e-Jurnal Sastra Apero Fublic adalah jurnal kesusastraan yang dimiliki oleh Apero Fublic Sebagai Laman Publikasi Dunia Sastra.

Syarce

Syarce adalah singkatan dari syair cerita. Syair cerita bentuk penggabungan cerita dan syair sehingga pembaca dapat mengerti makna dan maksud dari isi syair.

Apero Mart

Apero Mart adalah tokoh online dan ofline yang menyediakan semua kebutuhan. Dari produk kesehatan, produk kosmetik, fashion, sembako, elektronik, perhiasan, buku-buku, dan sebagainya.

Apero Book

Apero Book adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi semua jenis buku. Buku fiksi, non fiksi, buku tulis. Selain itu juga menyediakan jasa konsultasi dalam pembelian buku yang terkait dengan penelitian ilmiah.

Apero Popularity

Apero Popularity adalah layanan jasa untuk mempolerkan usaha, bisnis, dan figur. Membantu karir jalan karir anda menuju kepopuleran nomor satu.

@Kisahku

@Kisahku adalah bentuk karya tulis yang memuat tentang kisah-kisah disekitar kita. Seperti kisah nyata, kisah fiksi, kisah hidayah, persahabatan, kisah cinta, kisah masa kecil, dan sebagaginya.

Surat Kita

Surat Kita adalah suatu metode berkirim surat tanpa alamat dan tujuan. Surat Kita bentuk sastra yang menjelaskan suatu pokok permasalaan tanpa harus berkata pada sesiapapun tapi diterima siapa saja.

Sastra Kita

Sastra Kita adalah kolom penghimpun sastra-sastra yang dilahirkan oleh masyarakat. Sastra kita istilah baru untuk menamakan dengan sastra rakyat. Sastra Kita juga bagian dari sastra yang ditulis oleh masyakat awam sastra.

Apero Gift

Apero Gift adalah perusahaan yang menyediakan semua jenis hadia atau sovenir. Seperti hadia pernikahan, hadia ulang tahun, hadiah persahabatan, menyediakan sovenir wisata dan sebagainya. Melayani secara online dan ofline.

Sabtu, 28 Maret 2020

e-Antologi Puisi. Nafiri

Jurnal Apero Fublic.- Antologi puisi Nafiri diterbitkan di Bandung oleh Penerbit Pustaka. Perpustakaan Salman Institut Teknologi Bandung, 1403 Hijriyah atau 1983 Masehi. Buku Antologi Puisi Djamil Soeherman ini memuat 58 puisi. Di dalam e-Antologi ini di muat sepuluh puisi saja. Fungsi dari e-Antologi puisi ini untuk mengenalkan dan memberikan informasi puisi tahun 50-an pada masyarakat Indonesia sekarang. Terutama bagi pemerhati puisi dan para mahasiswa kesusastraan Indonesia. e-Antologi puisi hanya memuat sepuluh puisi sebagimana kapasitas bakunya. Namun boleh juga sebuah e-Antologi memuat lebih dari sepuluh puisi. Semoga bermanfaat dan memberi inspirasi.

(1)
Malam Kehilangan

Senja ini dilukai dua manusia
Dalam kemerahan warna darah
Pada ombak gila ketawa
Jerit satu di antaranya
Hilang dalam arus yang datang
Seluruh pantai jadi mati
Gubuk tiris nganga
Tercium angin pada dada
Pada paha
Dalam ketemaraman laut membara
Dua insan bertolakan
Mendegupi napas sendiri
Ada suara meronta meminta
Ada suara terbata damba
-Lepaskan aku pulangkan
Aku cintai napas ini aku cintai bumi ini
-penculik jauh dari manusia
Aku satu-satunya
Mendegum guru
Dua insan hilang dalam bahana
Kepekatan membiru ada bayangan hantu
Kekuyupan kelam kekuyupan hitam
Berlari di antaranya
Gubuk diam
Terdengar deru ombak
Ia telah mati-mati
Mereka memburu ombak
Mereka memburu kematian
Malam itu berakhir
Dua manusia hilanh

(Medan Sastra 1953)


(2)
Sunyi

Yang sunyi bersendiri
Yang pergi tak kembali
Tapi sunyi dan pergi lahir atas cinta
Yang kisahnya terkubur hari ini
Mereka lupa mulanya
Ada kegelapan sesudah purnama

(pena 1954).


(3)
Kapan Lagi

Sri, tanjung putih
Kita lagukan irama kasih
Malam ini tanpa sansai

Bila bulan berpantul di pelataran
Belum lagi kita punya jembang
Kapan lagi
Kita belum punya jembang
Tahu kan nanti
Malam segera berguguran

(pena 1954)


(4)
Hari-Hari Penanggungan

Cahya yang berpaut di senja ini
Menjelma bayangan bumi bertiarapan
Meratapi kematian hari-lagukan
Nyanyi sepi pohon palem
Menerpa hati semakin diam

Ada terasa hidup ini semakin pendek
Semakin jauh terpisah masa remaja
Semakin jauh perjalanan buat yang pergi
Ah, mengapa harapkan kembalinya hari kemarin
Pohon palem makin jauh dari pulau
Betapa kan menari bukankah kini sedang mimpi
Berlaku apa yang berlaku
Manusia berjalan tanpa meniti
Bapa bapa yang alpa
Buyung-buyung yang bertangisan
Kembali sebelum langit kelam
Kembali sebelum terbenam
Buat yang tinggal
Buat yang tak dikenal

(pena 1954)


(5)
Sepi

Sepi
Sepi di bulan
Sepi di ranjang
Mata menatap sepi
Hati mendekap sunyi

Antara kejauhan dan penghargaan
Apa hendak di ucapkan

Ah bulan saksi
Sebentar akan silam


(6)
Jendela Tua

Kepergiannya tanpa saksi
Biar dinding setua ini
Terlukis sebuah wajah
Pucat tanpa nama
Tanah kering sekeliling
Daun dan bunga berguguran

Ah jendela setua ini
Sudah lama tak bicara lagi


(7)
Di Lingkar Api

Menari lincah di lingkar api
Bernyanyi kecil mulut kecapi
Malam ini buat kurcaci

Lenggang lenggut lata
Dikecup malam buta
Api menggenggam menjilat gelap
Kurcaci kecil yang tak pernah ngerti
Nyanyikan buat pengembara yang tak pernah kembali


(8)
Elisa

Sekali kau bernyanyi
Sekali bertabur wangi
Mengantar segala ingatan kepangkal hari

Kurasa kini aku jadi burung camar
Melepas diri dari segala sangkar
Mencelup sama biru melihat kelasi
Matanya kuyu rindukan tepi

Tapi kurasa kini akupun kelasi
Di luar mauku datanglah angin selatan
Membawa kapalku jauh melancar
Tidak kutahu kapan aku kembali

Sekali kau bernyanyi
Sekali kau pautkan hati
Membayang segala impian di jauh hari

(Vita 1955)


(9)
Sebuah Berita

Malamnya di bawah gerai kabur merayap ia di sebuah pulau.
Tuhan dan lapar bersilang di dadanya
Disapunya debu kegelapan disebutnya sebuah nama
Namun kesunyian kian membantu
Hanya desah angin terdengar menggebu
Siapa mengira malam itu deru akan pasang

Paginya sebuah berita sampai ke kota
Ada penyair terbunuh

(10)
Yuliaku

Tiap petang tiap malam padamula selalu
Yulia, keras hati ingin sampaikan salam dan lagu
Bila mendung datang kelam sunyi berkabut
Mengenang hati meski jauh batas memendam pilu
O, Yulia dari segala dipuja, kenanglah selalu
Antara kau dan aku bergetar lagu malam bisu
Tergenang airmata terpagut waktu berlalu

Tiap petang tiap mimpi padamulah selalu
Cemas ingin segala dalam rangkum tanganku
Bila datang sepi segalanya jadi asing diri
Yuliaku ibu dari segala dipuja kenanglah selalu
Bawa daku dalam mimpimu biar ku berbaring di matamu
Antara kau dan aku Yuliaku Cuma himbauan rasa
Rimdu kegelisahan diri sempat ku berdoa untukmu

(merdeka/genta 1956)


Rewrite: Apero Fublic
Editor. Desti. S. Sos
Palembang, 29 Maret 2020.
Sumber: Antologi Puisi: Djamil Soeherman. Nafiri. Bandung: Penerbit Pustaka, 1983.

Sy. Apero Fublic

Puisi Akrostik. Corona Virus

Jurnal Apero Fublic.- Corona Virus atau Covid 19 adalah jenis virus yang menyebar melalui proses penularan dari hewan ke manusia atau dari manusia ke manusia. Virus corona dapat hidup beberapa jam di benda mati atau menempel di suatu tempat.

Selain itu, virus corona juga menular dari tetesan air ludah manusia saat bersin atau sebagainya. Virus ini berasal dari negara Cina tepatnya di Kota Wuhan. Menyebar melalui pengusaha, perjalanan kenegaraan, para pelajar dan para turis-turis Cina yang melancong keluar negeri Cina. Sehingga sekarang sudah seluruh dunia terjangkiti virus corona.

CORONA VIRUS

Cantik namanya, cantik pula pemiliknya
Orang bilang si corona ramah, tua-muda, miskin-kaya dia suka.
Rasa terlena karena namanya seperti putri miss dunia.
Orang-orang awalnya santai saja, cuek dan angkat bahu
Namun kemudian semua sedunia jadi panik karenanya
Alangkah menyesal yang meremehkannya

Virus corona tak seindah namanya
Inilah pelajaran bagi kita semua
Rahasia corona harus yang  kita ketahui,
Untuk keselamatan manusia dikemudian hari
Semoga kita semua selamat dan terhindar dari corona.


COVID SEMBILAN BELAS

Cuci tangan wudhulah
Orang bilang jagalah kebersihan diri
Virus Corona mengintai di mana-mana
Ini waktunya kita dirumah saja, bersama keluarga tercinta
Direnungi juga, apa salah kita manusia.

Sembah sujud kehadirat Allah SWT
Entah ini pertanda apa? atau hukuman buat kita semua.
Mohon ikuti peraturan Pemerintah dan Ulama
Begitulah sebagai muslim yang beriman
Ilmu, iman, dan akal kita satukan
Lantunkan zikir dan doa di setiap malam
Agar Allah angkat segera virus corona
Negeri kita insyaallah akan aman

Bagaikan kapas ditiup angin
Enteng melayang tanpa daya
Lalu apa yang kita banggakan sebagai manusia
Alangkah lemah kita sebagai manusia
Satu virus kecil saja, kita sudah tak berdaya.

Puisi singkat ini dinamakan puisi akrostik (akrostichis). Atau puisi yang diawali kata-kata yang telah teratur. Dapat di lihat pada hurup-hurup awal pada bait. Kata puisi akrostik ini dari kata Corona Virus dan Covid Sembilan Belas.

Oleh. Joni Apero
Editro. Desti. S. Sos.
Fotografer. Dadang Saputra.
Palembang, 28 Maret 2020.


Sy. Apero Fublic

Kamis, 26 Maret 2020

e-Antologi Puisi Sebuku Bersama Sapardi Djoko Damono

Journal Apero Fublic.- e-Antologi puisi sebuku adalah kumpulan puisi-puisi dari penyair terpilih pada buku antologi puisi Menenun Rinai Hujan. Terdapat sepuluh puisi yang terdiri dari berbagai tema. Berikut ini kumpulan puisi elektronik sebuku.

(1)
Daur

Kulit ialah jaring laba-laba
memeluk janji yang kau lupa sebab dewasa
atua juga, tembok-tembok besar dermaga
menahan ombak sebelum menjilat tambak
ialah rumah yang terasa asing
sebab tiap inci jiwa terpasung

II
Dan mata hanyalah jendela
Menatap luar namun tak mampu menyentuhnya
Dunia terlihat semu dan apa-apa menjadi kelabu
Kecuali jika kau memilih pulang
Dan mengubur inkarnasi dalam-dalam
Kepada rumah sendiri kau mengetuk pintu
Menjadi debu

III
Masih hening saat kau datang
Juga ketika melepas pakaian dan debu dari jalanan
Duduk di ruang tamu dan menatap keluar
Sebab rumah adalah apa-apa yang kau bawa
Saat tak ada yang benar-benar tersisa
“Aku pulang”
Kau akan selalu mampu mengatakannya

IV
Tadi pagi hujan namun kau telah dirumah
Seperti gelombang yang kembali ke peraduan
Tiap kehidupan adalah daur lingkaran
Mandala dari jiwa-jiwa yang turun dari kereta
Terjaga di balik kulit dan matamu
Kau telah pulang
Dan kupikir kau telah menghilang.

Oleh. Nur Annisa Kusumawardani


(2) 
Kepada Puisi Dan Segala Yang Dirahasiakannya

1
Mencintaimu
Pohon-pohon tumabang dari dadaku
Daun-daun rontok menyalakan api
Pagi-pagi sekali. Orang-orang kehilangan diri.
Perlahan, waktu memahat ingatanku
Menandai hari dengan kepulan asap
Dengan gerakan-gerakannya yang teramat liat.

Di wajahmu kelaparan dan kelahiran tumpah
Membasahi ranjang bumi dengan darah
Lalu kau menggeliat dan melingkarkan sepi
Pada doa malam dan tidur bayi

Kini ku melihat ke dalam pagi yang pucat
Malaikat sibuk berulang-ulang
Memenuhi jalan raya
Menuruni jembatan-jembatan layang
Tempat kematian menghentikan laju kendaraan

2
Kekasih
Menandai jejakmu digurun yang tuli
Telah meghilangkan bola mataku sendiri
Hanya udara yang panas mengepungku
Membangun peradaban dengan sejarah yang patah-patah

Hari demi hari
Kusaksikan tulang belulang
Bangkit dan berjalan
Menuju pusar keramaian
Di mana kelaparan dan peperangan
Mengabadikan diri di potret-potret iklan
Tapi mereka tidak sadarkan diri
Sukma dari jiwanya
Tergantung disudut kamar

Kekasih
Diam-diam cahaya matahari memisahkan kita,
Aku terjebak pada kecemasan sendiri
Sedang kau tetap berada di udara
Dan menyaksikan semua

3
Kepada puisi
Bawalah aku bersama kata-katamu
Mengendarai huruf-hurufmu
Memasuki lorong-lorong waktu
Dan menyelami segala yang rahasia

Oleh. Huda Agsefpawan

(3)
Mata Hutan Hujan

Gelayut langit menyandera mendung kehitaman
Embus laut mendarat di bibir pantai

Matanya menatap pohon-pohon tumbang
Kerontang dahan tanggal
Daun-daun terpingkal


Matanya memejam pada lubang-lubang
Gersang tanah-tanah dikebumikan
Asap-asap berkeliaran

Retina menyerupa gerimis kebasahan, kemarau membayangi musim-musim.
Kornea membias rintik temaram, muram dan karam.
Bulu mata sayu menopang ragu, manusia-manusia membisu.
Sesekali berkedip menerka pertanda, menunggu reda.

Matanya memerah
Dilampiaskannya masygul embunan awan pada angin
Angin pada rintik, rintik pada rinai
rinai khatulistiwa.

Akar-akar kehilangan tambat, ranting tanggal dahan patah
Terapung batu-batu hutan
Saling hantam menikam keruh air kecoklatan
Hanyut tanpa dermaga mengasing jauh
Jauh benar-benar jauh.

Melaut sauh dikedalam
Kedalaman air mata
Air mata hujan

Oleh. Aan Setiawan.
Banjarbaru, 20 Maret 2019.

(4)
Goa Api

Ada rasa yang telah mati
Tanggal 20 Juli 2016
Dunia seketika sunyi
Tubuh itu terbaring sepi
Badan membeku merobek halusinasi

Tangisan, amarah, dan kutukan
Mair yang terasah
Memburu setiap yang fana
Tek menyapa
Hanya menyiksa raga

Rindu itu racun
Lara menanarkanku
Kala menghancurkanku
Pusaramu membisukanku
Tak ada sepatah kata pun
Ingatan tentang dirimu
Hangatnya pelukmu
Restu dan petuah sucimu
Pangkuanmu adalah pengobat pilu
Ragamu memang pergi, tetapi hatimu masih bernadi

Oleh. Achmad Khoiruddin

(5)
Sunyi

Di tengah hujan
Tanganku gemetar
Dingin mencekam
Aku terbungkam

Dibawah langit malam
Aku sendiri
Menahan perih hati
Menangis tanpa henti

Aku adalah sunyi
Berkawan pada sepi

Oleh. Adam Duta Dwiguna

(6)
Lonceng Tua

Aku ingin desau sajak-sajakku kau dengar tanpa perlu kuteriakkan
Tak perlu riuh bergemuruh
Biar sesamar denting lonceng tua dirayu angin sore yang tak mengenal gaduh
Biar selirih pamitnya dedaunan musim gugur yang memilih ruluh
Untuk menyambut sang salju bergantian mendekap ranting-ranting tak utuh

Ketahuilah, tuan
Yang tak lantang bukan berarti tak sangguh
Dan dalam diam, aku mencoba untuk teguh

Oleh. Adista Putri

(7)
Sederhanaya Cinta

Takdir mempertemukan kita bersama menjalani hari
Perkenalan singkat membuatku jatuh hati
Cinta bukan butuh janji, tetapi bukti

Hari ini wajah cantikmu terbayang-bayang
Tersenyum manis menatap engakau yang tersayang
Hatiku tak pernah bimbang
Pilihanku Cuma engkau seorang

Dulu engkau sangatlah ceria
Kumenangis mengingatnya, seakan-akan bernostalgia
Kau yang seindah bunga dahlia
Tuhanku terima kasih mempertemukan aku dan dia.

Oleh. Aditya Zadira

(8)
Sebening Mata Yang Kutatap

Ini malam
Di terpal biru trotoar kota
Kita berdua saja
Memesan sepiring penuh asa dan luka

Tiap menyendok asa, katamu,
“Jangan lupa kau tambahkan acara itu. Esok lusa, kau lihat mereka berpendar serupa kuning kunang-kunang yang kini mengangkasa”
“Tapi aku ingin menyendok luka!”
“Tapi tetap, kau harus bubuhkan acar!”
“Agar sekuning pendar kunang-kunang yang kini mengangkasa?”
“Bukan, agar hatimu tetap sebening mata yang kutatap sekarang.”

Oleh. Adristi Shafa Widyasari
Pada 9 Maret 2019.

(9)
Sepi Kala

Lentik titik hujan memantik
Bibir kelu yang layu
Dalam lamunan berayun
Bercanda dengan waktu

Majnun membisu diam tanpa bahasa
Lari menjauh tak ingin patuh
Pada mata yang berpeluh
Laila menangis dalam tanda tanya
Yakin kepada keyakinan cinta
Tulus tanpa bersapa
Hingga...
Batu nisan terukir nama “Laila”

Air mengalir di balik semilir
Menerpa muka menerka
Pilu pula pipi pecinta
Pasrah bersimbah pada tanah
Di atas pusaran pembatas perasaan

Dalam diam ini banyak bercerita
Sendiri sepi kala semua berbicara

Oleh. Agus Fikri N.A.

 (10)
Kemerdekaan Cinta

Sebuah retorika:
Tergambar sebuah jagat raya
Di dalam sebuah negeri berkuasa
Segalanya mereka punya,
Mereka punya segala yang belum ada
Hingga mengada-ada yang tak pernah ada

Semuanya ada terkecuali cinta
Kemerdekaan cinta miliki setiap jiwa, tepatnya.
Apa gunanya berkuasa?
Jika membiarkan yang lain mencinta saja, kita tidak bisa.
Dan mengapa cinta harus ada?
Inikah retorika cinta?
Atau inikah kemerdekaan rasa?

Retorika dihasilkan oleh cinta
Yang tak ingin, yang dicinta gunda gulana
Sebab keniscayaan cinta yang entah seperti apa

Inilah retorika...
Selamat bersua,
Semoga tetap dalam irama bahagia

Oleh. @Afdhlq


Rewrite: Apero Fublic
Editor. Desti. S. Sos.
Palembang, 27 Maret 2020.
Sumber:
Sebuku Sapardi Djoko Damono dan Para Penulis Terpilih Indonesia. Menenun Rinai Hujan Jilid 8. Surakarta: Oase Group, 2019.

Sy. Apero Fublic