Jurnal Apero Fublic

Jurnal Apero Fublic (JAF) merupakan jurnal tentang humaniora membahas, budaya, sastra, sejarah, arkeologi, antropologi, hukum, psikologi, filologi, teologi, arkeologi, seni, filsafat, dan linguistik.

Penerbit

Penerbit Buku PT. Media Apero Fublic: Menerbitkan buku novel. komik. buku anak. umum. ajar. penelitian. buku instansi. ensiklopedia. majalah. koran. jurnal. tabloid. dan lain-lain.

Apero Book

Apero Book adalah toko buku yang menjual semua jenis buku (tulis dan baca) serta semua jenis ATK. Toko Online dan Ofline.

Apero Popularity

Apero Popularity adalah layanan iklan usaha, bisnis, dan figur. Membantu jalan karir dan provesi anda menuju kepopuleran. Tak Apero Tak Populer.

Majalah Kaghas

Majalah Kaghas, meneruskan tradisi tulis asli Sumatera Selatan. Menyajikan informasi seputar Sumatera Selatan.

Buletin Apero Fublic

Buletin Apero Fublic (BAF) Tulisan segar dengan ide-ide baru, dan pemikiran baru. Ungkapkan semua isi kepala Anda.

Apero Fublic

Apero Fublic (AF) merupakan merek usaha bidang jurnalistik dari PT. Media Apero Fublic.

PT. Media Apero Fublic

Perusahaan Publikasi dan Informasi.

Tabloid Apero Fublic

Tabloid Apero Fublic (TAF) merupakan majalah informasi Muslimah.

Senin, 29 Maret 2021

Legenda Tolaki: Elang Raksasa

Jurnal Sastra Apero Fublic.- Sekali peristiwa di Negeri Sorume, yakni negeri yang kini dinamakan Kolaka. Suatu ketika terjadi peristiwa besar yang mengacaukan penduduknya. Dimana penduduk takut beraktivitas atau pergi kemana-mana. Begitu juga bekerja untuk mencari nafkah mereka tidak bisa. Karena seekor burung elang raksasa. Burung elang itu, biasanya turun menerkam ternak warga, seperti kerbau lalu dibawa pergi terbang jauh. Kemudian kerbau itu dimakannya.

Waktu berlalu, ternak warga terutama kerbau pun habis. Sekarang elang raksasa itu mulai memburu manusia untuk dia jadikan makanannya. Sebuah tempat yang menjadi daerah elang raksasa itu menerkam mangsa yaitu sebuah padang luas, di Bende. Padang itu adalah tempat lalu lintas masyarakat utama. Dimana banyak aktivitas harus melalui padang luas itu. Namun sekarang tidak seorang pun yang mampu melintasi padang itu.

*****

Sementara itu, di negeri Solumba yang kini dinamakan negeri Balandete. Ada seorang yang pandai dan pemberani. Dia datang dari negeri kayangan di langit tinggi. Memiliki sebuah keris sakti, dan sebuah kain sarung ajaib yang digunakannya untuk terbang kemana-mana, namanya Larumbalangi. Penduduk Negeri Kolaka mengutus orang untuk menemui Larumbalangi, kemudian menceritakan semua musibah yang menimpa negeri mereka.

Mendengar cerita utusan tersebut, Larumbalangi tersenyum dan berkata. “Janganlah susah, pergilah kalian mengambil batang buluh. Kemudian kalian buat bambu runcing sebanyak-banyaknya. Kalian kumpulkan tombak, baik tombak biasa atau tombak mata bercabang. Kemudian pasang semua itu, di tempat-tempat yang biasa didatangi burung elang raksasa itu. Supaya burung itu datang, buat umpan seorang manusia. Tetapi harus orang yang kuat dan berani. Lalu pasang di sekeliling orang yang dijadikan umpan, dan di sepanjang pinggir tempat umpan itu kamu pasang ranjau.”

Mendengar saran dari Larumbalangi, utusan pulang dan menyampaikan apa yang dia dengar. Kemudian mereka membuat apa yang diajarkan Larumbalangi. Kemudian dipanggil dan dikumpulkanlah semua kesatria dari seluruh negeri di Kolaka. Hampir semuanya tidak ada yang mau dijadikan umpan. Hanya seorang yang bersedia, bernama Kesatria Tasahea dia dari negeri Loeya.

Beberapa saat umpan terpasang, dan semua ranjau bambu runcing serta tombak sudah siap. Burung elang raksasa yang sudah lapar itu datang. Pertama dia terbang mengitari padang luas Bende. Mata elang melihat manusia, si Tasahea. Burung elang itu terbang menukik ke bawak dengan capat. Dia akan menyambar Tasahea yang berada di antara ranjau bambu runcing. Sampai di dekat Tasahea tubuh elang tertancap pada bambu-bambu runcing itu. Lalu Tasahea bangkit dan melemparkan tombak, tepat mengenai jantungnya.

Saat dia mengepakkan sayapnya hendak terbang kembali ke udara. Sayapnya mengepak dan tertusuk juga oleh bambu-bambu runcing yang dipasang penduduk sebelumnya. Dengan susah paya akhirnya elang raksasa itu terbang kembali ke udara. Daranya keluar dengan deras, memancar dan menetes. Terbang melalui daerah Pomalaa, Ladongi, Torobulu, Amesiu, Malili, Pulau Pinang, dan akhirnya elang raksasa itu jatuh diatas Gunung Mekongga.

Di tempat dimana darah burung elang itu jatuh atau berceceran, tanahnya menjadi merah. Dimana darah jatuh bergumpal-gumpal tanah tersebut berubah warna merah ke hitam-hitaman. Kemudian berubah berbentuk menjadi batu nekel. Setelah tujuh malam elang raksasa itu mati. Muncul bau yang sangat busuk. Akibatnya banyak penduduk yang terkena sakit perut dan meninggal. Kemudian disusul dengan munculnya ulat seluruh daratan, air, dan di daun-daun pepohonan.

Kemudian menyebabkan orang kelaparan dan banyak juga yang meninggal. Orang-orang Kolaka kembali mengutus orang menemui, Larumbalangi. Kemudian kembali menceritakan bencana yang kembali menimpa negeri mereka. Mendengar itu, Larumbalangi kemudian segerah berdoa pada Tuhan agar hujan turun dengan lebat dan deras. Hujan deras turun selama tujuh hari tujuh malam. Menyebabkan semua sungai dan anak sungai menjadi banjir.

Semua ulat-ulat yang muncul di negeri Kolaka hanyut terbawa air hujan itu ke laut. Semua ulat-ulat itu secara ajaib berubah menjadi ikan-ikan. Sedangkan tulang belulang burung elang raksasa di atas Gunung Mekongga. Hanyut terbawa air hujan melalui Sungai Lamekongga dan sampai ke lautan juga. Secara ajaib tulang belulang burung elang itu berubah menjadi, Karang. Konon, oleh sebab itulah lautan di Kolaka banyak ikannya dan banyak juga karangnya.

*****

Gunung tempat matinya elang raksasa dinamakan, Mekongga. Kata Mekongga berarti gunung tempat matinya elang besar. Sungai besar yang membawa hanyut tulang belulang elang raksasa itu, dinamakan Sungai Lamekongga. Kata Lamekongga berarti sungai yang membawa hanyut tulang elang raksasa.

Negeri Sorume diubahlah namanya menjadi Negeri Mekongga. Laki-laki kesatria bernama Tasahea dari Loeya diangkat menjadi bangsawan. Larumbalangi kemudian dilantik menjadi pemimpin Negeri Mekongga. Wilayah negeri Mekongga itu terdiri dari tujuh wilayah yang dinamakan wilayah pemerintahan “tonomotuo” yang pada waktu itu statusnya sebagai, “tobu.”

Kemudian terbentuklah adat, bahwa setiap kali diadakan pelantikan seorang raja di Mekongga. Dari ketujuh wilayah pemerintahan itu, “tonomotuo” Sabilambo menjadi wakil dari ketujuh wilayah negeri dalam menentukan pengganti seorang raja. Sejak saat itu, penghidupan dan kehidupan masyarakat di Mekongga sangat baik dan makmur sentosa.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Selita, S.Sos.
Tatagambar. Dadang Saputra
Palembang, 29 Maret 2021.
Sumber: J.S. Sande. Struktur Sastra Lisan Tolaki. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.

Sy. Apero Fublic

Jumat, 26 Maret 2021

Legenda Tolaki: Terjadinya Peristiwa Molowu.

Jurnal Sastra Apero Fublic.- Pada suatu masa, ada sebuah negeri di Mekongga yang bernama, Laloae. Penduduk negeri itu, gagah dan cantik-cantik. Tesebutlah sebuah desa, ada seorang gadis yang berwajah cantik bernama, Imba. Dialah gadis tercantik di daerahnya, tidak ada yang menandingi kecantikannya. Berambut panjang dan berkulit putih bersih.

Imba mempunyai seorang kakak yang masih membujang, belum menikah. Kakaknya baru mau menikah kalau dia menemukan gadis yang sama cantiknya dengan adiknya, Imba. Pekerjaan Imba setiap hari adalah menganyam. Dia dapat menganyam berbagai jenis anyaman. Suatu hari, bahan anyamannya habis.

Sehingga dia meminta kakaknya untuk menemaninya mengambil bahan anyaman, daun tio-tio. Daun tio-tio sama dengan atau sejenis daun pandan hutan, yang dapat dibuat berbagai macam anyaman, seperti tikar, tudung tani dan lainnya.

