Humaniora

Humaniora
Publish Your Articles in the Journal Apero Fublic of Humaniora

PSIKOLOGI: Makna Sastra Pengidap Penyakit Jiwa Ngamurau

PSIKOLOGI: Makna Sastra Pengidap Penyakit Jiwa Ngamurau
Share

JAF. HUMANIORA.- Cerita Cemburu Buta dari masyarakat Aceh Tamiang ini, memiliki kesamaan dengan cerita orang yang mengidap penyakit jiwa gila cemburu (ngamurau) di Sumatera Selatan. Dalam cerita ini, bagaimana seorang suami yang sangat pecemburu dan selalu menjaga istrinya agar tidak disentuh laki-laki lain. Si pandai emas, dia selalu mengurung istrinya di dalam rumah, tapi masih dapat dilarikan orang.

Kemudian seorang laki-laki lagi dimana dia selalu membawa istrinya dengan cara di tandu. Agar tidak dilihat lelaki lain. Namun ternyata istrinya memiliki selingkuhan yang dapat dia ubah menjadi benda kecil. Seorang wanita yang sudah memiliki dua orang suami saja masih berbuat serong, kalau memang dasar wanita yang berahklak buruk. Sebagaimana si pandai emas dan si penandu istri menikahi satu orang wanita. Namun, istrinya masih berbuat serong karena memang dasarnya berakhlak buruk.

Inti dari cerita Cemburu Buta ini, kesetiaan dan ketakutan seorang suami akan perselingkuhan istrinya jangan sampai melewati batas. Sebab, kesetiaan seorang istri diukur dari akal dan akhlaknya. Kalau akhlaknya buruk dan tidak memiliki kesadaran diri, bahwa dia istri orang dan memiliki kewajiban menjaga kesuciannya. Apa pun yang dilakukan oleh suami, tidak ada gunanya. Karena kesetiaan berasal dari hati dan akalnya. Yang perlu dilakukan suami adalah mendidik dan mengawasi secara wajar istrinya.

*****

Pada zaman dahulu hiduplah seorang pandai emas. Kesehariannya dia habiskan mengerjakan kerajinan emas. Dia memiliki seorang istri yang sangat cantik. Oleh sebab itulah dia selalu dilanda rasa cemburu yang tidak menentu, atau cemburu buta. Pandai emas itu membangun sebuah rumah gedung yang besar. Bagian samping depan rumah, dibuatnya tempat menempa emas. Disanalah dia bekerja setiap hari menempa emas.

Sementara istrinya tidak pernah keluar rumah, karena rasa cemburu suaminya si pandai emas. Suatu ketika, seorang pemuda juga membuat rumah tidak jauh dari rumah si Pandai Emas, tinggal di situ. Rumah mereka berjarak sekitar dua puluh meter saja. Dia tinggal seorang diri, karena memang dia masih membujang. Setelah beberapa lama tinggal disana, pemuda itu selalu mengamati kehidupan tetangganya, si pandai emas.

“Apakah pandai emas juga belum beristri?. Tapi tidak mungkin, seumurannya pasti sudah beristri. Begitu juga dengan keperluannya sehari-hari terpenuhi. Tapi kalau beristri mengapa tidak pernah terlihat?. Apa dia malu dengan keadaan istrinya.” Kata hati pemuda itu. Lama semakin lama timbullah rasa penasaran si pemuda itu. Dia ingin melihat rupa istri si pandai emas, yang tidak pernah terlihat. Paling tidak dia mengetahui apakah si pandai emas itu bujangan atau sudah beristri. Begitulah pemikiran si pemuda yang tidak begitu serius.

*****

Sementara itu, istri si pandai emas yang terkurung di dalam rumah merasa tidak tahan juga. Jangankan keluar, melihat matahari saja dia tidak pernah karena dikurung di dalam rumah. Walau pun makan, minum, tempat tidur enak, semua cukup. Tapi istri pandai emas ini tidak pernah bergaul dengan masyarakat. Sebagai manusia normal dia tentu ingin bermasyarakat dan menghirup udara segar di luar rumah.

“Seandainya ada orang yang membawaku keluar, biarlah aku keluar dari pada begini. Susah hatiku, hidup seperti burung di dalam sangkar.” Kata hati istri pandai emas yang kesepian.

Suatu hari, setelah pulang bekerja si pemuda tetangga si pandai emas berkeliling sekitar rumah dan juga melihat-lihat di sekitar dan dibelakang rumah si pandai emas. Di belakang rumah dia menjumpai tempat limba pembuangan yang tidak diperkeras, berbentuk terowongan kecil. Melihat itu, si pemuda mendapat ide bagaimana masuk rumah si pandai emas. Dia pulang, keesokan harinya dia menggali tanah, membuat terowongan. Beberapa waktu kemudian, terowongan galian tembus ke lorong pembuangan limbah dapur si pandai emas.

Dia masuk rumah tanpa diketahui orang melalui terowongan limbah. Saat muncul kepalanya terlebih dahulu. Dia melihat seorang wanita cantik yang sedang memasak seorang diri. Istri pandai emas akhirnya juga melihat di pemuda dari arah terowongan.

“Ada apa kamu datang?” Tanya istri pandai emas.

“Aku tidak pernah melihatmu, sehingga aku penasaran dan ingin melihatmu. Sekarang aku melihatmu, dan kau begitu cantik kiranya.” Kata si pemuda itu. Mereka akhirnya berbincang-bincang. Hingga akhirnya berkatalah istri si pandai emas itu. “Aku juga sangat susah rasanya, hidup seperti ini. Jangankan melihat yang lain, melihat matahari saja aku tidak pernah.

“Oh, kalau begitu, mau kau pergi keluar?. Tanya pemuda itu.

“Baiklah.” Jawab istri pandai emas.

“Untuk sementara, tunggulah di dalam rumah saja.” Kata pemuda itu. Setelah itu, pemuda pergi dan kembali melalui lobang limba dan terowongan galiannya. Keesokan harinya, dia pergi mendatangi pandai emas yang selalu bekerja di bengkel emasnya.

“Tukang, saya ingin memesan kalung, gelang tangan, gelang kaki, dan cincin.” Kata si pemuda.

“Banyak sekali, baiklah.” Jawab si pandai emas.

“Begitulah, sebab untuk istri saya.” Jawab pemuda itu.

“Oh, iya. Tolong berikan ukuran-ukurannya.” Pinta pandai emas.

“Mudah, ukurannya. Tukang ukur saja pada istri tukang, pasti sama ukurannya.” Kata si Pemuda. Lalu dia pulang. Pandai emas itu berpikir dan merasa aneh. Setelah pemuda itu pergi, dia masuk ke dalam rumahnya. Pandai emas mengecek istrinya dan masih ada. Seminggu kemudian, pemuda itu datang lagi dan bertanya apakah pesanannya sudah selesai.

“Sudah selesai pesananku, tukang.” Tanya pemuda itu.

“Saya ragu dengan ukurannya.” Jawab pandai emas.

“Sudah jangan khawatir, ukur saja pada istri tukang. Cocok dengan istri tukang cocok juga pada istri saya.” Jawab si pemuda. Tiga bulang kemudian barulah selesai dibuat oleh pandai emas itu, pesanan si pemuda. Si pemuda datang mengambil dan membayar semuanya. Ternyata uang menebus pesanan juga uang dari istri pandai emas itu. Setelah itu, dia berencana pergi ke negeri seberang yang jauh. Maka dia mengadakan pesta perpisahan dengan penduduk desa mereka. Semua di desa itu diundang, termasuk si pandai emas.

Si pandai emas keluar rumahnya dan pergi memenuhi undangan pemuda itu. Di rumahnya sudah sangat ramai oleh tamu dan undangan. Sementara istri pandai emas melihat suaminya pergi keluar. Dia juga pergi keluar melalui terowongan yang digali si pemuda. Sesampai di rumah si pemuda, dia segera sibuk. Memasak dan menyediakan keperluan tamu dan undangan. Menghidangkan makanan dan menyambut tamu. Pandai emas masuk juga ke dalam rumah si pemuda yang ramai itu. Saat di dalam rumah dia melihat seorang wanita yang mirip sekali dengan istrinya.

“Yah, wanita ini seperti istriku.” Kata hati si pandai emas penuh kecurigaan. “Tidak enak perasaanku.” Lanjut kata hatinya yang tidak menentu. Kemudian si Pemuda memanggil pandai emas yang melangkah pergi.

“Mau kemana Tukang.” Panggil pemuda itu, pandai emas menjawab kalau dia ingin pulang, mau buang air besar alasannya. Melihat pandai emas pulang istrinya juga pulang melalui terowongan tanah menuju rumahnya. Dia bergegas mendahului pandai emas masuk rumah.

Setiba di rumah, pandai emas buru-buru membuka pintu kamarnya. Dia melihat istrinya sedang berbaring di atas tempat tidur dengan santai. “Mirip sekali istriku dengan istri pemuda itu. Pantaslah disuruhnya mengukur emas pesanannya tempo hari sama dengan ukuran istriku.” Kata hati si pandai emas. Karena masih ragu dan ragu, pandai emas sampai tujuh kali pulang-pergi membandingkan istrinya dengan istri pemuda itu.

Waktu berlalu, pesta perpisahan sudah selesai. Kini tinggal waktunya berpisah dengan warga desanya. Pemuda itu dan istri (istri pandai emas) mulai berpamitan dengan mereka. Satu persatu mereka salami, termasuk juga pandai emas. Pandai emas tidak menyangka kalau yang berpamitan dan bersalaman dengannya itu adalah istrinya. Setelah itu, mereka pergi menuju pelabuhan dan kapal sudah menanti. Naiklah ke kapal, dan melambaikan tangan pada semuanya yang mengantar mereka pergi. Perlahan kapal berlayar menuju lautan lepas.

Setelah kapal jauh di lautan, pandai emas dan warga yang mengantar pulang semua. Pandai emas setiba di rumah langsung menuju kamar dan membuka pintu kamar. Tapi dia sekarang terkejut sebab istrinya tidak ada. Saat dia melihat-lihat di dalam kamarnya, ternyata sudah ada lobang terowongan. Dia kemudian masuk dan menyusuri terowongan itu, dan tiba di rumah si pemuda itu.

“Kenapa dia pergi?. Tanya hatinya. “Sudahlah, sudah dilarikan orang istriku.” Pikir si Pandai emas. Kemudian dia pergi kembali ke pelabuhan. Dia tidak lagi melihat kapal yang membawa istrinya. “Tiadalah artinya aku hidup  lagi. Kalau begini biarlah aku mengasingkan diri agar tidak terlihat lagi.” Kata hati pandai emas berputus asah.

Pandai emas berjalan-jalan di sekitar pantai, kemudian dia melihat sebatang pohon besar. Dia memanjat pohon itu, ingin melihat kalau-kalau masih dapat melihat kapal yang membawa istrinya. Setelah diatasnya dia berdiam diri memandang lautan lepas yang terbentang di depannya. Kadang-kadang dia memperhatikan kesekeliling kiri dan kanannya.

Beberapa saat kemudian, dari jauh dia melihat orang membawa usungan. Orang itu berjalan menuju batang pohon dimana pandai emas berada di atasnya. Orang itu, tiba di bawah pohon dan berhenti, sebab ada tempat berteduh. Tampak usungan itu berat sekali, bagian depan usungan terdiri dari barang-barang rumah tangga, seperti periuk, kuali dan lainnya. Di bagian belakang usungan ada tempat duduk manusia, dia mengusung istrinya.

Ternyata, bukan tanpa alasan orang itu mengusung istrinya dengan pikulan demikian. Karena dia sangat  pencemburu dan tidak mau istrinya selingkuh, dan tidak mau dilihat laki-laki lain saat berjalan. Saat tiba di bawah pohon, orang itu meletakkan pikulan atau usungannya.

Pandai emas terkejut sebab yang di bagian belakang ternyata seorang wanita, istri orang itu. Suami istri itu tidak mengetahui kalau di atas pohon ada si pandai emas. “Ada juga yang lebih hebat lagi, mengusung istrinya kemana pun dia pergi.” Kata hati si Pandai Emas.

“Mari kita memasak, sebab aku sudah lapar.” Kata suami wanita itu.

“Masak, bagaimana memasak. Kita tidak ada air.” Ujar istrinya.

Suaminya melihat ke sekitar, tidak ada air tawar dan tidak ada orang, sebab memang jauh dari desa pandai emas. Orang itu berkata pada istrinya, kalau dia akan pergi mencari air. Dia pergi, istrinya tinggal seorang diri. Beberapa saat kemudian, setelah suami jauh, wanita itu mengeluarkan sesuatu seperti biji buah pinang dari balik pembungkus payudarahnya.

Kemudian mulutnya tampak membaca mantera pada butiran di tangannya. Sementara itu, si pandai emas dari atas pohon memperhatikan semua gerak gerik wanita itu. Tampak istri pengusung itu, mencium tiga kali benda bulat di tangannya. Ajaib, tiba-tiba benda itu berubah menjadi seorang laki-laki muda yang tampan. Kemudian, istri pengusung itu berbuat serong dengan pemuda itu. Pandai emas tampak heran sekali.

“Lahh, istriku di dalam gedung dapat di ambil orang. Yang ini istri dalam usungan yang dibawa kemana pun pergi, masih bisa juga dizinahi orang.” Kata hati si pandai emas. Suami wanita itu tampak dari jauh. Kemudian istrinya menangkap si pemuda dan dia pilin-pilin, lalu kembali menjadi sebutir biji buah pinang. Lalu dia masukkan kembali kedalam pembungkus payudarahnya. Suaminya tidak tahu, dan datang membawa air. Maka memasaklah mereka.

Si Pandai Emas turun dari pohon perlahan. Karena itu tidak diketahui oleh pengusung dan istrinya. Dia muncul dari balik batang pohon dan dilihat oleh pengusung itu.

“Hei, kau dari mana?.” Tanya si pengusung.

“Ah, Aku ini begini-beginilah.” Jawab pandai emas.

“Sudahlah, mari kita makan, ambilkan piring.” Kata si pengusung pada istrinya.

“Empat kita.” Kata pandai emas.

“Mana empat, kita bertiga.” Jawab si pengusung. Dia kemudian menjadi heran dan curiga. “Apa sebab kau mengatakan empat?.” Tanya si pengusung. Pandai emas menceritakan semua kejadian yang dia lihat tadi tentang perbuatan serong istrinya. Hal itu membuat si pengusung benar-benar marah, kemudian dia mengambil pedangnya dan dia pancung istrinya. Si Pandai Emas kemudian juga bercerita tentang dirinya dan kejadian yang menimpa dirinya.

“Ceritaku sama dengan ceritamu. Karena sayangnya Aku dengan istriku, Aku buat gedung batu. Tapi masih juga diambil orang. Waktu berlalu, si pandai emas dan si pengusung akhirnya mengembara kesana-kemari. Lama mereka berjalan tidak tahu arah dan tujuan. Suatu hari, keduanya sedang beristirahat dan berbincang-bincang.

“Ada baiknya kalau kita berdua menikah lagi. Mungkin kalau kita menikah lebih baik.” Ujar si pengusung.

“Menikah, bagaimana caranya kita mencari istri.” Jawab si pandai emas.

“Kita berdua menikahi satu orang wanita. Pasti tidak ada orang yang dapat mengambil istri kita. Kita menjaganya bersama-sama, dan kalau diantara kita bekerja. Satu menjaga istri kita di sisinya, satu bekerja, kita bergantian bekerjanya.” Jelas si pengusung dan si pandai emas setuju.

Singkat cerita, mereka berdua menikahi seorang wanita. Satu istri dua suami. Ternyata wanita yang mereka nikahi adalah wanita yang buruk akhlaknya. Mereka membangun sebuah rumah. Berkeluargalah mereka, dengan satu istri dua suami. Bermusyawaralah keduanya bagaimana cara menggauli istri mereka.

“Bagaimana caranya kalau satu diantara kita ingin menggauli istri kita?.” Tanya salah satunya. Pada saat tidur malam, istri mereka di tengah, dan mereka berada di posisi di sisi kiri dan di sisi kanan istri mereka. Malam itu, mereka membuat kesepakatan tata cara menggauli istri mereka. Kebetulan, malam pertama itu ada seorang pencuri di bawah rumah baru mereka. Pencuri itu mendengar percakapan keduanya sebelum masuk kamar tidur.

“Apa bilah kamu membutuhkan dia, maka colek saja Aku. Aku akan turun dari tempat tidur.” Kata si pengusung. Begitu juga kalau si pengusung memerlukan istri mereka, si pandai emas cukup mencolek juga, maka si pengusung akan turun dari tempat tidur. Si pencuri mendengar semua percakapan itu, dia masuk kedalam rumah, tidak diketahui oleh mereka.

Malam berlalu, saat itu tidur mereka sedang nyenyak. Si pencuri masuk perlahan ke dalam kamar. Kemudian dia mencolek si pandai emas dia turun dari tempat tidur, keluar kamar. Lalu pencuri itu mencolek si pengusung dia pun keluar kamar. Maka, si pencuri itu kemudian menjamah istri mereka.

Istri mereka tahu kalau laki-laki itu bukan satu diantara dua suaminya. Tapi karena memang dia seorang wanita binal dan buruk akhlaknya, maka dia birkan dan berzinalah mereka. Keesokan harinya, bertanyalah pandai emas pada si pengusung.

“Adakah kamu mencolekku semalam?.” Tanyanya.

“Tidak ada.” Jawab si pengusung.

“Kalau begitu, siapa kiranya?.” Kata si pandai emas.

“Manalah Aku tahu.” Jawab si pengusung.

Kemudian keduanya bertanya pada istrinya, dan mereka memaksanya. Istrinya menjawab benar kalau satu diantara keduanya bukan yang menidurinya semalam. Mendengar itu, keduanya benar-benar marah dan lupa diri. Lalu mereka berdua membunuh istri baru mereka. Mereka tidak beristri lagi.

“Tidak ada gunanya beristri.” Kata mereka putus asah.

“Masih dapat diambil orang walau bagaimana pun juga. Di kurung di dalam gedung batu, di larikan orang. Di usung kemana pun pergi juga masih diambil orang. Satu istri dua suami masih di zinahi orang. Kalau begitu, sudahlah lebih baik kita tidak beristri.” Kata mereka.

Akhirnya mereka tidak beristri dan tidak mau lagi beristri. Pandai emas dan si pengusung pun akhirnya mencari jalan hidup masing-masing.

Rewrite: Tim Apero Fublic
Editor. Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 4 Juli 2021.
Sumber: Wildan, Dkk. Struktur Sastra Lisan Tamiang. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998.

Artikel Terkait:

Sy. Apero Fublic

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel