PSIKOLOGI: Makna Sastra Pengidap Penyakit Jiwa Ngamurau

Kemudian
seorang laki-laki lagi dimana dia selalu membawa istrinya dengan cara di tandu.
Agar tidak dilihat lelaki lain. Namun ternyata istrinya memiliki selingkuhan
yang dapat dia ubah menjadi benda kecil. Seorang wanita yang sudah memiliki dua
orang suami saja masih berbuat serong, kalau memang dasar wanita yang berahklak
buruk. Sebagaimana si pandai emas dan si penandu istri menikahi satu orang
wanita. Namun, istrinya masih berbuat serong karena memang dasarnya berakhlak
buruk.
Inti dari
cerita Cemburu Buta ini, kesetiaan dan ketakutan seorang suami akan perselingkuhan
istrinya jangan sampai melewati batas. Sebab, kesetiaan seorang istri diukur
dari akal dan akhlaknya. Kalau akhlaknya buruk dan tidak memiliki kesadaran
diri, bahwa dia istri orang dan memiliki kewajiban menjaga kesuciannya. Apa pun
yang dilakukan oleh suami, tidak ada gunanya. Karena kesetiaan berasal dari hati
dan akalnya. Yang perlu dilakukan suami adalah mendidik dan mengawasi secara
wajar istrinya.
*****
Pada zaman
dahulu hiduplah seorang pandai emas. Kesehariannya dia habiskan mengerjakan
kerajinan emas. Dia memiliki seorang istri yang sangat cantik. Oleh sebab
itulah dia selalu dilanda rasa cemburu yang tidak menentu, atau cemburu buta.
Pandai emas itu membangun sebuah rumah gedung yang besar. Bagian samping depan rumah,
dibuatnya tempat menempa emas. Disanalah dia bekerja setiap hari menempa emas.
Sementara
istrinya tidak pernah keluar rumah, karena rasa cemburu suaminya si pandai
emas. Suatu ketika, seorang pemuda juga membuat rumah tidak jauh dari rumah si
Pandai Emas, tinggal di situ. Rumah mereka berjarak sekitar dua puluh meter
saja. Dia tinggal seorang diri, karena memang dia masih membujang. Setelah
beberapa lama tinggal disana, pemuda itu selalu mengamati kehidupan
tetangganya, si pandai emas.
“Apakah pandai
emas juga belum beristri?. Tapi tidak mungkin, seumurannya pasti sudah
beristri. Begitu juga dengan keperluannya sehari-hari terpenuhi. Tapi kalau
beristri mengapa tidak pernah terlihat?. Apa dia malu dengan keadaan istrinya.”
Kata hati pemuda itu. Lama semakin lama timbullah rasa penasaran si pemuda itu.
Dia ingin melihat rupa istri si pandai emas, yang tidak pernah terlihat. Paling
tidak dia mengetahui apakah si pandai emas itu bujangan atau sudah beristri.
Begitulah pemikiran si pemuda yang tidak begitu serius.
*****
Sementara itu,
istri si pandai emas yang terkurung di dalam rumah merasa tidak tahan juga.
Jangankan keluar, melihat matahari saja dia tidak pernah karena dikurung di
dalam rumah. Walau pun makan, minum, tempat tidur enak, semua cukup. Tapi istri
pandai emas ini tidak pernah bergaul dengan masyarakat. Sebagai manusia normal
dia tentu ingin bermasyarakat dan menghirup udara segar di luar rumah.
“Seandainya
ada orang yang membawaku keluar, biarlah aku keluar dari pada begini. Susah
hatiku, hidup seperti burung di dalam sangkar.” Kata hati istri pandai emas
yang kesepian.
Suatu hari,
setelah pulang bekerja si pemuda tetangga si pandai emas berkeliling sekitar
rumah dan juga melihat-lihat di sekitar dan dibelakang rumah si pandai emas. Di
belakang rumah dia menjumpai tempat limba pembuangan yang tidak diperkeras,
berbentuk terowongan kecil. Melihat itu, si pemuda mendapat ide bagaimana masuk
rumah si pandai emas. Dia pulang, keesokan harinya dia menggali tanah, membuat
terowongan. Beberapa waktu kemudian, terowongan galian tembus ke lorong
pembuangan limbah dapur si pandai emas.
Dia masuk
rumah tanpa diketahui orang melalui terowongan limbah. Saat muncul kepalanya
terlebih dahulu. Dia melihat seorang wanita cantik yang sedang memasak seorang
diri. Istri pandai emas akhirnya juga melihat di pemuda dari arah terowongan.
“Ada apa kamu
datang?” Tanya istri pandai emas.
“Aku tidak
pernah melihatmu, sehingga aku penasaran dan ingin melihatmu. Sekarang aku
melihatmu, dan kau begitu cantik kiranya.” Kata si pemuda itu. Mereka akhirnya
berbincang-bincang. Hingga akhirnya berkatalah istri si pandai emas itu. “Aku
juga sangat susah rasanya, hidup seperti ini. Jangankan melihat yang lain,
melihat matahari saja aku tidak pernah.
“Oh, kalau
begitu, mau kau pergi keluar?. Tanya pemuda itu.
“Baiklah.” Jawab
istri pandai emas.
“Untuk
sementara, tunggulah di dalam rumah saja.” Kata pemuda itu. Setelah itu, pemuda
pergi dan kembali melalui lobang limba dan terowongan galiannya. Keesokan
harinya, dia pergi mendatangi pandai emas yang selalu bekerja di bengkel
emasnya.
“Tukang, saya
ingin memesan kalung, gelang tangan, gelang kaki, dan cincin.” Kata si pemuda.
“Banyak
sekali, baiklah.” Jawab si pandai emas.
“Begitulah,
sebab untuk istri saya.” Jawab pemuda itu.
“Oh, iya.
Tolong berikan ukuran-ukurannya.” Pinta pandai emas.
“Mudah,
ukurannya. Tukang ukur saja pada istri tukang, pasti sama ukurannya.” Kata si
Pemuda. Lalu dia pulang. Pandai emas itu berpikir dan merasa aneh. Setelah
pemuda itu pergi, dia masuk ke dalam rumahnya. Pandai emas mengecek istrinya
dan masih ada. Seminggu kemudian, pemuda itu datang lagi dan bertanya apakah
pesanannya sudah selesai.
“Sudah selesai
pesananku, tukang.” Tanya pemuda itu.
“Saya ragu
dengan ukurannya.” Jawab pandai emas.
“Sudah jangan
khawatir, ukur saja pada istri tukang. Cocok dengan istri tukang cocok juga
pada istri saya.” Jawab si pemuda. Tiga bulang kemudian barulah selesai dibuat
oleh pandai emas itu, pesanan si pemuda. Si pemuda datang mengambil dan
membayar semuanya. Ternyata uang menebus pesanan juga uang dari istri pandai
emas itu. Setelah itu, dia berencana pergi ke negeri seberang yang jauh. Maka
dia mengadakan pesta perpisahan dengan penduduk desa mereka. Semua di desa itu
diundang, termasuk si pandai emas.
Si pandai emas
keluar rumahnya dan pergi memenuhi undangan pemuda itu. Di rumahnya sudah
sangat ramai oleh tamu dan undangan. Sementara istri pandai emas melihat
suaminya pergi keluar. Dia juga pergi keluar melalui terowongan yang digali si
pemuda. Sesampai di rumah si pemuda, dia segera sibuk. Memasak dan menyediakan
keperluan tamu dan undangan. Menghidangkan makanan dan menyambut tamu. Pandai
emas masuk juga ke dalam rumah si pemuda yang ramai itu. Saat di dalam rumah
dia melihat seorang wanita yang mirip sekali dengan istrinya.
“Yah, wanita
ini seperti istriku.” Kata hati si pandai emas penuh kecurigaan. “Tidak
enak perasaanku.” Lanjut kata hatinya yang tidak menentu. Kemudian si Pemuda
memanggil pandai emas yang melangkah pergi.
“Mau kemana
Tukang.” Panggil pemuda itu, pandai emas menjawab kalau dia ingin pulang, mau
buang air besar alasannya. Melihat pandai emas pulang istrinya juga pulang
melalui terowongan tanah menuju rumahnya. Dia bergegas mendahului pandai emas
masuk rumah.
Setiba di
rumah, pandai emas buru-buru membuka pintu kamarnya. Dia melihat istrinya
sedang berbaring di atas tempat tidur dengan santai. “Mirip sekali istriku dengan
istri pemuda itu. Pantaslah disuruhnya mengukur emas pesanannya tempo hari sama
dengan ukuran istriku.” Kata hati si pandai emas. Karena masih ragu dan ragu,
pandai emas sampai tujuh kali pulang-pergi membandingkan istrinya dengan istri
pemuda itu.
Waktu berlalu,
pesta perpisahan sudah selesai. Kini tinggal waktunya berpisah dengan warga
desanya. Pemuda itu dan istri (istri pandai emas) mulai berpamitan dengan
mereka. Satu persatu mereka salami, termasuk juga pandai emas. Pandai emas
tidak menyangka kalau yang berpamitan dan bersalaman dengannya itu adalah
istrinya. Setelah itu, mereka pergi menuju pelabuhan dan kapal sudah menanti.
Naiklah ke kapal, dan melambaikan tangan pada semuanya yang mengantar mereka
pergi. Perlahan kapal berlayar menuju lautan lepas.
Setelah kapal
jauh di lautan, pandai emas dan warga yang mengantar pulang semua. Pandai emas
setiba di rumah langsung menuju kamar dan membuka pintu kamar. Tapi dia
sekarang terkejut sebab istrinya tidak ada. Saat dia melihat-lihat di dalam
kamarnya, ternyata sudah ada lobang terowongan. Dia kemudian masuk dan
menyusuri terowongan itu, dan tiba di rumah si pemuda itu.
“Kenapa dia
pergi?. Tanya hatinya. “Sudahlah, sudah dilarikan orang istriku.” Pikir si
Pandai emas. Kemudian dia pergi kembali ke pelabuhan. Dia tidak lagi melihat
kapal yang membawa istrinya. “Tiadalah artinya aku hidup lagi. Kalau begini biarlah aku mengasingkan
diri agar tidak terlihat lagi.” Kata hati pandai emas berputus asah.
Pandai emas
berjalan-jalan di sekitar pantai, kemudian dia melihat sebatang pohon besar.
Dia memanjat pohon itu, ingin melihat kalau-kalau masih dapat melihat kapal yang
membawa istrinya. Setelah diatasnya dia berdiam diri memandang lautan lepas
yang terbentang di depannya. Kadang-kadang dia memperhatikan kesekeliling kiri
dan kanannya.
Beberapa saat
kemudian, dari jauh dia melihat orang membawa usungan. Orang itu berjalan
menuju batang pohon dimana pandai emas berada di atasnya. Orang itu, tiba di
bawah pohon dan berhenti, sebab ada tempat berteduh. Tampak usungan itu berat
sekali, bagian depan usungan terdiri dari barang-barang rumah tangga, seperti
periuk, kuali dan lainnya. Di bagian belakang usungan ada tempat duduk manusia,
dia mengusung istrinya.
Ternyata,
bukan tanpa alasan orang itu mengusung istrinya dengan pikulan demikian. Karena
dia sangat pencemburu dan tidak mau
istrinya selingkuh, dan tidak mau dilihat laki-laki lain saat berjalan. Saat
tiba di bawah pohon, orang itu meletakkan pikulan atau usungannya.
Pandai emas
terkejut sebab yang di bagian belakang ternyata seorang wanita, istri orang
itu. Suami istri itu tidak mengetahui kalau di atas pohon ada si pandai emas.
“Ada juga yang lebih hebat lagi, mengusung istrinya kemana pun dia pergi.” Kata
hati si Pandai Emas.
“Mari kita
memasak, sebab aku sudah lapar.” Kata suami wanita itu.
“Masak,
bagaimana memasak. Kita tidak ada air.” Ujar istrinya.
Suaminya melihat
ke sekitar, tidak ada air tawar dan tidak ada orang, sebab memang jauh dari
desa pandai emas. Orang itu berkata pada istrinya, kalau dia akan pergi mencari
air. Dia pergi, istrinya tinggal seorang diri. Beberapa saat kemudian, setelah
suami jauh, wanita itu mengeluarkan sesuatu seperti biji buah pinang dari balik
pembungkus payudarahnya.
Kemudian
mulutnya tampak membaca mantera pada butiran di tangannya. Sementara itu, si
pandai emas dari atas pohon memperhatikan semua gerak gerik wanita itu. Tampak
istri pengusung itu, mencium tiga kali benda bulat di tangannya. Ajaib,
tiba-tiba benda itu berubah menjadi seorang laki-laki muda yang tampan.
Kemudian, istri pengusung itu berbuat serong dengan pemuda itu. Pandai emas
tampak heran sekali.
“Lahh, istriku
di dalam gedung dapat di ambil orang. Yang ini istri dalam usungan yang dibawa
kemana pun pergi, masih bisa juga dizinahi orang.” Kata hati si pandai emas.
Suami wanita itu tampak dari jauh. Kemudian istrinya menangkap si pemuda dan
dia pilin-pilin, lalu kembali menjadi sebutir biji buah pinang. Lalu dia
masukkan kembali kedalam pembungkus payudarahnya. Suaminya tidak tahu, dan
datang membawa air. Maka memasaklah mereka.
Si Pandai Emas
turun dari pohon perlahan. Karena itu tidak diketahui oleh pengusung dan istrinya.
Dia muncul dari balik batang pohon dan dilihat oleh pengusung itu.
“Hei, kau dari
mana?.” Tanya si pengusung.
“Ah, Aku ini
begini-beginilah.” Jawab pandai emas.
“Sudahlah,
mari kita makan, ambilkan piring.” Kata si pengusung pada istrinya.
“Empat kita.”
Kata pandai emas.
“Mana empat,
kita bertiga.” Jawab si pengusung. Dia kemudian menjadi heran dan curiga. “Apa
sebab kau mengatakan empat?.” Tanya si pengusung. Pandai emas menceritakan
semua kejadian yang dia lihat tadi tentang perbuatan serong istrinya. Hal itu
membuat si pengusung benar-benar marah, kemudian dia mengambil pedangnya dan
dia pancung istrinya. Si Pandai Emas kemudian juga bercerita tentang dirinya
dan kejadian yang menimpa dirinya.
“Ceritaku sama
dengan ceritamu. Karena sayangnya Aku dengan istriku, Aku buat gedung batu.
Tapi masih juga diambil orang. Waktu berlalu, si pandai emas dan si pengusung
akhirnya mengembara kesana-kemari. Lama mereka berjalan tidak tahu arah dan
tujuan. Suatu hari, keduanya sedang beristirahat dan berbincang-bincang.
“Ada baiknya
kalau kita berdua menikah lagi. Mungkin kalau kita menikah lebih baik.” Ujar si
pengusung.
“Menikah,
bagaimana caranya kita mencari istri.” Jawab si pandai emas.
“Kita berdua
menikahi satu orang wanita. Pasti tidak ada orang yang dapat mengambil istri
kita. Kita menjaganya bersama-sama, dan kalau diantara kita bekerja. Satu
menjaga istri kita di sisinya, satu bekerja, kita bergantian bekerjanya.” Jelas
si pengusung dan si pandai emas setuju.
Singkat
cerita, mereka berdua menikahi seorang wanita. Satu istri dua suami. Ternyata
wanita yang mereka nikahi adalah wanita yang buruk akhlaknya. Mereka membangun
sebuah rumah. Berkeluargalah mereka, dengan satu istri dua suami.
Bermusyawaralah keduanya bagaimana cara menggauli istri mereka.
“Bagaimana
caranya kalau satu diantara kita ingin menggauli istri kita?.” Tanya salah
satunya. Pada saat tidur malam, istri mereka di tengah, dan mereka berada di
posisi di sisi kiri dan di sisi kanan istri mereka. Malam itu, mereka membuat
kesepakatan tata cara menggauli istri mereka. Kebetulan, malam pertama itu ada
seorang pencuri di bawah rumah baru mereka. Pencuri itu mendengar percakapan
keduanya sebelum masuk kamar tidur.
“Apa bilah
kamu membutuhkan dia, maka colek saja Aku. Aku akan turun dari tempat tidur.”
Kata si pengusung. Begitu juga kalau si pengusung memerlukan istri mereka, si
pandai emas cukup mencolek juga, maka si pengusung akan turun dari tempat
tidur. Si pencuri mendengar semua percakapan itu, dia masuk kedalam rumah, tidak diketahui oleh mereka.
Malam berlalu,
saat itu tidur mereka sedang nyenyak. Si pencuri masuk perlahan ke dalam kamar.
Kemudian dia mencolek si pandai emas dia turun dari tempat tidur, keluar kamar.
Lalu pencuri itu mencolek si pengusung dia pun keluar kamar. Maka, si pencuri
itu kemudian menjamah istri mereka.
Istri mereka
tahu kalau laki-laki itu bukan satu diantara dua suaminya. Tapi karena memang
dia seorang wanita binal dan buruk akhlaknya, maka dia birkan dan berzinalah
mereka. Keesokan harinya, bertanyalah pandai emas pada si pengusung.
“Adakah kamu
mencolekku semalam?.” Tanyanya.
“Tidak ada.”
Jawab si pengusung.
“Kalau begitu,
siapa kiranya?.” Kata si pandai emas.
“Manalah Aku
tahu.” Jawab si pengusung.
Kemudian
keduanya bertanya pada istrinya, dan mereka memaksanya. Istrinya menjawab benar
kalau satu diantara keduanya bukan yang menidurinya semalam. Mendengar itu,
keduanya benar-benar marah dan lupa diri. Lalu mereka berdua membunuh istri
baru mereka. Mereka tidak beristri lagi.
“Tidak ada
gunanya beristri.” Kata mereka putus asah.
“Masih dapat
diambil orang walau bagaimana pun juga. Di kurung di dalam gedung batu, di
larikan orang. Di usung kemana pun pergi juga masih diambil orang. Satu istri
dua suami masih di zinahi orang. Kalau begitu, sudahlah lebih baik kita tidak
beristri.” Kata mereka.
Akhirnya mereka tidak beristri dan tidak mau lagi beristri. Pandai emas dan si pengusung pun akhirnya mencari jalan hidup masing-masing.
Rewrite: Tim Apero Fublic
Editor.
Selita, S.Pd.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang, 4
Juli 2021.
Sumber:
Wildan, Dkk. Struktur Sastra Lisan
Tamiang. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998.
Artikel Terkait:
Sy. Apero Fublic
0 Response
Posting Komentar