SASTRA KLASIK: Hikayat Puti Balukih (Sumatera Barat)
Cerita
ini bukan cerita asli dari Minangkabau, tapi bentuk sastra bernasab dan
tersebar. Maksud bernasab cerita adalah cerita klasik yang ditulis ulang oleh
penulis dan disesuaikan dengan budaya daerah penulis. Selain di Sumatera Barat
cerita Putri Balukih juga ditemukan di Sunda, dengan judul Putri Balkis. Jenis
pengaruh sastra Putri Balukih adalah sastra pengaruh Islam.
Namun
cerita ini dapat digolongkan dengan sastra Sumatera Barat pengaruh Islam karena
di tulis menggunakan bahasa Minangkabau dan disusun dengan sistem sastra kaba.
Zaman Belanda pernah diterjemahkan oleh Gerth van Wijk ke dalam bahasa Belanda,
berjudul De Geschiedenis van Princes
Balkis.” Een Maleische vertelling dimuat dalam VBG XLI, 1881.
Naskah
dimuali dengan bacaan basmalah dan kalimat Alhamdulillah dalam bahasa Arab. Kisah
Putri Balukih dimulai dari Yaman.
Diceritakan Raja Saraki menjadi raja di negeri Kota Saba, Banua Yaman. Dia
menjadi raja yang zalim dan rakyat sangat membencinya. Seorang menteri Raja
Saraki bernama Azu Sarah pergi berburu ke hutan. Saat berburu di tengah hutan
dia dan teman-temannya tersesat. Pada suatu malam dia melihat seorang putri
ternyata anak bangsa jin, berwajah cantik sekali. Dengan bantuan seorang jin
juga dia menemui raja jin. Azu Sarah akhirnya dinikahkan dengan dengan putri
raja jin itu. Sedangkan teman-teman Azu Sarah diantar kembali pulang ke negeri
Sabah.
Beberapa saat kemudian lahirlah seorang anak, dinamakan Puti Balukih. Tidak lama kemudian istri Azu Sarah meninggal dan anak mereka dirawat oleh tujuh dayang. Waktu berlalu, setelah Puti Balukih dewasa ayahnya ingin kembali ke negerinya, Negeri Saba. Puti Balukih ingin ikut, tapi dilarang oleh kakeknya. Namun Putri Balukih akhirnya ikut ke negeri Saba. Sebelum berangkat, kakeknya membuatkan sebuah rumah di negeri Saba.
Mangko ado
dalam Banua Yaman.
Sebuha nagari
amaek taguah.
Lai
bakoto-koto kaciak.
Lai baparik
tanah bato.
Balabuah
bapintu gadang.
Batantu urang
ka masuak.
Pintu bakawa
hulubalang.
Halaman carano
basah.
Urai tatabua
tidak hilang.
Di sanalah
urang kayo-kayo.
Budak
bamain-main ria.
Urang bujang
bamain ameh.
Urang tuo
badiam diri.
Batambah tuo
batambah pakak.
Di sanalah
urang sanang-sanang.
Nagari banamo
koto Saba.
Rajo banamo
Rajo Saraki.
Rajo nak kuat
gadang panjang.
Rajo mamutuih
rantai basi.
Tidak panah
dilawan urang.
Kahandaknyo
tidak tabalintang.
Maniayo anak
mudo-mudo.
Mahanguihkan
hati ibu bapak.
Mamandang anak
bibao rajo.
Tidak buliah
dijapuik lai.
Malainkan
dengan relanyo.
Mambunuah
tidak batanyo.
Madando tidak
buliah kurang.
Salah saketek
kanai bunuah.
Tidak
tatanggung dicambuk rantai.
Banyak
manyumpah dalam hati.
Hati nan tidak
buliah sanang.
Demikian sedikit cuplikan dari Kaba Putri Balukih. Buku alih aksara ini berjudul Hikayat Putri Balukih, yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta tahun 1985. Buku setebal 112 halaman, halaman judul dan alih aksara, daftar isi, kata pengantar, latar belakang, cerita singkat, dan tulisan naskah kabah berbentuk bait-bait panjang. Baitnya tidak teratur dan kalimatnya seperti berpuisi dan mirip irama pantun, hampir bersahutan. Kalau Anda ingin lebih tahu dapat menjumpai buku di Perpustakaan Daerah atau Perpustakaan Nasional.
0 Response
Posting Komentar