Humaniora

Humaniora
Publish Your Articles in the Journal Apero Fublic of Humaniora

SASTRA KLASIK: Hikayat Puti Balukih (Sumatera Barat)

SASTRA KLASIK: Hikayat Puti Balukih (Sumatera Barat)
Share

JAF. HUMANIORA.- Selain Tambo jenis sastra klasik dari Sumatera Barat adalah Kaba. Kaba berbentuk prosa yang ditulis berirama.Tambo biasanya dituturkan sehingga menjadi sejenis sastra lisan. Sastra kaba juga dituturkan dan ditulis. Berikut ini kita menjelaskan naskah kaba, berjudul Kaba Puti Balukih. Naskah ini, disimpan Museum Nasional di Jakarta. Naskah Kabah Puti Balukih dialih aksarakan oleh Edwar Djamaris.

Cerita ini bukan cerita asli dari Minangkabau, tapi bentuk sastra bernasab dan tersebar. Maksud bernasab cerita adalah cerita klasik yang ditulis ulang oleh penulis dan disesuaikan dengan budaya daerah penulis. Selain di Sumatera Barat cerita Putri Balukih juga ditemukan di Sunda, dengan judul Putri Balkis. Jenis pengaruh sastra Putri Balukih adalah sastra pengaruh Islam.

Namun cerita ini dapat digolongkan dengan sastra Sumatera Barat pengaruh Islam karena di tulis menggunakan bahasa Minangkabau dan disusun dengan sistem sastra kaba. Zaman Belanda pernah diterjemahkan oleh Gerth van Wijk ke dalam bahasa Belanda, berjudul De Geschiedenis van Princes Balkis.” Een Maleische vertelling dimuat dalam VBG XLI, 1881.

Naskah dimuali dengan bacaan basmalah dan kalimat Alhamdulillah dalam bahasa Arab. Kisah Putri Balukih dimulai dari  Yaman. Diceritakan Raja Saraki menjadi raja di negeri Kota Saba, Banua Yaman. Dia menjadi raja yang zalim dan rakyat sangat membencinya. Seorang menteri Raja Saraki bernama Azu Sarah pergi berburu ke hutan. Saat berburu di tengah hutan dia dan teman-temannya tersesat. Pada suatu malam dia melihat seorang putri ternyata anak bangsa jin, berwajah cantik sekali. Dengan bantuan seorang jin juga dia menemui raja jin. Azu Sarah akhirnya dinikahkan dengan dengan putri raja jin itu. Sedangkan teman-teman Azu Sarah diantar kembali pulang ke negeri Sabah.

Beberapa saat kemudian lahirlah seorang anak, dinamakan Puti Balukih. Tidak lama kemudian istri Azu Sarah meninggal dan anak mereka dirawat oleh tujuh dayang. Waktu berlalu, setelah Puti Balukih dewasa ayahnya ingin kembali ke negerinya, Negeri Saba. Puti Balukih ingin ikut, tapi dilarang oleh kakeknya. Namun Putri Balukih akhirnya ikut ke negeri Saba. Sebelum berangkat, kakeknya membuatkan sebuah rumah di negeri Saba.

Mangko ado dalam Banua Yaman.
Sebuha nagari amaek taguah.
Lai bakoto-koto kaciak.
Lai baparik tanah bato.
Balabuah bapintu gadang.
Batantu urang ka masuak.
Pintu bakawa hulubalang.
Halaman carano basah.
Urai tatabua tidak hilang.
 
Di sanalah urang kayo-kayo.
Budak bamain-main ria.
Urang bujang bamain ameh.
Urang tuo badiam diri.
Batambah tuo batambah pakak.
Di sanalah urang sanang-sanang.
Nagari banamo koto Saba.
Rajo banamo Rajo Saraki.
 
Rajo nak kuat gadang panjang.
Rajo mamutuih rantai basi.
Tidak panah dilawan urang.
Kahandaknyo tidak tabalintang.
Maniayo anak mudo-mudo.
Mahanguihkan hati ibu bapak.
Mamandang anak bibao rajo.
Tidak buliah dijapuik lai.
Malainkan dengan relanyo.
Mambunuah tidak batanyo.
Madando tidak buliah kurang.
Salah saketek kanai bunuah.
Tidak tatanggung dicambuk rantai.
Banyak manyumpah dalam hati.
Hati nan tidak buliah sanang.

Demikian sedikit cuplikan dari Kaba Putri Balukih. Buku alih aksara ini berjudul Hikayat Putri Balukih, yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta tahun 1985. Buku setebal 112 halaman, halaman judul dan alih aksara, daftar isi, kata pengantar, latar belakang, cerita singkat, dan  tulisan naskah kabah berbentuk bait-bait panjang. Baitnya tidak teratur dan kalimatnya seperti berpuisi dan mirip irama pantun, hampir bersahutan. Kalau Anda ingin lebih tahu dapat menjumpai buku di Perpustakaan Daerah atau Perpustakaan Nasional.

Disusun: Tim Apero Fublic
Palembang, 23 Agustus 2022.
Editor. Arip Muhtiar, S.Hum
Tatagambar. Dadang Saputra.
Sumber: Edwar Djamaris. Hikayat Puti Balukih: Cerita Klasik dalam Sastra Minangkabau. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.


Sy. Apero Fublic

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel