Humaniora

Humaniora
Publish Your Articles in the Journal Apero Fublic of Humaniora

Mencari Sejarah Dalam Hikayat Raja Indra Dewa.

Mencari Sejarah Dalam Hikayat Raja Indra Dewa.
Share
JAF. HUMANIORA.- Hikayat Indra Dewa adalah salah satu sastra klasik Nusantara dan Indonesia. Sastra ini muncul pada zaman peralihan kebudayaan dan masa perkembangan Islam. Hikayat ini, bentuk media dakwah Islam pada masyarakat masa itu, dan jalan asimilasi kebudayaan. Naskah ditulis dalam aksara Arab Melayu atau aksara Jawi (Nusantara). Tersimpan di museum pusat Jakarta, terdiri dari 262 halaman dan tidak ada kolopon.

Hikayat Raja Indra Dewa
Di Negeri Rakab Syahrum yang terletak diantara Arab dan Ajam, bertahta seorang raja yang bijaksana, yaitu Sultan Ahmad Bersyah Jaya. Baginda berputra seorang anak laki-laki yang di berinama Raja Indra Dewa. Setelah cukup umur, baginda ingin anaknya menikah. Tapi anaknya belum bersedia.

Pada suatu hari Raja Indra Dewa pergi berburu ke hutan. Selama tiga hari perburuan tidak satu pun mendapat hewan buruan. Pulang ke istana dengan tangan hampa. Beberapa waktu kemudian dia kembali berburu, dan menemukan kijang emas. Dia mengejar kijang emas, tapi menghilang di dalam danau yang berada di hutan itu.

Raja Indra Dewa menunggu kijang emas muncul, tapi tidak pernah muncul lagi. Raja Indra Dewa mengais bersedih dengan pilunya. Kemudian datang Mentri Kerajaan Arya Mantri bersama pamannya, Dewa Bilal Perkasa membujuk agar pulang ke Istana. Raja Indra Dewa tidak mau pulang sebelum dia mendapatkan kijang emas itu. Pulanglah sang paman dan mentri kerajaan. Di ceritakanlah tentang Indra Dewa di dalam hutan tersebut.

Baginda Sultan begitu bersedih mendengar cerita tersebut. Dia kemudian datang ke hutan membujuk agar Indra Dewa pulang ke Istana. Tapi tetap dia tidak mau pulang sebelum mendapatkan kijang emas yang dia lihat beberapa waktu lalu. Akhirnya baginda sultan membuatkan anaknya sebuah mahligai. Kemudian diperintahkan prajurit dan mentri kerajaan Arya Mantri untuk membantu perburuan Indra Dewa. Tetapi Indra Dewa hanya ingin sendiri, akhirnya dia hanya ditemani seorang inang pengasuhnya.
*****
Sementara itu, di Negeri Syahrumkham (Negeri Rakab Syahrum) yang terletak di Padang Salwanta dengan Bukit Kaf, jauhnya setahun sebulan perjalanan dari tana manusia. Bertahtalah seorang raja jin yang bernama Sultan Ismail Syah. Dia memiliki empat orang putri yang cantik jelita. Putri bungsunya pandai menjelma menjadi kijang emas, burung bayan, serta dapat masuk kedalam air dengan amat mudah. Maka dia dinamakan Putri Ratna Cahaya Iram-Iram atau Tuan Putri Mangindra Sinar Bulan.

Pada waktu Raja Indra Dewa berburu. Keempat Bidadari putri dari Negeri Syarumkham kebetulan sedang mandi di danau itu. Saat melihat ke empatnya madi di danau, timbullah rasa suka pada mereka. Beberapa waktu kemudian keempat bidadari itu pulang kembali ke Negeri Syarumkham. Kembali hati Indra Dewa bersedih. Tapi dia diberitahu inang pengasunya kalau bidadari itu datang sekali dalam kurun waktu setahun-sebulan. Timbullah harapan kembali Indra Dewa.

Kembali ayah Indra Dewa Sultan Ahmad Bersyah Jaya menjemput pulang. Tapi dia belum mau pulang sebelum mendapatkan bidadari bungsu yang dia lihat. Waktu berlalu selama setahun lebih sebulan bidadari datang mandi di danau.

