembang ginada yang kurang baik, kurang lebih, hurupnya jelek sekali.

2.Sekarang akan dilanjutkan diceritakan pada zaman dahulu, ada suatu kisah, seorang anak dari desa, bernama Ni Sumala, anak perempuan, miskin, lagi pula cacat.

3.Seperti tak ada yang menyamai, kejelekannya di daerah Bali, semua ada pada dirinya, kurus kering tak bertenaga, keluarganya dan masyarakat membenci, karena sering mengemis ke beberapa daerah.

Bahasa Daerah Bali, Puh Ginada:

1.Singgih paduka  Hyang Kawia, sredah Hyang Kawia nyampurin, aksamanen wong kalaran, langgia ingwang minta kidung, pralambang ginada nista, tuna lewih, aksaranya bandung pisan.

2.Mangke woten gantia nika, winursateng kawia nguni, singgih wonten gagempelan, carita mangkin wong duson, Ni Sumala ngaranira, wong pawestri, ubuh tiwas, lintang malah.

3.Buka tuara ada lepiha, malan jagate di Bali, onya di awake pondong, ludin berag tani mampuh, kadang brayane mengingang, bane sai, ngagendongngilehin jagat.

Berikut cuplikan dari Geguritan Dukuh Wanasara:
Bahasa Indonesia Puh Sinom:

1.Dengan iseng saya menyusun nyanyian, dengan mendadak hari ini, bahasanya campur dan tidak menuruti pasang aksara, semoga dapat dimanfaatkan, atas kebodohan dan kekurangan saya, nakal dan tidak tahu malu ikut mengarang, ceriteranya mentah tanpa awal, tidak berinduk tidak serasi, tentu tidak menarik, mohon keikhlasannya untuk memaafkannya.

2.Memang karena kehendak hati, bukan karena merasa diri tahu, menguasai ilmu pengetahuan, mengartikan ilmu yang suci (rahasia) pada akhirnya jauh dari itu semua, bagaikan kunang-kunang terbang, ingin mencari bulan, mustahillah akan berhasil, bagaikan pula, berenang menyelusuri samudera.

3. Mustahil akan berhasil, karena luas tidak bertepi, benar-benar dorongan keinginan, demikianlah sedikit untuk ingatkan, sebagai pelita gelapnya pikirannya, semoga dikasihi oleh mereka, orang yang telah mengetahui hakekat pengetahuan, semoga tercapai melalui pikiran, mendapatkan penerangan, yang disebut terang yang sebenarnya.

Bahasa Daerah Balih Puh Sinom:

1.Iseng titiang ngawe gita, dedadakan wawu mangkin, basa manduk pasang sasar, gusti gung ampura ugi, kawimuda tuna sami, jengkal pongah milu ngapus, satwa matah tanpa purwa, ceclantungan tani asin, boya lengut, seuca ugi ngampurayang.

2.Sujati mustining manah, boyah negguh  dewek uning, tatas ring tatua aksara, nyuksmayang sastra pingit, wekasa doh iku sami, saksat kunang-kunang mabut, paksa manuju wulan, duh kapan sida kapangguh, kadi mantuk, anglangeni si arnawa.

3.duh kapan sidaning cita, dening jimbar tanpa tepi, tuhu pangaptining manah, samatra anggen pakeling, maka suluh peteng hati, mugi sih para sadulur, sang wus tatasing aksara, durus ugi saking cita, maweh suluh, sane mawasta puput galang.

*****

Buku geguritan Ni Sumala ditulis dengan dua bahasa, Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah Bali. Terdiri dari kata pengantar, daftar isi, dan isi yang diawali geguritan Ni Sumala. Buku setebal 167 halam, dan diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta tahun 1986. Dialih aksara dan alih bahasakan oleh Drs. Ketut Nuarca. Geguritan Ni Sumala terdiri dari dua pupuh (puh), yaitu ginada dan Adri. Geguritan Dukuh Wanasara terdiri dari 12 pupuh, yaitu sinom, ginada, ginanti, sinon, ginanti, durma, semarandana, pangkur, ginanti, ginada, sinom, dangdang.

Disusun: Tim Apero Fublic
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 14 Oktober 2021.
Sumber: Ketut Nuarca. Geguritan Ni Sumala. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.

Sy. Apero Fublic