Budaya Kuno Sastra Tutur Masyarakat Toraja: Padarangan
“Biarlah saya
mengambil buah jeruk hanyut itu.” Kata Pongtattulliq. Setelah itu, dia berusaha
berenang ke tengah sungai. Namun tidak dapat mendapatkan buah jeruk itu. Sebab
air sungai deras dan dalam. Padarangan memutuskan untuk membantu, dan dia
berenang ke tengah sungai. Berkat usahanya akhirnya buah jeruk itu di dapat
oleh Padarangan. Setelah di dapat, mereka naik ke darat dan berbagi untuk memakan
buah jeruk itu. Oleh Padarangan buah jeruk dia belah dua, karena mereka berdua.
Namun, ketika
sudah di belah dua keduanya kecewa. Sudah berharap memakan buah jeruk yang
manis. Tetapi isi dari buah jeruk itu, adalah gulungan rambut sehelai. Keduanya
membentangkan rambut itu. Ternyata sangat panjang, seukuran tujuh depa.
Padarangan meminta Pongtatulliq menemaninya pergi ke hulu sungai untuk mencari
tahu siapa yang mempunyai rambut itu.
“Ibu-ibu,
siapakah kiranya yang memiliki rambut panjang sekali.?” Tanya Padarangan
bertanya pada beberapa orang ibu-ibu yang sedang mandi mencuci di tepian mandi.
“Orang yang
berambut panjang, adalah Riuqdatu.” Kata ibu-ibu itu.
Setiap kali
mereka bertanya selalu dijawab dengan, Riuqdatu. Beberapa waktu kemudian maka
bertanyalah Padarangan pada sekelompok gadis desa yang sedang mandi mencuci.
Mereka juga menjawab pemilik rambut, Riuqdatu.
“Oh, baiklah
kalau begitu. Dimanakah rumah Riuqdatu itu?.” Tanyanya.
“Masih jauh,
ke arah sebelah utara.” Jawab salah satu mereka. Setelah mengucap terima kasih, Padarangan pergi ke arah utara diikuti budaknya. Beberapa waktu kemudian
tibalah mereka di sebuah perkampungan. Padarangan menghampiri seorang lelaki tua. Orang tua itu menunjuk ke arah rumah Riuqdatu dan berjalanlah Padarangan ke rumah
Riuqdatu.
“Dimana rumah
Riuqdatu?.” Tanyanya.
“Itu rumahnya.
Orangnya, ada di serambi depan.” Jawab lelaki tua itu.
“Terimakasih
Uwa.” Kata Padarangan.
Padarangan
memasuki halaman rumah, sambil berkata pada Pongtattulliq. Dia meminta
Pongtattulliq pulang untuk mengambil gendang pusakanya. Tanpa banyak bertanya
segerahlah Pongtattulliq pulang. Sementara Padarangan menuju rumah Riuqdatu.
Sebelum masuk dia menyapa sopan santun. Riuqdatu mempersilakan masuk,
Padarangan pun menuju serambi. Mereka berkenalan dan saling berbasa-basi.
“Ada gerangan apa
kiranya kakanda jauh-jauh kerumah saya?.” Tanya Riuqdatu.
“Baiklah, saya
menemukan sehelai rambut yang panjangnya tujuh depa di dalam sebutir buah jeruk
yang hanyut di sungai. Menurut keterangan orang-orang itu rambutmu.
“Benar sekali,
kakanda.” Jawab Riuqdatu.
“Oleh sebab
itu, Aku berniat melamarmu menjadi istriku.” Kata Padarangan.
“Baiklah, apa
boleh buat. Aku bersedia menjadi istrimu.” Jawab Riuqdatu. Sorenya
Pongtattulliq mengantar gendang pusaka yang diminta Padarangan, setelah itu dia
pulang. Oleh Riuqdatu gendang dia simpan di dalam kamarnya. Ajaibnya, apabila
orang melihat kedalam gendang tampak kosong, walau Padarangan ada di dalamnya.
Maka mulai
saat itu, Riuqdatu dan Padarangan menjadi suami istri. Tapi pernikahan Riuqdatu
tidak diketahui oleh kedua orang tuanya. Padarangan bersembunyi di dalam
gendang pusakanya. Kemudian, beberapa waktu kemudian Riuqdatu mengandung.
Mengetahui anak perempuan mereka mengandung, orang tua Riuqdatu mengira kalau
dihamilih oleh budak mereka.
Mendengar
Riuqdatu hamil, warga desanya jadi marah dan kedua orang tuanya kecewa. Karena
mereka tidak tahu kalau Riuqdatu sudah menikah dengan Padarangan. Sebagai
hukuman Riuqdatu akan dibakar hidup-hidup. Orang-orang mengumpulkan kayu bakar
yang cukup banyak. Setelah terkumpul, api mulai dinyalakan. Riuqdatu menjadi
gelisah dan takut, maka dia menuangkan rasa dengan bernyanyi.
“Padarangan
dalam gendang.
Kekasihmu akan
meninggalkanmu.
Liang kubur
sudah menanti.
Bersamaan
besarnya kobaran api.” Begitulah lagu Riuqdatu berulang-ulang.
Riuqdatu
diikat lalu dibawa ke dekat kobaran api. Semua memandang penuh rasa kecewa pada
Riuqdatu. Riuqdatu tidak berdaya, hanya menangislah yang dia dapat. Beberapa
saat dirinya akan di lempar kedalam kobaran api. Tiba-tiba melompatlah
Padarangan keluar dari dalam gendang pusaka dan muncul dihadapan orang banyak.
“Hai kalian
semuanya, sebab apakah sehingga istriku mau kalian bakar?.” Tanya Padarangan.
“Syukurlah
kalau kau suaminya. Kami akan menghukum bakar wanita yang hamil tanpa suami.”
Kata tetua desa.
Warga desa baru mengetahui kalau Riuqdatu dan Padarangan sudah menjadi suami istri. Mereka tidak jadi menghukum Riuqdatu. Masyarakat dan para bangsawan yang ada di desa mengucapkan selamat pada mereka. Semua berdoa agar keduanya bahagia dan dikaruniahi anak-anak yang baik untuk melanjutkan generasi berikutnya.
Rewrite: Tim Apero Fublic.
Editor. Totong
Mahipal.Tatafoto. Rama
Saputra.Palembang, 23
November 2021.Sumber:
Muhammad Sikki, Dkk. Struktur Sastra
Lisan Toraja (Transkripsi dan Terjemahan. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1986.
Sy. Apero Fublic
0 Response
Posting Komentar