Dengan kecerdikannya Indra Dewa berhasil mendapatkan bidadari bungsu tersebut, lalu diperistrinya. Kini Indra Dewa rindu pada ayah dan ibunya, maka dia izin pulang ke istana dan meminta inang pengasuhnya menjaga istrinya dengan baik. Tapi istrinya menghilang dan Raja Indra Dewa mencarinya.

Entah apa yang terjadi Kisah berbalik, setelah kepergian Indra Dewa. Mak inang pergi ke istana dan melaporkan pada baginda sultan kalau Raja Indra Dewa telah menghilang. Selama setahun dicari diseluruh pelosok negeri. Tapi Indra Dewa tidak pernah ditemukan. Karena tidak menemukan anaknya, sultan akhirnya pergi dan menjadi pengembara. Dia hidup berpindah-pindah, menginap di masjid-masjid atau di surau-surau. Semua urusan istana diserahkan pada Mentri Kerajaan, Arya Mantri.

Sementara itu, Raja Indra Dewa sampai di Negeri Yaman Lalaya. Akhlak Indra Dewa yang baik dan pemurah menarik hati Raja Yaman, dan di panggillah Indra Dewa menghadap beliau. Raja bertanya maksud kedatangannya. Indra Dewa menceritakan sedang mencari istrinya bernama Putri Ratna Cahaya Iram-Iram. Raja Yaman menjadi sangat iba dan bersedia membantu.

Kebetulan negeri Yaman juga taklukan dari negeri Syahrumkham. Raja Indra Dewa meminta disiapkan tujuh buah kapal yang sanggup menempuh perjalanan yang jauh dan berbahaya. Seorang mualim yang sudah berusia lanjut menyanggupi dengan syarat yang sulit. Tapi, semua syarat di penuhi demi bertemu dengan istrinya. Berangkatlah Raja Indra Dewa bersama armadanya yang terdiri dari tujuh buah kapal.

Dua bulan pelayaran kapal diterpa angin ribut lima hari lima malam dan menenggelamkan satu kapal. Kemudian datang angin topan selama empat hari empat malam menenggelamkan satu kapal, sehingga kapal tinggal lima buah. Tiga bulan kemudian datang lagi angin topan disertai petir, dan menenggelamkan satu kapal lagi. Lima bulan kemudian lagi datang lagi angin topan yang sangat dahsyat. Sehingga tenggelam empat kapal tersisa dan hanya tinggal Raja Indra Dewa yang terapung di Laut Bahrulhanam.

Sampailah Indra Dewa di negeri  yang tak berpenghuni. Dia hanya menemukan sebuah mahligai yang didiami lelaki tua. Ternyata si lelaki tua adalah kakek dari Putri Ratna Cahaya Iram-Iram. Dia bernama Raja Laksa Dewa dari Negeri Tagar Taratela. Saat memasuki mahligai si orang tua sedang tidur.

Indra Dewa melihat panah sakti lalu dia curi. Saat si kakek bangun dia melihat panah tidak ada lagi. Tapi dia tahu kalau tadi ada seorang anak muda yang masuk. Raja Indra Dewa akhirnya menceritakan maksud dan tujuannya datang. Sehingga si Kakek merasa gembira, dan mempersilahkan dia tinggal sesuka hatinya. Sebab anak dan cucu-cucunya suka bermain di mahligai-nya.

Raja Ibrahim Syah, raja jin Islam dari Negeri Beranta Jaya mempunyai seorang anak bernama Tuan Putri Puspa Ratna Sari Gading atau Tuan Putri Nilam Syah Jaya. Mahligainya terletak di Padang Jeram Silih. Tiga bulan berlalu, tapi tidak menemukan istrinya. Maka Indra Dewa ingin melanjutkan perjalanannya.

Dibekali nasihat dan jimat dia pun pergi. Dalam perjalanan kali ini bertemu dengan jin kafir yang ingin membunuhnya, tapi dapat dia kalahkan dengan doa yang diajarkan kakek sebelumnya. Bertemu lagi dengan jin putih bernama Raja Karun Syah di Bukit Dal’ih.

Mereka berkelahi dan jin putih kalah. Akhirnya Indra Dewa bersahabat dengan jin putih itu. Jin ini memiliki anak bernama Raja Dewa Syahdan Dewa. Beberapa waktu tinggal bersama keluarga jin itu. Indra Dewa sebelum pergi di berikan jimat berupa Kalika.

Ketika Indra Dewa sampai di Negeri Beranta Jaya. Dia berhasil memikat Putri Ratna Sarigading. Keduanya saling jatuh cinta tanpa sepengetahuan Raja Ibrahim Syah. Saat dia mengetahui kalau putrinya bercinta dengan manusia. Maka Raja Ibrahim Syah mau membunuh Raja Indra Dewa.

Namun rencana itu dapat digagalkan oleh Indra Dewa, walau seluruh kekuatan kerajaan telah dikerahkan. Ada beberapa raja yang tertarik pada Putri Ratna Sarigading, mereka ingin menjajal kehebatan Indra Dewa. Salah satunya Raja Dewa Syahrum Dewa dari Tasik Berangka Jaya. Tapi semua dapat Indra Dewa kalahkan, membuat Raja Ibrahim Syah semakin masygul.

Raja Dalmasyah Jaya, seorang raja dewa dari Damsyik Bahrul Kaya mendengar terjadi perang  antara Raja Ibrahim dengan Raja Indra Dewa. Maka dia membantu Raja Ibrahim menghadapi Raja Indra Dewa. Perang sama kuat, tidak ada yang kalah dan menang selama empat puluh hari empat puluh malam.

Raja Dewa Laksa Dewa mendengar berita peperangan Raja Indra Dewa. Beliau mengutus mentrinya Malik Kisna Dewa untuk membantu Raja Indra Dewa. Begitu juga Raja Karun Syah di Bukit Dal’ih mengirim bantuan. Dengan banyaknya bantuan membuat Raja Ibrahim Syah bertanya-tanya. Siapakah gerangan Raja Indra Dewa.

Untuk menghentikan perang, di utuslah Raja Karun Syah dan Mentri Malik Kisna bermusyawarah dengan Raja Ibrahim Syah. Akhirnya dia bersedia menerima Raja Indra Dewa menjadi menantunya. Pesta pernikahan yang meriah sekali. Di akhir acara, Raja Karun Syah dan Mentri Malik Kisna pulang kenegerinya.

Raja Indra Dewa meminta izin istrinya untuk mengembara. Dia pergi menuju matahari hidup tiba di suatu tempat bernama Malwan Medan Kaca. Bertemu dengan lelaki tua penggembala kambing, bernama Malik Ibn Bahrumsyah. Indra Dewa meminta izin menginap.

Si orang tua itu merasa suka cita karena akan mendapat mangsa yang mudah. Saat masuk rumah si kakek, ternyata didalam kamar terdapat manusia yang matanya merah menyalah. Mereka mengatakan kalau nenek itu adalah jin kafir yang mencari Indra Dewa. Maka bertarunglah Indra Dewa dengan jin kafir, Malik Ibn Bahrumsyah.

Karena takut terbunuh jin kafir menyerah dan bersedia menuruti semua perintah Indra Dewa. Jin ini akhirnya masuk Islam, dan dia memiliki seorang anak dan istri. Anaknya bernama Manik Sinar Bulan. Untuk beberapa waktu Indra Dewa tinggal di sana.

Ketika hati Raja Indra Dewa teringat kembali Putri Ratna Cahaya Iram-Iram. Raja Indra Dewa mohon diri untuk melanjutkan perjalanannya kembali. Dia kemudian meminta Malik Ibn Bahrumshay untuk menikahkan anaknya dengan Raja Dalmasyah Jaya.

Dalam perjalanan menuju Negeri Syahrumkham banyak keajaiban ditemui. Seperti kijang emas yang di panah tidak mati. Burung Bayan yang pandai berbicara, Ikan yang pandai berpantun. Ketika itu Putri Ratna Cahaya Iram-Iram sedang memandang alam dari jendela. Terlihat olehnya Raja Indra Dewa sedang berkeliling mencari mahligainya. Setelah bertemu menjadi bahagia dan mengetahui keadaan masing-masing.

Putri Ratna Cahaya Iram-Iram menghadap Ayah dan bundanya. Menceritakan perihal Raja Indra Jaya dan keduanya di nikah-kan. Pesta selama tujuh hari tujuh malam. Hadir tamu undangan, Raja Karun Syah, Raja Dalmasyah Jaya, Raja Dewa Syahdan Dewa, Mentri Malik Kisna Dewa, dan Malik Ibn Bahrumsyah. Membuat mertuanya menjadi bangga dengan menantunya yang ternyata bersahabat dengan raja-raja.

Waktu berlalu, Putri Ratna Cahaya Iram-Iram hamil empat bulan dan diadakan perayaan. Lima bulan kemudian lahir anak laki-laki bernama Raja Indra Sang Dewa. Umur tujuh tahun telah pandai membaca Al-Quran. Di usia limabelas tahun bertambah hebat dan pandai.

Jin Perbayutaga dari Gunung Indalaksatara  mempunyai seorang anak laki-laki bernama, Dewa Suranggalis yang sakti. Dia mendapat cerita kalau ayahnya mati di bunuh Raja Indra Dewa dan akan membalas dendam. Dalam perjalanan Dewa Suranggalis mencari Raja Indra Dewa, dia bertemu dengan anak Raja Indra Dewa, yang pulang hendak menghadap ayahnya. Dewa Suranggalis menyangka kalau itulah Raja Indra Dewa yang membunuh ayahnya. Maka dia bawa pergi dan akan dia lemparkan ke lautan Bukit Kaf.

Maka terjadilah pertarungan antara keduanya. Akhirnya Dewa Suranggalis tewas di tangan anak Raja Indra Dewa. Tapi sayang dia tidak tahu jalan pulang. Maka dia putuskan berjalan menuju arah matahari hidup (matahari terbit atau arah timur). Raja Ismail Syah gelisah sebab sang cucu menghilang. Ayah dan bundanya bersedih dan mendatangkan ahli nujum. Dari keterangan ahli nujum semuanya agak lega sedikit.

Raja Indra Sang Dewa akhirnya bertemu seorang tua yang sedang menyabit rumput. Dari ketrangannya negeri tersebut bernama Ipaltan Tara, Rajanya Jin Ifrit yang kafir. Memiliki seorang putri yang cantik bernama, Nur Safa Mangindara Rupa. Orang tua itu khawatir nanti Raja Indra Sang Dewa dibunuhnya.

Singkat cerita, Raja Indra Sang Dewa bertemu dengan Putri Nur Safa Mangindara Rupa. Keduanya jatuh cinta dan putri mau masuk agama Islam. Jin Ifrit akhirnya tahu tentang cerita itu. Dia sangat murka dan memerintahkan untuk menangkap laki-laki asing itu. Anak Jin Ifrit bernama Semarantalis, ingin mencoba kesaktiannya. Tapi dia dikalahkan dengan mudah oleh Raja Indra Sang Dewa.

Sementara itu, Raja Indra Dewa dan istrinya Putri Ratna Cahaya Iram-Iram, Sultan Ismail Syah sangat berduka. Putri Ratna bermimpi melihat anaknya berenang di lautan darah. Sehingga dia merasa khawatir dan selalu menangis. Dia meminta izin pada suaminya untuk mencari sang anak. Dia merubah dirinya menjadi burung Bayan yang cantik. Lalu terbang kepenjuru arah, dan menemukan sang anak sedang bercengkarama dengan Putri Nur Safa Mangindra Rupa di mahligainya. Putri Ratna legah melihat anaknya baik-baik saja, lalu dia pulang kembali.

Keadaan semakin gawat perang meletus. Raja Indra Dewa mengirim balatentaranya, dibantu oleh Raja Karun Syah, Raja Dalmasyah Jaya, Malik ibn Bahrumsyah, dan semua raja-raja taklukan Raja Indra Dewa. Raja Kafir Baita (Raja Ifrit) murka sebab pasukannya tidak berhasil mengalahkan Raja Indra Sang Dewa. Dewa Semandun hulubalang Raja Baita, tewas di medan perang. Mendengar Dewa Semandun tewas Raja Baita atau Raja Ifrit keluar bersama pasukannya.

Raja Indra Dewa sampai di pinggiran kota, Ipalta Tara. Kemudian tentara Raja Indra Dewa dan pasukan Raja Indra Sang Dewa menjadi satu. Terjadilah perang besar, dan Raja Baita tewas ditangan Raja Indra Dewa. Seluruh rakyat akhirnya memeluk Islam dengan damai. Pertemuan ayah dan anak, dan sahabat menjadi hal mengharukan.

Raja Indra Sang Dewa membawa ayahnya ke mahligai Putri Nur Safa. Dia tampak sedang menangis tersedu-sedu. Dia mengenang sang ayah yang sudah tiada. Raja Indra Dewa dan Raja Dalmasyah Jaya menuju medan perang. Mencari Semarantalis anak Raja Baita untuk di Islamkan.

Setelah beberapa lama tinggal di Kota Ipalta Tara. Pulanglah semuanya ke Negeri Syahrumkham. Kemudian dilaksanakanlah pesta pernikahan besar-besaran, Raja Indra Sang Dewa dan Putri Nur Safa. Raja Indra Dewa memerintahkan menjemput istri keduanya, Putri Ratna Sari Gading anak Raja Ibrahim Syah dari negeri Beranta Jaya. Dalam perjalanan menuju negeri Syarumkham rombongan penjemput bertemu dengan rombongan Raja Dewa Syahdan Dewa merekapun diundang ke Negeri Syahrumkham.

Acara pernikahan tersebut bukan hanya untuk Raja Indra Sang Dewa. Tapi juga menikahkan Semarantalis dengan Putri Madu Ratna Dewa. Menikahkan Raja Indra Syahdan Dewa dengan Putri Mangindara Ratna Juita. Setelah itu, Raja Indra Dewa memerintahkan membuka gedung perbendaharaan negara lalu membagikan harta kepada rakyat miskin.

Setelah itu, Raja Indra Dewa menghadap Raja Ismail untuk pulang ke negerinya beserta kedua istrinya, kembali ke negeri Rakab Syarum untuk menghadap ayahnya. Yang tinggal hanya anak dan menantunya di istana Raja Ismail. Dalam waktu setahun Raja Indra Dewa sampai di Yaman. Sebulan kemudian sampai di negeri kelahirannya, Rakab Syahrum.

Kedatangannya disambut oleh saudaranya Raja Dewa Bilal Perkasa diatas kapal. Raja Bilal menceritakan keadaan istana dan juga menceritakan ayahnya tidak mau tinggal di istana sepeninggal Raja Indra Dewa. Akhirnya, dengan haru Baginda Raja Sultan Ahmad Bersyah Jaya menyambut kedatangan putranya, Raja Indra Dewa. Dilangsungkanlah pesta yang meriah, menyambut Raja Indra Dewa sekaligus menobatkannya sebagai Sultan Negeri Rakab Syahrum dengan gelar Sultan Indra Johan Syah.

Keadaan negeri Rakab Syahrum diliputi suasana yang gembira. Baginda Raja Indra Dewa berkenan pergi jalan-jalan mengelilingi negerinya. Mereka bersantai dan berlibur di Pulau Biram. Bersama kedua istrinya, ayah bundanya, Mentri Kerajaan Arya Mantri, dan lainnya. Demikianlah kisah Hikayat Raja Indra Dewa.
######
Kalau kita memperhatikan dari gelar atau nama Johan Syah. Gelar tersebut ada digunakan oleh Sultan Malaka dan Sultan Samudera Pasai. Kemungkinan sastra ini diterjemahkan dari sastra Islam India ke dalam bahasa Melayu. Pada masa kejayaan Kesultanan Malaka atau Samudera Pasai. Gelar Syah adalah gelar dari masyarakat yang mendiami Asia Tengah. Kita juga tahu kalau kesultanan Asia Tengah pernah berkuasa di India pada aba-abad 14 Masehi dan seterusnya.

Rewrite: Apero Fublic.
Editor. Desti. S.Sos.
Fotografer. Dadang Saputra.
Palembang. 17 Juli 2020.
Sumber: Haniah. Hikayat Indra Dewa dalam Sastra Indonesia Lama. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984.

Sy. Apero Fublic.

0 Response

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel