Beberapa
waktu kemudian tanaman kaiseq berbuah, satu demi satu pun masak. Namun aneh,
setiap ada buah yang masak selalu saja hilang. Batara Kassa merasa penasaran
dan dia memutuskan untuk mengintai di sekitar tanaman kaiseqnya. Waktu itu
pagi-pagi buta, Batara Kassa datang dan mengintai dari kejauhan. Beberapa saat
mengintai, dia melihat seorang wanita cantik berambut panjang datang dan
memetik buah kaiseq miliknya. Diam-diam Batara Kassa mendekati wanita itu.
“Pantas
buah kaiseqku selalu hilang, ternyata dirimu yang mencurinya. Tapi tidak
mengapa, asal kau mau menjadi istriku.” Kata Batara Kassa sambil memegang
rambut panjang wanita cantik itu.
“Apa
yang kau harapakan itu mustahil terjadi karena dunia kita berbeda. Saya hidup
di air, sedangkan kau hidup di darat.” Jawab Datu Lumuran.
“Saya
tidak perduli semua alasan itu, yang penting engkau menjadi istriku.” Kata
Batara Kassa tidak mau peduli alasan apapun.
“Bagimu
memang demikian, tapi bagi saya lain. Terlalu sulit akan terlaksana maksudmu
itu. Sebab saya memiliki pantangan yang sukar diikuti oleh manusia.” Jawab Datu
Lumuran.
“Pantangan
apakah itu?. Tanya Batara Kassa. “ Bagi saya semua yang kau perintahkan akan
saya patuhi. Bagaimana pun sulitnya saya akan berusaha mematuhinya. Yang
menjadi inti dalam permasalahan, kita menikah.” Batara Kassa bertanya dan
menegaskan kalau keinginannya tidak dapat di tawar lagi.
“Baiklah
kalau begitu, pantangan pertama jangan mencaci seseorang dengan mempergunakan
kata, “pida.” Kedua, jangan menolak sesuatu yang kurang berkenan di hati kita atau
sesuatu yang kurang baik dalam pandangan kita menggunakan kata, “pongpai.” Dari
pantangan ini seperti sulit kau patuhi.” Jelas Datu Lumuran.
“Kalau
hanya seperti itu saja, saya bersedia mematuhi
kedua pantangan itu.” Jawab Batara Kassa. Sehingga keduanya menjadi
suami istri. Kemudian membangun rumah panggung di sisi tebing sungai tempat
tinggal Datu Lumuran. Setahun kemudian Datu Lumuran melahirkan seorang anak
perempuan dan diberi nama, Pasuloan.
Pada
suatu hari, Datu Lumuran sedang menenun kain di serambi depan rumah mereka.
Anak tidur di ruang tengah rumah. Sementara Batara Kassa sedang meraut rotan di
bawah rumah mereka tepat berada di bawah anaknya terbaring tidur. Sebagaimana
biasanya anak kecil sering buang air kecil. Sehingga air kencing Pasuloan
menetes melalui celah lantai dan mengenai Batara Kassa. Terkejut dan dengan
tidak sadar Batara Kassa tiba-tiba berteriak.
“Wahhh,
pida, Pasuloan mengencingi saya.” Teriak Batara Kassa. Dengan berkata demikian
maka anak mereka telah di caci-maki dengan kata pantangan oleh Batara Kassa.
Kata-kata itu didengar oleh Datu Lumuran yang sedang menenun. Maka dia berhenti
menenun dan bangkit berdiri. Kemudian dia berjalan pergi meninggalkan rumah
lalu menuju sungai tempat kediamannya. Membawa sehelai kain dinamakan Lullungna
Datu Lumuran. Batara Kassa mengejar untuk menghentikan Datu Lumuran, tapi sudah
terlambat dia hanya dapat menangkap kain tenun yang di bawa oleh Datu Lumuran.
“Maafkan
saya istriku.” Kata Batara Kassa, namun apa hendak mau dikata pantangan sudah
di langgar. “Istriku kalau kau kembali kedalam sungai, siapa yang menyusui anak
kita.” Kata Batara Kassa.
“Bawah
anak kita setiap hari ke pinggir sungai, dan Aku akan menyusuinya sampai
kenyang.” Jawab Datu Lumuran. Satu keanehan terjadi saat di sisi tebing sungai.
Walau anak mereka hanya dipegang oleh Batara Kasa tapi anak mereka seolah-olah
sedang menyusui. Setelah kenyang Batar Kassa membawa anaknya kembali pulang ke
rumah. Selama hidup Pasuloan tidak pernah berjumpa dengan ibunya, Datu Lumuran.
Waktu
berlalu, Pasuloan tumbuh menjadi gadis remaja. Sejak itu juga dia tidak pernah
keluar rumah lagi. Pekerjaannya hanya tidur dan makan saja. Tidak pernah
bergaul dengan gadis atau pemuda yang
seumuran dengannya. Sehingga Pasuloan menjadi buta dan tidak mengerti hidup
bermasyarakat. Waktu itu, setiap soreh berdatangan pemuda dari jauh untuk
berolahraga di halaman rumah Batar Kassa. Banyak warga tertarik menonton
permainan olahraga sehingga disekitar rumah Batara Kassa selalu ramai.
