Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic (JAF) merupakan jurnal tentang humaniora membahas, budaya, sastra, sejarah, arkeologi, antropologi, hukum, psikologi, filologi, teologi, arkeologi, seni, filsafat, dan linguistik.

Penerbit

Penerbit Buku PT. Media Apero Fublic: Menerbitkan buku novel. komik. buku anak. umum. ajar. penelitian. buku instansi. ensiklopedia. majalah. koran. jurnal. tabloid. dan lain-lain.

Apero Book

Apero Book adalah toko buku yang menjual semua jenis buku (tulis dan baca) serta semua jenis ATK. Toko Online dan Ofline.

Apero Popularity

Apero Popularity adalah layanan iklan usaha, bisnis, dan figur. Membantu jalan karir dan provesi anda menuju kepopuleran. Tak Apero Tak Populer.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis asli Sumatera Selatan. Menyajikan informasi seputar Sumatera Selatan.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic (BAF) Tulisan segar dengan ide-ide baru, dan pemikiran baru. Ungkapkan semua isi kepala Anda.

Apero Fublic

Apero Fublic (AF) merupakan merek usaha bidang jurnalistik dari PT. Media Apero Fublic.

PT. Media Apero Fublic

Perusahaan Publikasi dan Informasi.

Tabloid Apero Fublic

Tabloid Apero Fublic (TAF) merupakan majalah informasi Muslimah.

Rabu, 23 Juni 2021

BADUNDAI: Mpai Boleh

JURNAL APERO FUBLIC.- Badundai atau Puisi Klasik asli masyarakat Melayu Sekayu berikut ini bercerita tentang kehidupan masyarakat di pedesaan yang baru saja mendapatkan atau baru saja membeli smartpone (HP) atau baru saja membeli sepeda motor. Cerita dalam badundai ini diambil dari kejadian nyata dan umum di tengah masyarakat.

Badundai atau Puisi Lama yang berbahasa Melayu daerah Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan ini, tidak lagi populer. Untuk pemakaian bahasa Daerah, digunakan di Kecamatan Sungai Keruh atau Kawasan Tradisional Bukit Pendape, Musi Banyuasin. Tujuan dari badundai ini adalah hiburan dan nasihat.

MPAI BOLEH.

Oh, ikak cerito
Cerito wang dusun kami.
Cerito yang dak bagus nia.
Tapi itulah adenye, lagu lalewanya.
Lalewa lanang-lanang yang raga mambang.
Lali di anak bini, lali di masa depan.
Sebab idup gitek tujuan.
Pikirannye pendek, bangga kalu babuat salah.
 
Cerito wang situ.
Yang ditelek uwang banyak.
Tabace galek oleh warge, tetangge dan wang tengah laman.
Itu tampak mpai boleh.
Ade yang mpai boleh HP.
Ade yang mpai boleh motor.
Tapi boleh kredet, mayo tiap bulan.
 
Ngajak bininye bagawe.
Sen abes oleh mayo kredet ngen makan.
Idup sare, serte nanggung.
 
Mpai boleh HP,
Mpai boleh motor,
Ade HP Untuk nelpon, nelpon jande.
Mulai raga-raga nak bakule.
Ujo die HP gitek gunek, kalu dak bakule.
 
Mpai boleh motor,
Mayo kredet kanti bini, mantangnye.
Sen abes oleh mayo kredet.
Motor baru oleh kredet.
Raga lah blagak nia,
Gitek malu awak lah bakeluarga.
Ujo die motor gitek gunek.
Kalu dak bakule-kule.
 
Oh, mitulah lagu wang dusun sikak.
Ulas jat, awak sare pulek.
Gitek malu idup lagi.
Nameklah lagu die.
Mpai boleh motor ape boleh HP.
Lah merusak uma tangge.
Ngerok, memalu kluarge.
 