Saat sedang mengambil daun tio-tio itulah, sang kakak Imba datang nafsu birahi. Kemudian dia memaksa Imba untuk berhubungan yang tidak senono. Imba tidak berdaya melawan kekuatan kakaknya. Waktu berlalu, tanpa terasa Imba pun hamil. Saat kehamilan sudah tampak, keduanya pergi dari desanya. Lalu masuk hutan dan membangun pondok kecil di sebuah bukit di tengah hutan. Selama pelarian itu, keduanya tidak pernah memperlihatkan diri pada manusia.

Tibalah waktunya Imba akan melahirkan, perut Imba mulai sakit. Sakit perutnya selama tujuh hari tujuh malam. Pada malam kedelapan diwaktu fajar akan menyinsing, darah mulai keluar seperti air dari periannya. Cuaca buruk dengan awan mendung di langit. Bersamaan itu, derasnya darah mengalir, keluar pula bayi. Tapi bayi tidak seperti bayi manusia umumnya. Bayi yang dilahirkan Imba berbentuk buaya. Warna kulitnya kebiru-biruan.

Saat bayi buaya itu keluar dari rahim Imba dan berada di atas lantai. Imba pun sudah kehabisan nafas, sebab darahnya terus menerus keluar. Imba pun akhirnya meninggal dunia. Bersamaan dengan itu hujan turun dengan lebat. Di bawah pondok mereka muncul mata air yang deras seperti tertuang dari mulut guci. Darah Imba bercampur dengan air hujan dan dari mata air yang keluar dari tanah dibawah pondoknya.

Pondok Imba akhirnya tenggelam, sedangkan anaknya yang berwujud buaya mulai berenang seperti buaya pada umumnya. Kemudian hari menjadi buaya kuning. Sedangkan kakak Imba selama tujuh hari-tujuh malam terapung-apung diatas air. Kemudian dirinya lemas, lalu wujudnya berubah menjadi ikan ruan (gabus).

Negeri Lalolae akhirnya tenggelam seluruhnya. Banyak penduduk yang meninggal dunia, sedangkan yang selamat mengungsi ke atas gunung. Penduduk yang selamat akhirnya turun di Loea dan Rate-Rate. Peristiwa itu, yang dinamakan penduduk dengan peristiwa, Molowu. Setelah kejadian itu, orang-orang takut melakukan pernikahan dengan saudara kandung. Adat sudah melarang, barang siapa yang kawin atau menikah dengan saudaranya, dia akan ditenggelamkan.

Selama tujuh hari-tujuh malam negeri Lalolae tenggelam. Lebih baik mati dari pada menikah dengan saudara. Karena akan mengorbankan orang banyak, hewan-hewan, dan tanaman akan ikut mati tenggelam. Itulah sebabnya orang-orang Mekongga dilarang menikahi saudara kandung, karena takut mati tenggelam.

Setelah air banjir surut dan kering, dukun bermimpi bertemu dengan Imba. Dia memberi tahu, sebab mereka tenggelam karena dia dihamili oleh kakaknya. Bekas pondok kediaman mereka selalu keluar mata air. Sehingga menjadi rawa-rawa yang luas dan dalam, tidak terjangkau. Disanalah tempat tinggal anaknya yang bernama Bokeo Serume (buaya), yang besarnya seperti kecapi.

Rawa-rawa yang luas itu diberi nama, Koloimba. Koloimba berarti tempat persetubuhan Imba. Rawa itu, airnya berwarna merah akibat darah nipas Imba. Sejumlah sungai besar bermuara di tempat itu, seperti sungai Mowewe, sungai Sabilambo dan beberapa sungai kecil dimana airnya juga berwarna merah. Sungai yang airnya berwarna merah mengalir sepanjang jalan melalui Sabilamboo, bermuara ke laut. Sungai tersebut dinamakan penduduk, Sungai Koloimba.

Pada zaman dahulu sebelum datangnya agama Islam. Setiap tahun sesuadah panen, datang orang-orang membawa beras, ayam dan bermalam beberapa waktu untuk memberi makan kepada anak Imba, Bokeo Sorume. Pada saat akan diberi makan, buaya itu muncul mengapung.

Pada malam harinya, di dalam tidur mereka bermimpi didatangi seorang dukun yang memberi tahukan tentang sesuatu. Tentang peristiwa apa yang akan terjadi melanda negeri mereka. Kemudian apa yang dimohonkan oleh mereka akan terkabulkan dengan baik.

Itulah sebabnya penduduk mereka senantiasa mengadakan upacara setiap tahun, pada zaman dahulu sebelum Islam masuk. Dimana rawa-rawa Koloimba dikunjungi orang-orang setiap selesai panen dan sangat ramai. Tentu hal demikian adalah hal yang syirik dalam Islam.

Rewrite. Tim Apero Fublic
Editor. Selita, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 26 Maret 2021.
Sumber: J.S. Sande., Dkk. Struktur Sastra Lisan Tolaki. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986. Cerita rakyat di Kendari dan Kolaka.

Sy. Apero Fublic.