Saat
para pendatang sedang bermain di halaman rumah. Pasulaon selalu mengintip dari
jendela rumahnya. Salah seorang pemuda yang berolah raga menarik perhatian
Pasuloan dan mungkin dia menyukainya. Pemuda itu bernama Kawanna yang berasal
dari Uluwai, Kecamatan Mangkendeq. Kawanna tidak pernah absen bermain, bahkan
dia sering bermalam disekitar rumah Pasuloan. Kawanna dan Pasuloan sering
bermain mata dari jendela saat orang-orang sedang berolahraga.
Sebagaimana
hukum adat laki-laki tidak boleh menemui seorang gadis di rumah. Maka Kawanna
tidak dapat ke rumah bertemu Pasuloan. Kawanna berpikir keras, sehingga dia
menemukan cara. Setelah lelah bermain,
Kawanna bersitirahat dan berbaring di bawah jendela Pasuloan. Pasuloan setiap
hari makan sirih, untuk membuang cairan merah sirinya dia meludah ke luar
jendela. Tanpa ampun air ludah berwarna merah mengenai kain Kawanna. Kawanna
pura-pura marah, dan Pasuloan pun meminta maaf dan dia akan mencucikannya.
Permintaan
Kawanna dipenuhi oleh Pasuloan, dia kemudian pergi ke sumur dan mencucikan kain
Kawanna. Saat itulah, Kawanna mendatangi Pasuloan dan keduanya
berbincang-bincang. Mereka pun akhirnya menjalin hubungan gelap. Beberapa bulan
kemudian Pasuloan akhirnya hamil. Kehamilan Pasuloan lambat laun diketahui oleh
warga kampung. Karena dia hamil tanpa suami maka dikenakan hukum adat yang
disepakati yang dinamakan hukum adat “Ditekte bannang malata” artinya yang bersalah
harus di usir. Kalau orang tersebut kembali ke kampung dia boleh dihukum mati
dan pelakunya tidak dituntut hukum. Karena
orang berbuat zinah dianggap mengotori kampung.
Tibalah
waktunya pelaksanaan hukum adat pada Pasuloan. Dia akan mengikuti upacara adat
dan hari pengusirannya. Upacara adat harus dihadiri semua tetua adat dan
menyaksikannya. Kemudian yang terkena
hukum adat duduk diatas gendang tandu, diikuti bacaan syair dari penyair,
kemudian leher, kaki, tangan diikat dengan kain putih, lalu pelepasa atau
mengusir orang terhukum, setelah orang tersebut pergi jauh baru semua yang
hadir pulang kerumah-rumah masing-masing.
Hari
itu, Pasuloan telah bersiap-siap. Ayahnya tidak dapat berbuat apa-apa. Dia
menghadapi sidang adat atas tuduhan berzinah. Sehingga dia diminta membuat
pernyataan dan mengakui perbuatannya. Pasuloan berkata pada Datu kampung dan
didengar semua yang hadir.
“Datu
dan tetua adat semuanya, sesungguhnya saya memiliki seorang suami. Dia hari ini
akan datang ke kampung kita dan akan menikahi saya secara adat. Saya meminta
diberi waktu sampai matahari tegak menjelang tengah hari. Akan muncul seorang
laki-laki dari sebelah timur gunung, berpakaian putih dan berteriak. Apabilah
semua yang Aku katakan tidak terjadi, laksanakan keputusan adat sebagaimana
biasanya dan Aku tidak keberatan menerimanya.” Kata Pasuloan.
Permintaan
Pasuloan dituruti, tapi dia harus menepati janji. Apabila tepat matahari tegak
menjelang tengah hari laki-laki tidak datang, dia akan melaksanakan hukum adat.
Mereka semua menunggu dengan sabar.
“Pasuloan,
Pasuloan, Aku suamimu dan akan menikahi secara adat hari ini.” Teriak seorang
pemuda datang, dan menemui Pasuloan. Ternyata dia adalah Kawanna kekasih
Pasuloan. Dengan demikian, Pasuloan dan Kawanna dinikahkan ayahnya dan
disaksikan oleh Datu Kampung dan tetua adat mereka.
Demikianlah kisah Datu Lumuran dan anaknya Pasuloan. Cerita Rakyat ini berasal dari daerah Bau, Kecamatan Bonggakaradeng. Peninggalan Datu Lumuran berupa kain tenun tersimpan sampai sekarang yang dinamakan, “Lullungna Datu Lumuran.” Dalam cerita ini, kita dapat memetik pelajaran bahwa melakukan hubungan tanpa ikatan sah tidak dibenarkan dari zaman ke zaman. Setiap pelaku harus di hukum dan perbuatan demikian adalah perbuatan tidak baik di tengah masyarakat.
Rewrite. Tim
Apero Fublic.
Editor.
Totong Mahipal
Palembang,
12 April 2022.
Sy. Apero Fublic