Oh, payo bapeker.
Hp untuk komunikasi, kalu penting.
Motor untuk transortasi mudake gawe.
Bukan pulek untuk merusak klurge.
Dak pulek anggong koyong, payolah bije.
Raih gawe batani, cukup makan bae.
Lebih baik mikirke kluarge, masa depan anak.
Dari pade lalewa dak takaruan mitu.
Sadarlah, oy, malu.
 
Wang jijik galek nelek nga mitu.
Dak ngasek idup nia.

Oleh. Uwak Jamal
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Talang Menggan, 22 Juni 2021.

Buat sahabat semua mari kita lestarikan kesastraan daerah kita masing-masing. Kirimkan sastra berbahasa daerah kalian ke Apero Fublic untuk dipublikasikan agar dikenal dan tetap terjaga warisan nenek moyang kita. Kirim ke www.fublicapero@gmail.com.

Sy. Apero Fublic

Minggu, 20 Juni 2021

Hikayat Si Pencuri Yang Belajar Shalat

JURNAL SASTRA APERO FUBLIC.- Dahuluh ada seseorang laki-laki yang menuntut ilmu untuk mencuri. Akhirnya dia ahli dalam hal mencuri. Asal angin masih bisa masuk rumah seseorang, berarti dia pun dapat memasuki rumah tersebut. Untuk menghidupi keluarganya, dari hasilnya mencuri. Namun ada satu hal yang kurang, bertahun-tahun hidup berumah tangga dengan istrinya dia tidak mendapatkan seorang anak pun.

Kehidupannya begitu-begitu saja, apa bilah uang habis dia pergilah mencuri. Bertahun-tahun lamanya yang dia lakukan hanya demikian saja. Timbul rasa bosan dalam kehidupannya yang hanya mencuri saja. Kini timbul di dalam hatinya untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. “Ingin sekali rasanya aku shalat.” Kata hatinya. Keinginannya itu dia ceritakan pada istrinya.

“Istriku, sekarang Aku ingin sekali beribadah, mengerjakan perintah Allah, shalat. Tapi aku tidak mengerti dan tidak tahu bagaimana caranya shalat.” Katanya pada sang istrinya. Istrinya juga tidak mengerti, dia menyarankan agar suaminya pergi belajar ilmu agama. Akhirnya si Pencuri mantap untuk memutuskan pergi belajar ilmu agama. Keesokan harinya istrinya menyiapkan bekal untuk bekal perjalanannya. Setelah pamit dengan istrinya, dia pergi.

Zaman dahulu pemukiman tidak seperti sekarang, sedikit sekali. Yang lebih banyak adalah hutan rimba yang lebat. Si Pencuri berjalan keluar masuk rimba, tanpa tujuan yang pasti. Dia hanya menurutkan langkah kakinya saja. Lama sudah berjalan berminggu-minggu lamanya. Suatu hari dia menemukan sebuah bukit cukup tinggi. Di atas bukit terdapat sebuah gubuk tua. Yang dihuni oleh seorang lelaki tua. Sesampai di depan gubuk reyot itu dia mengucapkan salam.

“Assalamualaikum.” Ucap si Pencuri.

“Waalaikumsalam.” Terdengar jawaban dari dalam gubuk, dari suaranya yang berat tentu sudah sangat tua. Dia mempersilahkan si Pencuri untuk masuk dan menjamunya. Dalam perbincangan itu, mereka saling bercerita tentang kehidupan masing-masing. Setelah saling mengenal dan mengetahui keadaan satu sama lain. Si Pencuri juga menceritkan kalau pekerjaan dan keahliannya adalah mencuri. Bertanyalah sang kakek penghuni gubuk itu.

“Apa tujuanmu Nak, sampai engkau berjalan sejauh ini?.” Tanya si Kakek tua.

“Begini Tengku, saya berjalan sejauh ini karena ada keinginan yang besar dari hatiku.” Ujar si Pencuri.

“Keinginan apa, Nak?.” Tanya si Kakek.

“Saya ingin belajar ilmu agama, Tengku.” Jawabnya malu. Sebab sudah setua itu dia tidak pernah belajar ilmu agama.

“Tentang ?.”

“Belajar ilmu agama terutama, belajar shalat. Sejak dari kecil saya belum pernah shalat. Sebelum ajal menjemput saya ingin di sisa usia saya untuk mengerjakan shalat.” Jelas si Pencuri.

“Oh, begitu. Kalau begitu belajarlah padaku. Tidak ada kata terlambat dalam belajar.” Kata orang tua itu. Si Pencuri akhirnya belajar dengan tekun. Selama berbulan-bulan dia akhirnya bisa mengerjakan shalat. Dari rukun, bacaan, niat, cara gerakan shalat sudah dia kuasai. Suatu hari berkatalah si Pencuri pada gurunya.

“Tengku, saya ini Cuma satu masalahnya.” Kata si Pencuri terputus.

“Apa masalahmu.” Tanya orang tua.

“Hal yang semacam tidak bisa saya tinggalkan.” Kata si Pencuri agak tertunduk.

“Oh, itu pekerjaan kamu?.” Kata orang tua itu, dia mengerti pekerjaannya sebagai pencuri.

“Iya.” Jawab si Pencuri singkat.

“Tidak ada, lakukanlah pekerjaan kamu itu. Cuma jangan lupa amanahku saja.” Kata gurunya.

“Apa kiranya amanah, Tengku?.” Tanya si Pencuri.

“Sekarang kamu sudah belajar ilmu shalat dan sudah bisa melaksanakan shalat. Jadi, apa bilah waktu shalat tiba. Jangan kamu hiraukan yang lain. Harus mengerjakan shalat segera.” Kata si orang tua.

“Oh, baiklah kalau begitu, insya Allah.” Jawab si Pencuri. Pagi besoknya si Pencuri pamit untuk pulang. Beberapa waktu lamanya berjalan dia pun akhirnya tiba di rumahnya kembali. Dengan bahagia dan rasa rindu pada istrinya dia mengucap salam di depan pintu rumahnya. Setelah makan dan minum, berbincang-bincanglah suami istri yang sudah lama berpisah itu.

“Abang, sudah lama sekali perginya. Sehingga uang belanja kita sudah habis.” Kata istrinya.

“Jangan gusar, nanti saya akan mencari uang seperti biasanya.” Jawab si Pencuri.  Setelah badan tidak lagi letih, dia kemudian pergi ke pasar. Dia melihat sebuah rumah orang kaya. Di dalam hatinya dia berkata, “Disinilah aku akan mencuri nanti malam.” Setelah mengamati dia kemudian pulang, dan hari pun malam. Terdengar azan shalat isyah dia mengerjakan shalat isyah. Kemudian membaca doa dan ayat-ayat yang dia baca. Rencana mencurinya agak lewat tengah malam. Dia berjalan menuju rumah incarannya, tiba disana waktu sudah pajar.

Dia mendekati pintu dapur, kebetulan juga pintu dapur oleh pemiliknya lupa menguncinya. Sebelum masuk rumah si Pencuri membaca mantra mencurinya agar tidak ketahuan. Saat berjalan semua kunci-kunci yang ada di dalam rumah terbuka. Dia melihat pemilik rumah tertidur dengan pulas. Dia menemukan peti emas, dan peti uang emas dan perak. Dengan susah payah dia menggotong peti emas dan peti uang ke luar rumah. Namun tiba-tiba terdengar kokok ayam jantan pertanda hari sudah subuh. Diikuti dengan suara beduk dan azan di masjid tapi tidak terdengar. Karena dulu belum ada pengeras suara. Namun kokok ayam disubuh sangat ramai bersahut-sahutan.

“Yah, sudah waktunya shalat subuh.” Gerutu si Pencuri. Dia teringat pesan gurunya agar jangan sekali-sekali melalaikan shalat. Oleh sebab itu, si Pencuri kemudian berdiri lalu berwudhu dan mengambil tikar. Lalu dia azan di dalam rumah orang itu. Pemilik rumah walau suara azan sangat keras belum juga bangun. Pada bagian “Assalatukhairum minannaum” barulah seisi rumah itu terbangun. Saat bangkit dan keluar kamar mereka.

“Yaaa Allah, mengapa pintu rumah kita terbuka. Orang asing ini azan di dalam rumah kita. Ahh, pasti rumah kita sudah dimasuki pencuri.” Kata suami pemilik rumah itu. Istri dan anggota keluarga yang lain juga sangat kaget. Mereka serentak melihat-lihat keluar rumah. Sementara si Pencuri selesai azan langsung shalat subuh. Di luar rumah mereka menemukan peti emas dan peti uang mereka tergeletak. Di lihat isinya masih seperti semulah tidak ada yang kurang.

“Ya Allah. Sangat beruntung kita, karena Tuan Syeikh itu masuk ke rumah kita untuk shalat. Bersamaan dengan pencuri keluar membawa harta kita. Karena terpergok Tuan Syeikh itu, lalu para pencuri itu berlari meninggalkan peti emas dan peti uang kita.” Kata dan pikir pemilik rumah. Sementara si Pencuri terus shalat dengan khusuk dan tenang. Tidak ada rasa takut saat pemilik rumah sudah bangun semua dan menungguinya sedang shalat subuh. Setelah mengucap salam, sedikit berbicara si Pencuri pamit untuk pulang pada pemilik rumah itu.

“Tuan Syeikh, mohon jangan pulang terlebih dahulu. Istri saya sudah mulai memasak dan membuat kopi. Marilah bertamu di rumah kami pagi ini.” Kata Pemilik rumah.

“Oh, baiklah kalau begitu.” Kata si Pencuri yang agak gugup. Setelah menunggu beberapa saat, kopi dan makanan siap. Mereka makan bersama-sama dengan hangat dan penuh keakraban selayaknya sudah kenal lama. Setelah makan, kembali si Pencuri pamit untuk pulang. Kembali pemilik rumah berkata pada si Pencuri yang dia anggap seorang alim ulama atau Syeikh.

“Begini Syeikh, barang kali subuh tadi ada pencuri yang masuk ke rumah. Karena peti emas dan peti uang kami sudah terletak di luar rumah.  Mungkin saat Tengku datang untuk shalat tadi, membuat para pencuri pergi takut ketahuan oleh Tengku.” Kata Pemilik rumah, didengarkan oleh istri dan anggota keluarganya yang lain.

“Ya, begitulah.” Jawab si Pencuri. Seraya manggut-manggut.

“Oleh karena itu, saya dan istri saya mau mengucapkan terima kasih. Kalau tidak ada Tengku mungkin kami sudah hidup melarat karena harta kami habis. Oleh karena itu, kami ingin membagi dua harta kami, untuk Tengku setengahnya.” Jelas pemilik rumah.

“Alhamdulillah kalau begitu, apakah kalian ikhlas.” Jawab si Pencuri. Pemilik rumah berkata ikhlas, dan sisa uang mereka dapat mereka modal kembali dan isnyaa Allah mereka akan mendapatkan rezeki kembali. Maka pulanglah si Pencuri membawa setengah dari uang pemilik rumah.

“Oh, begitu makna apa yang dikatakan oleh guruku. Maka, mulai saat ini Aku tidak akan mencuri lagi.” Pikirnya sepanjang jalan. Dengan uang itu si Pencuri dapat belanja beberapa tahun dan dia mulai merintis usaha lain. Dia bertobat dan tidak mau mencuri lagi.

Rewrite: Tim Apero Fublic.
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 20 Juni 2021.
Sumber: Wildan, Abdullah Faridan, Sa’adiah, Mohammad Harun. Struktur Sastra Lisan Tamiang. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998.

Sy. Apero Fublic

Mengenal Sastra Lisan Tamiang (Kabupaten Aceh Tamiang)

Jurnal Sastra Apero Fublic.- Tamiang adalah daerah yang terletak di Provinsi Aceh. Pada waktu penelitian Tamiang masih dalam Kabupaten Aceh Timur dengan jumlah penduduk sekitar 606.393 jiwa menurut sensus tahun 1992. Penduduk Tamiang dikenal dengan masyarakat yang berbahasa Melayu Tamiang sebagai bahasa ibu. Warga Tamiang tersebar di Kecamatan Bendahara, Kecamatan Kota Kuala Simpang, Kecamatan Kejuruan Muda, Kecamatan Seruway, Kecamatan Bandar Baru, dan Kecamatan Tamiang Hulu.

Sekarang Tamiang sudah menjadi sebuah kabupaten baru bernama Aceh Tamiang di Provinsi Aceh, di mekarkan dari Kabupaten Aceh Timur. Terletak di perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Ibu kota Kabupaten Aceh Tamiang di Karang Baru. Dasar hukum UURI Nomor 4 Tahun 2002, dengan tanggal peresmian kabupaten Aceh Tamiang 10 April 2002. Tahun 2017 jumlah penduduk diperkirakan sekitar 287.733 jiwa dengan mayoritas beragama Islam.

Dalam masyarakat Tamiang adanya posisi seorang Atok atau kakek dan Andong atau nenek yang memegang peran dalam menyampaikan cerita-cerita lisan. Apabilah disamakan pada masyarakat Melayu di Sumatera Selatan dimana Kakek dan Nenek yang sering menyampaikan cerita yang dikenal dengan andai-andai. Atok atau Andong juga menyampaikan cerita saat berkumpul bersama, saat ada keramaian dan menjelang tidur. Lingkup cerita meliputi anak-anak, remaja dan dewasa (laki-laki dan perempuan). Fungsi sebagai hiburan dan nasihat.

Seperti cerita yang berjudul Kesetiean Mpuan Same Lakinye yang memberikan nasihat bagaimana kesetiaan seorang istri pada suaminya. Juga bagaimana dengan kebijaksanaannya dalam menghadapi suaminya. Cerita ini, berkisah tentang seorang janda tua Khadi atau hakim di sebuah kesultanan.

Dia dinikahi oleh seorang penggembala kambing yang sangat bodoh. Karena khawatir diketahui sultan dia menikah dengan penggembala bodoh. Kemudian dia meminta suami barunya pergi mencari ilmu. Kebijaksanaan sang istri membuahkan hasil, suaminya yang bodoh kemudian menjadi berilmu dan pintar. Suatu waktu suaminya juga akhirnya menjadi kadhi atau hakim di kesultanan itu.

Sastra lisan Tamiang yang dijadikan bahan penelitian Balai Bahasa diantaranya, Cemburu Bute, Mat Lanca, Antu Tempiah, Pencuri, Kesetiean Mpuan Same Lakinye, Si Buyong, dan Si Tua ngan Si Celake. Semua cerita ditulis dalam dua teks, teks bahasa Tamiang dan diikuti teks berbahasa Indonesia. Dalam lakon cerita terdapat banyak pelajaran dan hiburan.

Seperti kisah Hantu Tempias dimana jalan ceritanya memberikan hiburan dan cenderung cerita baru. Cerita baru dimana tidak ada kesamaan dengan cerita pada kawasan sastra klasik di Nusantara lainnya. Dalam cerita masyarakat Tamiang ini sudah mengandung unsur-unsur agama Islam atau budaya yang dipengaruhi Islam.

Buku Struktur Sastra Lisan Tamiang disusun oleh Wildan, Abdullah Faridan, Sa’adiah, dan Mohammad Harun. Diterbitan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta tahun 1998. Buku setebal 148 halaman yang terdiri dari beberapa bagian, diantaranya kata pengantar, latarbelakang masalah, monografi singkat daerah Tamiang, pembahasan sastra lisan, dan jalan cerita yang ditulis dalam dua bahasa, bahasa Tamiang dan Bahasa Indonesia. Apa bilah Anda tertarik untuk mempelajari sastra lisan Tamiang. Dapat menjumpai buku di Perpustakaan Daerah atau Pusat.

Oleh. Tim Apero Fublic
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 20 Juni 2021.
Sumber: Wildan, Dkk. Struktur Sastra Lisan Tamiang. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998.

Sy. Apero Fublic

Sabtu, 19 Juni 2021

Hantu Tempias: Asal Usul Harimau Takut Dengan Pencuri

JURNAL SASTRA APERO FUBLIC.- Zaman dahulu dimana masanya zaman kejujuran dan juga sekaligus zaman kebodohan. Masa ini manusia masih polos dan manusia masih menjunjung tinggi kebijaksanaan. Kehidupan yang masih sederhana dan bersahaja. Jauh dari hiruk pikuk kehidupan yang sibuk pada masa selanjutnya.

Pada masa itu, hiduplah sebuah keluarga. Dalam keluarga terdapat tiga anak dan sebuah rumah yang mereka tempati. Rumah mereka tidak memiliki pentilasi udara, seperti jendela. Ada sebuah kuda peliharaan keluarga itu. Setiap waktu aktivitas mereka selalu sama, bertani dan merawat peliharaan mereka. Rumah mereka dikelilingi hutan lebat.

Akhir hari pun tiba di hari itu, sore. Lalu hari pun mulai beranjak malam. Keluarga kecil itu berkumpul di ruangan rumah mereka. Berbincang-bincanglah mereka dengan penuh kehangatan. dalam percakapan itu, sang ayah berkata kepada tiga orang anaknya.

“Anak-anakku.” Kata sang ayah.

“Ada apa, Ayah.” Jawab ketiga anaknya.

“Kalian jaga rumah, Ayah dan ibu akan pergi ke undangan hajatan warga jauh dari rumah kita.” Jelas sang Ayah.

“Baiklah Ayah, kami akan menjaga rumah.” Jawab tiga kakak beradik itu. Sang ayah pun pergilah ke hajatan warga.

Karena rumah mereka terletak di hutan rimba yang lebat. Tentu sinar matahari tidak leluasa menembus kelebatan dedaunan pohon. Sehingga hari walau masih siang sudah tampak seperti malam saja. Ketiga anak menjaga rumah, ayah telah pergi ke hajatan. Waktu berlalu dan usai sudah kegiatan hajatan dan diakhiri makan bersama. Ayah dan ibu sang anak juga terpikir dengan ketiga anaknya di rumah. Sehingga mereka akan pulang terlambat sebab mencari sesuatu untuk anak-anak mereka yang ditinggal di rumah. Waktu berlalu, sementara menunggu orang tua mereka pulang, berceritalah dan berbincang-bincanglah ketiga kakak beradik itu.

“Adik-adikku. Kalau malam hari apa yang kalian takutkan?.” Tanya kakak yang paling tua.

“Entahlah, sepertinya tidak ada yang perlu ditakutkan, Abang.” Jawab adiknya.

“Kalau Abang, yang paling ditakuti adalah Hantu Tempias.” Jawab kakak tertua.

Hari berlanjut menjadi malam yang sangat gelap. Tanpa mereka ketahui di bawah rumah mereka ada seekor harimau, yang ingin memangsa kuda peliharaan mereka. Sebelum memangsa kuda, harimau yang diam-diam menyusup kebawah rumah mereka mendengar percakapan ketiga kakak beradik itu. Di dalam hati harimau itu bertanya-tanya. “Seperti apa hantu Tempias itu.” Pikir harimau.

Sementara itu, disisi lain rumah mereka juga ada seorang pencuri yang juga mengincar ingin mencuri kuda. Pencuri tahu kalau hanya anak-anak saja yang berada di dalam rumah, sebab sang ayah mereka sedang pergi. Dia sudah lama mengincar kuda mereka dan malam ini niatnya dia laksanakan. Pencuri itu juga mendengar percakapan ketiga kakak beradik itu.

“Abang takut dengan Hantu Tempias.” Tanya adiknya paling bungsu.

“Betullah Dik, sekiranya hantu tempias datang kita tidak tahu bagaimana mau pergi lagi. Kita tidak bisa kemana-mana lagi.” Kata kakak tertua mereka.

Harimau terus berpikir seperti apa kiranya hantu tempias itu. Saat dia sedang memikirkan tentang hantu tempias, pencuri terus mendekat kandang kuda. Pencuri melihat ada dua ekor kuda, dia juga agak heran sebab selama ini ada satu kuda. Tapi si pencuri tidak memikirkannya. Sebab dua ekor kuda lebih baik kalau diambil semuanya.

“Kuda yang paling besar itu, yang akan aku ambil.” Kata hati pencuri. Dalam kegelapan tampak ada kuda besar dalam penglihatan si pencuri. Sementara tiga kakak beradik terus bercerita, tanpa menaruh rasa curiga sedikitpun.

“Apa sebab ayah terlambat pulang?. Sekiranya nanti datang hantu tempias susalah kita. Tidak tahu bagaimana dan tidak tahu mau pergi ke mana.” Kata kakak tertua mereka. Sementara cuaca mulai buruk, angin mulai bertiup agak kencang menerpa pepohonan. Harimau melamun, masih memikirkan hantu tempias yang sangat ditakuti oleh anak-anak tersebut. Lain lagi dengan pencuri, dia tidak memikirkan cerita hantu tempias anak-anak itu.

“Itu ada dua ekor kuda, maka yang besar itulah yang akan aku ambil.” Kata hati si pencuri itu yakin. Pencuri tidak tahu kalau satu ekor kuda satu ekor sapi. Yang besar dia lihat adalah harimau yang dari tadi melamun memikirkan wujud hantu tempias. Sehingga gerakannya tertahan untuk memangsa kuda. Si pencuri melompat keatas punggung harimau, yang dia kira kuda. Harimau terkejut bukan kepalang, dan dia berpikir yang melompat ke atas punggungnya itulah yang dimaksud dengan hantu tempias. Kalau manusia biasa tidak akan mau melompati diatas tubuhnya.

Harimau ketakutan sekali, sehingga dia berlarian kesana-kemari tanpa arah dengan sangat kencang. Pencuri berpegang sekuat tenaga pada tubuh harimau yang berlari sangat kencang menerobos hutan. Mengetahui kalau yang dia tunggangi adalah harimau. Si pencuri melepaskan pegangan tangannya dan jatuh dari punggung harimau ditengah hutan entah dimana. Harimau yang merasakan tidak ada lagi beban di atas punggungnya. Berbalik lagi ke belakang, dia ingin melihat hantu tempias lebih jelas lagi.

Melihat harimau datang kembali mendekatinya, si pencuri menjadi ketakutan. Dia dengan sekuat tenaga memanjat sebatang pohon di dekatnya. Karena keadaan malam tentu tidak dapat melihat dengan jelas dahan-dahan pohon. Maka si pencuri meraih dahan pohon mati, tanpa ampun dia pun terjatuh kembali dengan mengenaskan.

Harimau mendekat dan memperhatikan dengan seksama. “Itulah rupanya hantu tempias tadi.” Kata harimau dan dia berbalik lari ketakutan. Ahkir cerita, si pencuri tidak berhasil mencuri kuda. Kuda anak-anak menjadi aman. Sementara harimau takut dengan pencuri yang dia anggap setiap pencuri adalah hantu tempias. Itulah sebabnya kata orang-orang mengapa harimau takut dengan pencuri. Karena pencuri dia anggap, hantu tempias.

Rewrite: Tim Apero Fublic.
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 19 Juni 2021.
Sumber: Wildan, Abdullah Faridan, Sa’adiah, Mohd. Harun. Struktur Sastra Lisan Tamiang. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998.

Sy. Apero Fublic