Humaniora

Humaniora
Publish Your Articles in the Journal Apero Fublic of Humaniora

Dongng Toraja: Sendana Datu Baine (Asal Usul Pohon Cendana).

Dongng Toraja: Sendana Datu Baine (Asal Usul Pohon Cendana).
Share

JAF. HUMANIORA.- Dikisahkan pada zaman dahulu, ada seorang lelaki pergi ke dalam sebuah hutan. Mungkin dia hendak berburu, menangkap burung atau mencari tetumbuhan untuk kebutuhan sayur-mayur. Karena sudah cukup lama berjalan ditengah hutan itu, beberapa waktu kemudian, laki-laki itu terasa lelah. Saat melihat sebuah tunggul pohon cendana, timbul niat si laki-laki untuk beristirahat. Kemudian dia membaringkan tubuhnya di tanah dan menjadikan tunggul pohon cendana sebagai bantalnya.

Karena lelah dan mengantuk akhirnya si lelaki tertidur dengan nyenyaknya. Entah berapa lama dia tertidur. Namun, ada hal aneh terjadi. Tunggul pohon cendana tempat dia berbaring telah tidak ada. Sekarang dia sudah berbaring di pangkuan seorang gadis yang sangat cantik. Rupanya, tunggul pohon cendana itu telah berubah menjadi seorang gadis cantik. Keduanya berbincang-bincang dengan akrabnya. Saling memberi tahu satu sama lain tentang diri mereka.

“Maukah, adik menjadi istriku?” Tanya si lelaki.

“Saya bersedia menjadi istri kakanda. Namun ada syarat yang harus kakanda penuhi.” Jawab gadis itu.

“Apa syaratnya, dinda?.” Tanya si lelaki.

“Syaratnya, janganlah kakanda sekali-kali menyebut asalku.” Jelas si gadis.

“Baiklah, tentu aku akan tepati. Sebab syarat begitu mudah dan tidak memberatkan.” Kata si lelaki.

“Janji, hal yang berat kanda.” Jawab si gadis.

“Baiklah, kanda tepati. Oh, yah. Bagaimana kalau nama dinda, kakak namakan Sendana Datu Baine.” Kata si lelaki.

“Baiklah, terserah kakanda saja.” Jawab si gadis sambil tersenyum malu-malu.

Si lelaki mulai menyukai si gadis cantik itu. Dia mengutarakan kalau dia menyukainya dan melamar si gadis untuk jadi istrinya. Gadis cantik yang tidak bernama itu, menerima lamaran dengan baik dan bahagia. Waktu berlalu, keduanya kini menjadi suami istri. Keduanya juga telah saling mencintai. Tinggallah keduanya di hutan itu, hidup bahagia. Bulan berlalu dan tahun pun berganti.

*****

Pada suatu hari, Sendana Batu Baine sedang berjalan-jalan di hutan itu. Sendana memiliki kekuatan seperti seorang dewi. Dia mampu memanggil bunga-bunga di hutan untuk menemaninya jalan-jalan. Bunga-bunga yang indah datang dan mengelilingi Sendana Datu Baine. Karena banyaknya bunga-bunga membuat tubuh Sendana Datu Baine terselimuti bermacam-macam bunga. Suaminya yang juga kebetulan tiba di sekitar itu, tidak melihat istrinya.  Melihat bunga-bunga itu, berkatalah suami Sendana Datu Baine.

“Walau istriku berasal dari tunggul pohon cendana. Tapi kecantikan dan kelembutannya melebihi kalian semua para bunga-bunga.” Kata dia, walau tidak terlalu keras tapi terdengar oleh semua yang berada di sana. Setelah berkata demikian, terjadilah peristiwa aneh dan ajaib lagi. Semua bunga-bunga menghilang. Tinggalah Sendana Datu Baine seorang, berdiri memandang penuh rasa sesal yang mendalam.

“Kakanda, mengingkar janji.” Kata Sendana Datu Baine, sambil menangis. Sementara sang suami terdiam seribu bahasa dan menyesal setengah mati. Namun semua sudah terlanjur, ibarat pepatah nasih sudah menjadi bubur. Sendana Datu Baine menghilang, dan di dalam hutan itu tumbuh banyak sekali pohon cendana. Padahal di hutan itu tidak ada pohon cendana yang tumbuh, kecuali tunggul yang berubah menjadi Sendana Datu Baine.

“Dinda, maafkan Aku. Aku menyesal sekali, kembalilah.” Teriak sang suami. Namun Sendana Datu Baine tidak pernah kembali lagi. Oleh sebab itu, si lelaki yang belum menerima kepergian istrinya selalu mencari-cari. Dia mengambil kapak dia ingin membuat tunggul pohon cendana, berharap istrinya kembali. Lalu menebang pohon cendana yang dia jumpai. Tapi aneh, dari pohon-pohon cendana yang dia tebang keluar darah. Demikianlah kisahnya, sehingga sampai sekarang getah pohon cendana berwarna merah seperti darah. Sebab asal pohon cendana dari wanita yang cantik sekali.

Rewrite: Tim Apero Fublic.
Editor. Rama Saputra.
Tatafoto. Arip Muhtiar.
Palembang, 21 November 2021.
Sumber: Muhammad Sikki, Dkk. Struktur Sastra Lisan Toraja (Transkripsi dan Terjemahan). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.

Sy. Apero Fublic

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel